ANALISIS
SOSIAL
KONSEPSI
DAN LINGKUP PENGGUNAANNYA[1]
Ayi
Bunyamin[2]
Pendahuluan
Kemiskinan
dan terpinggirnya kaum perempuan merupakan masalah terbesar di Indonesia
sekarang ini. Sebagai fakta obyektif yakni masyarakat laki-laki dan perempuan
berada dalam situasi serba kekurangan, semua orang mengakuinya. Sebagai fakta
yang dianggap kurang baik ini, semua orang sepakat pula untuk mengatasinya.
Tetapi, dalam hal sebab-sebab kemiskinan dan terpinggirnya kaum perempuan itu,
tidak setiap orang memiliki kesamaan pandangan. Dalam hal memandang
fakta/realitas dan menelusuri sebab-sebab fakta/realitas itulah yang disebut
analisis.
Setiap
orang dalam seluruh sejarah hidupnya
melakukan analisis. Jadi, analisis termasuk analisis sosial bukan
merupakan suatu ilmu atau cara baru dan istimewa.Pokok bahasan dalam
mengulas tentang analisis sosial ini terletak pada relevansinya dan atau
kegunaannya bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin laki-laki dan
perempuan yang masih merupakan lapisan terbesar dari penduduk di republik ini.
Oleh
karena itu, pertanyaan bagi kita, analisis sosial seperti apakah yang dapat
berguna dan sungguh penting bagi upaya mengatasi masalah yang dihadapi oleh
masyarakat miskin dan kaum perempuan agar mereka dapat menjadi lebih baik?
Terlebih lagi dalam situasi sekarang, masyarakat miskin ini menjadi lebih parah
karena telah dikorbankan secara terus menerus.
PembangunanVersus Transformasi Sosial
Unsur yang paling menyolok dari sejarah pembangunan di
Indonesia adalah adanya suatu komitmen, suatu obsesi, untuk melangsungkan
modernisasi. Sampai saat ini pembangunan di Indonesia diartikan sebagai
perubahan dari masyarakat tradisional agraris menjadi masyarakat industrial
moderen. Ilmu-ilmu sosial yang berkembang pun,
mengandaikan bahwa ada satu atau lain tahap evolusi sosial yang pasti
akan dilalui oleh setiap masyarakat. Masyarakat “maju”, yang telah memiliki
tahap lebih jauh dalam kemajuan sosial diandaikan memiliki pengetahuan dan
kebijaksanaan yang besar, yang harus dimiliki oleh masyarakat “terbelakang”
agar dapat maju.[3]
Makna perubahan ini mendapat banyak kritik karena
selalu mengandaikan terjadinya perubahan pada tingkat sikap dan mental
seseorang di satu pihak; memberikan
peluang untuk terjadinya penindasan baik secara struktural maupun kultural di
pihak lainnya. Proses pembangunan ini menampilkan bentuknya pada kekuasaan
segelintir orang dan peminggiran sebagian besar lainnya termasuk perempuan.
Akibatnya, terjadi ketimpangan dalam pemilikan akses dan kontrol terhadap
sumber daya, yakni segelintir orang memiliki dan menguasainya, sementara
sebagian besar justru semakin melemah.
Kasus-kasus seperti: pencemaran dan penghancuran
lingkungan, kekerasan termasuk kekerasan terhadap perempuan, penggusuran,
penyeragaman, dan lain-lainnya, pada
dasarnya merupakan proses pemiskinan, yang muncul sebagai akibat pembangunan dan moderniasi.
Masyarakat Indonesia pasca kolonial masih dihadapkan pada besarnya lapisan
masyarakat miskin, tetapi masyarakat miskin itu oleh pembangunan secara sistematis
semakin disingkirkan. Ini merupakan
proses pemiskinan.
Pada mulanya pembangunan dan moderniasi dianggap akan
mampu memberikan jawaban terhadap kemiskinan tetapi kenyataanya gagasan dan
strategi ini telah gagal dalam memenuhi janjinya, bahkan telah menjadi penyebab
munculnya ketimpangan kehidupan sosial kemasyarakatan, dan hadirnya krisis yang
berkepanjangan seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Pembangunan dan modernisasi tidak hanya menjadi
strategi, tetapi sudah merupakan ideologi. Permasalahan dasarnya adalah ketidak
adilan karena: melanggengkan struktur ekonomi yang terpusat dan menguatkan
proses dominasi budaya dan pengetahuan, memperkokoh penindasan dan diskriminasi
politik, gender, serta mempercepat pengrusakan lingkungan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa pembangunan dan modernisasi adalah sebuah sistem/tatanan yang
secara ekonomi otoriter dan eksploitatif, secara politik represif, dan secara
budaya dominatif[4].
Pandangan kita terhadap fenomena ini mendorong kita untuk menawarkan alternatif pandangan,
yang memungkinkan terjadinya perubahan situasi sehingga lebih adil. Kemudian
lahir pemikiran‑pemikiran alternatif antara lain: berkembang pemikiran yang memberi peran kepada individu bukan hanya sebagai subyek,
melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber
daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya.
Istilah Trasnformasi yang banyak disebut merupakan
terminologi yang dipahami sebagai sebuah penolakan terhadap ideologi
pembangunan dan modernisasi yang telah terbukti kekuatan penghancurnya.
Pemikiran ini meyakini bahwa keberhasilan pembangunan hanya akan terjadi
apabila dilaksanakan bersama dengan rakyat, bertumpu pada kekuatan‑kekuatan
lokal. Proses pembangunan yang dimaksud oleh pemikiran ini adalah mengupayakan
transformasi struktural dan juga kultural, sehingga situasi akan berubah secara
mendasar, yakni menguatnya akses (kesempatan menggunakan) dan kontrol (hak
untuk menentukan penggunaan, dan ketentuan itu berlaku bagi yang lain) atas
sumber daya ekonomi, politik, budaya. Dengan demikian transformasi sosial
merupakan alternatif terhadap pembangunan dan modernisasi, karena membebaskan
dari segala bentuk penindasan, dominasi, represi, dan diskrimansi.
Karena upaya transformasi sosial adalah
pembebasan maka, hal ini merupakan
gerakan melalui lingkar aksi dan refleksi. Secara metodologis kegiatan
pembebasan merupakan suatu rangkaian langkah‑langkah : memahami, mengkritik
serta menyusun dan bertindak.
Secara lebih rinci, Galtung menegaskan: bahwa kita
membutuhkan konsep dan teori untuk bisa menilai data, tetapi kita juga
membutuhkan nilai‑nilai supaya bisa mengevaluasi secara kritis realitas, dan
kita membutuhkan nilai‑nilai maupun konsep teoritik untuk menyusun suatu toeri
yang berlandaskan kenyataan. Secara ringkas kerangka kerja ini adalah kaitan
antara teori‑data‑nilai. Lebih lanjut Galtung menulis mengenai kaitan antara
data‑teori‑nilai: Pertama, merumuskan masalah (dari masa lampau) berdasarkan
data. Data‑data yang ada dibandingkan dengan teori (empirisme). Kedua,
membandingkan data yang berkaitan dengan masalah aktual dengan nilai‑nilai
secara kritis (kritisisme). Ketiga, mengkaitkan nilai‑nilai dengan teori
sebagai usaha memahami realitas secara konstruktif sebagai strategi untuk masa
depan.[5]
Persoalan kemudian, bagaimana kerangka kerja itu dapat diterjemahkan pada
konteks gerakan (operasionalisasi)? Pertanyaan di atas secara lebih konkrit
dapat ditulis: metode seperti apa yang mampu mewujudkan kerangka kerja tersebut
pada situasi yang sedang diupayakan untuk diubah?
Analisis
Sosial Sebagai Metodologi Praktis
Menggulirkan transformasi sosial, merupakan upaya yang
berdasarkan orientasi pemberdayaan rakyat karena diagendakan demi perbaikan
situasi, agar rakyat laki-laki dan perempuan tidak tertinggal lagi oleh proses
pembangunan. Rakyat dapat meningkat kesejahteraannya, tetapi juga untuk dapat
menjaga keberlangsungannya maka, dibutuhkan penguatan dalam hal akses rakyat
terhadap sumber daya yang ada, mengembangkan sikap kritisnya, dan membangun
organisasi, serta menguatkan kuasanya.
Dengan demikian, pergulatan kepentingan untuk mewujudkan kebutuhan dan
pembelaan kepentingan rakyat dapat dilakukan
oleh rakyat sendiri.
Untuk dapat mencapai situasi yang telah disinggung di
atas, kita membutuhkan perangkat-perangkat praktis untuk dapat memahami situasi
bersama dengan rakyat, kemudian bersama-sama rakyat itu kita melawan dan
mengubah situasi yang melaingkari. Proses reformasi yang digaungkan sekarang
menjadi peluang untuk secara konkrit mengusulkan perubahan-perubahan system dan
mekanisme agar orientasi dasar pemberdayaan rakyat ini dalam seluruh gerakan
dapat dilaksanakan.
Perangkat-perangkat
praktis ini harus dapat menjawab tantangan dan tidak hanya berhenti pada
pencapaian sebuah pemahaman situasi, tetapi yang dapat bergulir dalam proses
pengorganisasian rakyat. Perubahan situasi tidak mungkin dapat terwujud tanpa
sebuah pengorganisasian.
Akan
tetapi, perangkat yang kita butuhkan bukan perangkat yang baku sehingga seluruh
realitas itu dipetakan dengan kerangka kita, justru sebaliknya kita membutuhkan
sebuah kerangka yang terbuka peluangnya untuk selalu berkembang mengikuti
perkembangan realitas.
Analisis Sosial dan Lingkup Penggunaannya
Melakukan
analisis sosial berarti memahami struktur sosial. Kita ketahui bahwa orang
hidup dalam masyarakat saling berinteraksi. Interaksi ini didasari dan terus
diarahkan oleh nilai-nilai bersama, norma-norma yaitu standar tingkah laku, hak
dan kewajiban tiap individu, dan akhirnya sangsi. Dasar dan arah umum interaksi
inilah kita mengerti sebagai kultur. Interaksi antar individu juga diatur
dengan tujuan khusus. Interaksi dengan tujuan memenuhi kebutuhan kehidupan
keakraban diatur dalam institusi keluarga. Interaksi dengan tujuan memenuhi
kebutuhan hidup diatur dalam institusi ekonomi. Interaksi dalam hubungannya
dengan yang Illahi diatur dalam institusi agama. Keseluruhan interaksi dalam
masyarakat umumnya agar bisa terjamin dan pasti diadakanlah institusi politik.
Institusi-institusi itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Kadar
saling berhubungan dan saling mmpengaruhinya, serta manakah institusi yang
paling berpengaruh harus dilihat langsung dalam masyarakat. Keseluruhan
institusi serta saling berhubungannya satu sama lain itulah yang disebut struktur
sosial.[6]
Analisis
Sosial dapat diartikan sebagai usaha memperoleh gambaran yang lebih lengkap
tentang sebuah situasi sosial dengan menggali hubungan historis dan strukturalnya.
Analisis sosial ini berperan sebagai perangkat yang memunkginkan kita menangkap
dan memahami realitas yang sedang kita hadapi.
Analisis
sosial menggali kenyataan dari berbagai dimensi. Kadang-kadang memusatkan diri
pada masalah-masalah khusus seperti kekerasan terhadap perempuan, pengangguran
atau kelaparan. Dalam kesempatan lain berpusat pada kebijakan-kebijakan yang
tertuju kepada masalah Hak Pengusahaan Hutan, Konversi lahan, Teknologi
Pertenian, program-program bantuan pangan. Analisis sosial memungkin seseorang
menyelidiki lebih jauh struktur dari lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial
dan kebudayaan, karena dari struktur lembaga-lembaga itulah muncul
masalah-masalah dan ke sana pula berbagai kebijakan tertuju.
Dengan
menjangkau dimensi di balik pokok persoalan, kebijakan-kebijakan dan struktur,
analisis sosial pertama-tama memusatkan diri pada sistem-sistem. Pada
sistem-sistem itu juga terdapat berbagai dimensi. Kita dapat berbicara tentang
bentuk ekonomi dari sebuah sistem sosial sebagai bagian fungsional yang berbeda
atau disebut subsistem. Akhirnya, kita dapat menganalisis sistem sosial menurut
tingkatannya: aktor-aktor penting/berpengaruh, kelompok-kelompok utama,
komunitas-komunitas lokal, pasar, negara, bangsa dan bahkan dalam arti sistem
dunia.
Sistem
sosial perlu dianalisis baik menurut waktu (analisis sejarah) maupun menurut
ruang (analisis struktur). Analisis sejarah adalah pengenalan tentang
perubahan-perubahan sistem sosial dalam kurun waktu. Sedang analisis struktural
menyajikan bagian yang representatif dari kerangka kerja sebuah sistem
tersebut. Dalam analisis kita dapat membedakan antara dimensi-dimensi obyektif
dan subyektif realitas sosial[7]. Dimensi obyektif mencakup
berbagai organisasi, pola-pola perilaku, lembaga-lembaga yang memuat
ungkapan-unagkapan struktural secara eksternal. Sedang dimensi subyektif
menyangkut kesadaran, nilai-nilai dan ideologi. Unsur-unsur di atas harus
dianalisis untuk memahami berbagai asumsi yang aktif bekerja dalam situasi
sosial yang ada.
Meskipun
analisis sosial biasanya “merinci” realitas sosial, tetapi realitas tersebut
sungguh lebih kompleks daripada gambaran yang disajikan oleh proses analisis.
Tak pernah sebuah analisis sosial persis cocok dengan model yang asli dan
ideal. Oleh karena itu, maksud analisis sosial ini bukan untuk mencocokkan
realitas ke dalam kotak-kotak analisis yang telah dibentuk sebelumnya. Lebih
dari itu tujuannya ialah untuk membiarkan kerangka kita dikembangkan oleh
kekayaan realitas tersebut.
Batas-batas
Analisis
1. Analisis sosial tidak dirancang untuk menyediakan sebuah
jawaban langsung atas pertanyaan “apa yang kita perbuat?”. Jawaban atas
pertanyaan itu merupakan tugas strategi atau perencanaan. Analisis sosial hanya
membuka konteks, dimana sebuah program bagi perubahan situasi dapat
diperlihatkan, tetapi tidak menyajikan “blueprint” bagi tindakan. Analisis
sosial menjadi semacam diagnosa yang menjadi prasyarat penting untuk
penyembuhan “penyakit-penyakit sosial” dan fisik. Meskipun tidak dengan
sendirinya memberikan penyembuhan itu. Analisis yang sangat mendalam tentang
situasi sosial tidak menyajikan pemecahan-pemecahan pragmatis secara langsung,
tapi ia menyajikan parameter yang luas di mana strategi-strategi dan
taktik-taktik dapat diajukan. Pemahaman batas ini penting, karena analisis
sosial bukan monopoli kaum profesional. Kaum profesional atau para ahli itu
berguna hanya sejauh mereka menyingkapkan konteks situasi yang lebih luas dan
melatih orang-orang setempat menggunakan perangkat ini. Di atas segalanya,
orang-orang setempat sendirilah yang harus melakukan pendekatan-pendekatan
khusus terhadap masalah sosial dan langkah-langkah konkret ke arah pemecahan.
Hanya merekalah yang telah mengalami situasi konkret. Keahlian mereka dalam
merancang solusi-solusi harus selalu dihormati dan diperhitungkan.
2. Analisis sosial bukan monopoli kaum intelektual. Setiap hari
kita semua menggunakan perangkat ini dalam berbagai cara. Kita menggunakannya
kalau kita mengaitkan sebuah masalah atau peristiwa pada yang lain. Atau juga
kalau kita memilih sebuah langkah tindakan ketimbang langkah yang lain.
3. Ketiga, analisis sosial bukan perangkat yang “bebas nilai”.
Pokok ini sangat penting diperhatikan. Analisis sosial bukan sebuah pendekatan
netral, atau sudut pandang yang semata-mata ilmiah dan objektif terhadap
realitas. Memang kita harus berusaha bersih, tepat, logis dan beralasan.
Tetapi, dalam pemilihan masalah, cara pendekatan, pertanyaan-pertanyaan dan
dalam keterbukaan pada hasil analisis, kita mengungkapkan nilai-nilai dan
prasangka kita. Kita tak pernah memasuki analisis tanpa sebuah komitmen yang
mendahului, baik implisit maupun eksplisit.
Kesulitan-kesulitan
analisis
1. Masyarakat berkembang makin kompleks. Era Rezim Orde Baru
Soeharto, berganti ke era rezim “Reformasi” sampai sekarang, merupakan
jalinan-jalinan yang ruwet dari manusia-manusia, institusi-institusi,
jaringan-jaringan kerja, birokrasi dan mesin-mesin. Kompleksitas tersebut
membuat kita merasa hampir tak berdaya. Upaya menganalisis kompleksitas itu
dapat menyebabkan kita merasa lebih bingung lagi. Kita ketakutan, kita resah,
dan lain-lain perasaan. Dalam situasi seperti ini bisa jadi kita mengalami
“kelumpuhan analisis”.
2. Perubahan terus-menerus masyarakat pun membuat sulit melakukan
analisis. Analisis di masa kemarin mungkin tak lagi cocok/pas hari ini.
Perubahan-perubahan di hari esok mungkin menggagalkan asumsi-asumsi kita hari
ini.
3. Ketiga, memasuki analisis sosial berarti memasuki bidang
masalah yang menjadi sengketa. Adanya sengketa itu akan membuat tugas kita
lebih berat dan sukar. Dengan menempatkan diri dalam suatu visi masyarakat,
kita akan berinteraksi dengan berbagai gerakan sosial dan politik, yang
beberapa diantaranya saling bertentangan secara keras.
Oleh
karena itu, dengan tiga alasan tersbut, analisis sosial sebenarnya merupakan
sebuah tugas yang sulit, rumit, tak pernah selesai dan selalu kontroversial.
Pertanyaannya untuk kita, mengapa mersti bersusah payah? Apakah dan mengapakah
analisis sosial sungguh penting?. Jawaban atas pertanyaan ini, kembali kepada
latar belakang sejarah yang sudah di ulas di muka.
Unsur-unsur
Analisis
Dalam
melakukan analisis sosial, kita menyelidiki sejumlah unsur masyarakat,
diantaranya :
1. Sejarah
Sejarah
merupakan unsur penting dalam analisis, dari mana kita berangkat dan ke mana
kita pergi. Memandag sejarah secara serius adalah langkah membebaskan karena
berarti menempatkan kejadian yang sedang berlangsung dan berbagai tantangan
dalam sebuah perspektif. Sejarah merelatifkan apa yang dekat dan menempatkan
kita pada konteks yang lebih luas dengan memperjelas masa lalu serta menawarkan
wawasan bagi masa depan. Pendekatan yang tidak menyejarah pada dasarnya
berorientasi kemapanan karena mengangkap apa yang kini lepas dari konteks, dan
memperlakukan sebagai satu-satunya yang mutlak.
2. Struktur
Analisis
secara tejam berusaha mengenali struktur-struktur masyarakat kita,
institusi-institusi di mana kita melaksanakan kehidupan sosial kita.
Struktur-struktur sosial tersebut merupakan kenyataan yang harus dipahami jika
kita menghendaki efektivitas tindakan kita bagi keadilan. Pertama, kita
akan melihat struktur ekonomi masyarakat: institusi bisnis dan
perdagangan, esktor industri dan pertanian. Struktur ekonomi menentukan pola
dasar produksi, distribusi, transaksi dan konsumsi dalam suatu masyarakat.
Dalam era rezim Soeharto sangat nyata pola produksinya teknologi tinggi dan
padat modal, langkah distribusinya monopoli, syarat transaksinya pakai pinjaman
berbunga, pola konsumsinya boros dan menguras sumber yang lanka. Kedua,
Struktur politik masyarakat yang merupakan pemusatan kekuasaan dalam sebuah
masyarakat. Struktur itu mungkin merupakan struktur formal dari aparat
pemerintahan daerah, pusat, atau yang tidak formal seperti kelompok-kelompok,
jaringan kerja organisasi, lobi-lobi kepentingan, kelas-kelas sosial,
serikat-serikat perdagangan, koalisi-koalisi. Analisis sosial terhadap struktur
politik membantu kita untuk menentukan di mana dan oleh siapa
keputusan-keputusan kunci dibuat, bagaimana partisipasi rakyat berlangsung, dan
bagaimana prospek pembuatan keputusan itu. Ketiga, kita perlu juga menganalisis
struktur budaya yang berperan sebagai basis institusional berbagai
cita-cita, mitos dan simbol-simbol masyarakat. Selanjutnya, analisis sosial ini
perlu melihat hubungan antara struktur-struktur tersebut.
3. Pembagian Masyarakat
Analisis
sosial memungkinka kita untuk melihat lebih jelas pembagian masyarakat menurut
ras, etnis, gender, wilayah dan lain-lainnya. Suka atau tidak, pembagian itu
merupakan kenyataan yang kita hadapi. Pentingnya mengenali pembagian-pembagian
tersebut, karena dua alasan: pertama, akibat peristiwa tertentu dalam situasi
sosial (contoh: krisis yang sekarang sedang kita hadapi) mempengaruhi seluruh
masyarakat dengan cara yang tidak sama; kedua, jika saling bertentangan,
beberapa pembagian dalam suatu masyarakat majemuk seperti di Indonesia dapat
menjadi kekuatan yang “mengacaukan” proses perubahan.
4. Tingkat dan derajat permasalahan
Dalam
analisis perlu memperhatikan bahwa masalah-masalah terjadi dalam berbagai
tingkatan (lokal, regional, nasional dan internasional). Kerangka kerja yang
dipilih analisis sosial akan menunjukkan tingkat permasalahan tersebut. Bahkan,
kerangka itu akan mengungkapkan hubungan antara berbagai tingkat masalah.
Pemahaman tentang tingkat dan derajat permasalahan ini sungguh penting,
sehingga pada kegiatan berikutnya yaitu menentukan agenda aksi, menjadi jelas
bahwa aksi dan strateginya itu perlu dilakukan pada tingkatan tertentu.
Demikian,
uraian singkat tentang analisis sosial yang mengandung berbagai keterbatasan,
dan selain itu merupakan usaha yang sulit dan rumit. Tetapi, analisis ini
sungguh penting untuk dapat memberikan arah dalam sebuah perubahan yang
dicita-citakan bersama, arah untuk melakukan perlawanan terhadap situasi yang
selama ini membungkam rakyat, menindas rakyat, dan mendominasi dan memaksa
rakyat.
Perubahan-perubahan
situasi akan memberikan keluasan dan pengayaan terhadap analisis sosial, karena
analisis sosial merupakan sebuah kerangka yang terus menerus harus sesuai
dengan konteks, tetapi lebih dari pada itu, analisis sosial bukan hanya
memberikan pemahaman terhadap situasi yang sedang kita hadapi, tetapi merupakan
langkah awal bagi sebuah pengorganisasian demi perubahan situasi.
Agenda
Masa Depan
Berbagai
krisis yang mulai kelihatan sejak pertengahan tahun 1997 belum memberikan
tanda-tanda akan berakhir. Tetapi berbagai manipulasi sejak Orde Baru sampai
sekarnag sudah mulai terbongkar. Meskipun demikian, bukan berarti sudah
berakhir karena mekanisme dan struktur yang sudah terbentuk selama 32 tahun itu
tidak begitu saja dapat diubah dalam waktu cepat, beberapa hari atau beberapa
bulan. Mungkin, kalau seluruh upaya perubahan yang sekarang sedang
dikumandangkan melalui gerakan reformasi cukup konsisten mengutamakan
kepentingan rakyat dalam arti selalu berdasarkan pada orientasi pemberdayaan
rakyat dengan berbagai persfektifnya termasuk persfektif keadilan gender, dalam beberapa tahun dapat teratasi.
Agenda
reformasi ini sangat banyak, menyangkut berbagai sektor dan di berbagai
tingkatan. Era refomasi sebagai sebuah peluang untuk menggulirkan “pembangunan”
yang berorientasi pemberdayaan rakyat perlu segera mendapat tanggapan. Agar
rakyat miskin yang selama ini selalu dirugikan benar-benar merasakan
manfaatnya.
Perubahan
bergerak dengan cepat, dan oleh karena itu dituntut untuk bekerja secara cepat
pula. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi rakyat perlu diidentifikasi
kembali, agar lebih mudah dalam merumuskan agenda aksi reformasi sekarang ini.
Idnetifikasi kebijakan-kebijakan yang menghambat rakyat di semua tingkatan
perlu kita kenali pula. Tidak seluruh perubahan kebijakan di tingkat pusat
terkait langsung dengan perubahan situasi di tingkat regional dan lokal.
Oleh
karena itu, reformasi sekarang ini juga harus menyangkut reformasi sektoral, regional atau wilayah, golongan dan
kelas. Karena selama pembangunan yang dilaksanakan oleh rezim Soeharto ini
telah melahirkan ketimpangan yang tidak hanya menyangkut ketimpangan sosial,
gender, tetapi juga ketimpangan di tingkat sektoral dan ketimpangan antar
wilayah, serta antar kelas dan golongan.
Menjadi
semakin benderang, bahwa analisis situasi semakin mendesak untuk segera
dilakukan. Agenda-agenda reformasi yang langsung berkaitan dengan kepentingan
dan kebutuhan rakyat perlu dirumuskan dan dijadikan materi untuk dijadikan
bahan-bahan perumusan kebijakan di berbagai tingkatan.
Identifikasi
agenda-agenda rakyat untuk reformasi ini sangat mendesak karena, kecenderungan
yang dapat diamati sekarang perjuangan reformasi lebih banyak menekankan
dimensi-dimensi politik pada tingkat yang lebih besar. Sementara aspek-aspek
yang secara langsung terkait dengan kepentingan rakyat seperti
kebijakan-kebijakan sektoral dan pada tingkatan wilayah kurang mendapat
perhatian.
Jadi,
analisis sosial yang disampaikan ini menjadi sebagai sebuah agenda mendesak
yang perlu segera dilakukan demi kepentingan rakyat yang telah terblokade
selama pembangunan dilaksanakan di Indonesia.
Mendesak
pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan seraya menawarkan
alternatifnya perlu segera dilakukan.
Bersamaan dengan itu, pengorganisasian rakyat menjadi kunci agar reformasi ini
terus menerus dapat bergulir. Dengan demikian, upaya pembelaan dan perlindungan
kepentingan rakyat semakin intensif dilakukan, bersamaan dengan itu upaya
bersama-sama rakyat melawan dan mengubah situasi yang telah memblokade mereka
juga dilakukan.
Salam
Transformasi
[1] Tulisan ini diperbaharui dari tulisan sebelumnya yang pernah
disampaikan pada Pertemuan Pendidikan Fasilitator Pendidikan Msyawarah,
Sekretariat Bina Desa di Ngawi, dan Cisalak,
Subang
[3] Lihat Walter Fernandes dan Rajesh Tandon dalam bukunya,
Participatory research and evaluation, Hal. 94-106
[4] Lihat Mansour Fakih, dalam makalahnya berjudul “ Gerakan perempuan
dan pembangunan”.
[5]. Galtung, The Tru Worlds: A
Transnational Perspektive, Hal. 134
[6] Lihat Suryawasita, dalam buku Kemiskinan dan Pembebasan, Kanisius,
Yogyakarta, 1987
[7] Joe Holland dan Peter Henriot, Analisis Sosial dan Refleksi
Teologis, kaitan iman dan keadilan, Kanisius, Yogyakarta, 1986
SOSIAL
KONSEPSI
DAN LINGKUP PENGGUNAANNYA[1]
Ayi
Bunyamin[2]
Pendahuluan
Kemiskinan
dan terpinggirnya kaum perempuan merupakan masalah terbesar di Indonesia
sekarang ini. Sebagai fakta obyektif yakni masyarakat laki-laki dan perempuan
berada dalam situasi serba kekurangan, semua orang mengakuinya. Sebagai fakta
yang dianggap kurang baik ini, semua orang sepakat pula untuk mengatasinya.
Tetapi, dalam hal sebab-sebab kemiskinan dan terpinggirnya kaum perempuan itu,
tidak setiap orang memiliki kesamaan pandangan. Dalam hal memandang
fakta/realitas dan menelusuri sebab-sebab fakta/realitas itulah yang disebut
analisis.
Setiap
orang dalam seluruh sejarah hidupnya
melakukan analisis. Jadi, analisis termasuk analisis sosial bukan
merupakan suatu ilmu atau cara baru dan istimewa.Pokok bahasan dalam
mengulas tentang analisis sosial ini terletak pada relevansinya dan atau
kegunaannya bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin laki-laki dan
perempuan yang masih merupakan lapisan terbesar dari penduduk di republik ini.
Oleh
karena itu, pertanyaan bagi kita, analisis sosial seperti apakah yang dapat
berguna dan sungguh penting bagi upaya mengatasi masalah yang dihadapi oleh
masyarakat miskin dan kaum perempuan agar mereka dapat menjadi lebih baik?
Terlebih lagi dalam situasi sekarang, masyarakat miskin ini menjadi lebih parah
karena telah dikorbankan secara terus menerus.
PembangunanVersus Transformasi Sosial
Unsur yang paling menyolok dari sejarah pembangunan di
Indonesia adalah adanya suatu komitmen, suatu obsesi, untuk melangsungkan
modernisasi. Sampai saat ini pembangunan di Indonesia diartikan sebagai
perubahan dari masyarakat tradisional agraris menjadi masyarakat industrial
moderen. Ilmu-ilmu sosial yang berkembang pun,
mengandaikan bahwa ada satu atau lain tahap evolusi sosial yang pasti
akan dilalui oleh setiap masyarakat. Masyarakat “maju”, yang telah memiliki
tahap lebih jauh dalam kemajuan sosial diandaikan memiliki pengetahuan dan
kebijaksanaan yang besar, yang harus dimiliki oleh masyarakat “terbelakang”
agar dapat maju.[3]
Makna perubahan ini mendapat banyak kritik karena
selalu mengandaikan terjadinya perubahan pada tingkat sikap dan mental
seseorang di satu pihak; memberikan
peluang untuk terjadinya penindasan baik secara struktural maupun kultural di
pihak lainnya. Proses pembangunan ini menampilkan bentuknya pada kekuasaan
segelintir orang dan peminggiran sebagian besar lainnya termasuk perempuan.
Akibatnya, terjadi ketimpangan dalam pemilikan akses dan kontrol terhadap
sumber daya, yakni segelintir orang memiliki dan menguasainya, sementara
sebagian besar justru semakin melemah.
Kasus-kasus seperti: pencemaran dan penghancuran
lingkungan, kekerasan termasuk kekerasan terhadap perempuan, penggusuran,
penyeragaman, dan lain-lainnya, pada
dasarnya merupakan proses pemiskinan, yang muncul sebagai akibat pembangunan dan moderniasi.
Masyarakat Indonesia pasca kolonial masih dihadapkan pada besarnya lapisan
masyarakat miskin, tetapi masyarakat miskin itu oleh pembangunan secara sistematis
semakin disingkirkan. Ini merupakan
proses pemiskinan.
Pada mulanya pembangunan dan moderniasi dianggap akan
mampu memberikan jawaban terhadap kemiskinan tetapi kenyataanya gagasan dan
strategi ini telah gagal dalam memenuhi janjinya, bahkan telah menjadi penyebab
munculnya ketimpangan kehidupan sosial kemasyarakatan, dan hadirnya krisis yang
berkepanjangan seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Pembangunan dan modernisasi tidak hanya menjadi
strategi, tetapi sudah merupakan ideologi. Permasalahan dasarnya adalah ketidak
adilan karena: melanggengkan struktur ekonomi yang terpusat dan menguatkan
proses dominasi budaya dan pengetahuan, memperkokoh penindasan dan diskriminasi
politik, gender, serta mempercepat pengrusakan lingkungan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa pembangunan dan modernisasi adalah sebuah sistem/tatanan yang
secara ekonomi otoriter dan eksploitatif, secara politik represif, dan secara
budaya dominatif[4].
Pandangan kita terhadap fenomena ini mendorong kita untuk menawarkan alternatif pandangan,
yang memungkinkan terjadinya perubahan situasi sehingga lebih adil. Kemudian
lahir pemikiran‑pemikiran alternatif antara lain: berkembang pemikiran yang memberi peran kepada individu bukan hanya sebagai subyek,
melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber
daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya.
Istilah Trasnformasi yang banyak disebut merupakan
terminologi yang dipahami sebagai sebuah penolakan terhadap ideologi
pembangunan dan modernisasi yang telah terbukti kekuatan penghancurnya.
Pemikiran ini meyakini bahwa keberhasilan pembangunan hanya akan terjadi
apabila dilaksanakan bersama dengan rakyat, bertumpu pada kekuatan‑kekuatan
lokal. Proses pembangunan yang dimaksud oleh pemikiran ini adalah mengupayakan
transformasi struktural dan juga kultural, sehingga situasi akan berubah secara
mendasar, yakni menguatnya akses (kesempatan menggunakan) dan kontrol (hak
untuk menentukan penggunaan, dan ketentuan itu berlaku bagi yang lain) atas
sumber daya ekonomi, politik, budaya. Dengan demikian transformasi sosial
merupakan alternatif terhadap pembangunan dan modernisasi, karena membebaskan
dari segala bentuk penindasan, dominasi, represi, dan diskrimansi.
Karena upaya transformasi sosial adalah
pembebasan maka, hal ini merupakan
gerakan melalui lingkar aksi dan refleksi. Secara metodologis kegiatan
pembebasan merupakan suatu rangkaian langkah‑langkah : memahami, mengkritik
serta menyusun dan bertindak.
Secara lebih rinci, Galtung menegaskan: bahwa kita
membutuhkan konsep dan teori untuk bisa menilai data, tetapi kita juga
membutuhkan nilai‑nilai supaya bisa mengevaluasi secara kritis realitas, dan
kita membutuhkan nilai‑nilai maupun konsep teoritik untuk menyusun suatu toeri
yang berlandaskan kenyataan. Secara ringkas kerangka kerja ini adalah kaitan
antara teori‑data‑nilai. Lebih lanjut Galtung menulis mengenai kaitan antara
data‑teori‑nilai: Pertama, merumuskan masalah (dari masa lampau) berdasarkan
data. Data‑data yang ada dibandingkan dengan teori (empirisme). Kedua,
membandingkan data yang berkaitan dengan masalah aktual dengan nilai‑nilai
secara kritis (kritisisme). Ketiga, mengkaitkan nilai‑nilai dengan teori
sebagai usaha memahami realitas secara konstruktif sebagai strategi untuk masa
depan.[5]
Persoalan kemudian, bagaimana kerangka kerja itu dapat diterjemahkan pada
konteks gerakan (operasionalisasi)? Pertanyaan di atas secara lebih konkrit
dapat ditulis: metode seperti apa yang mampu mewujudkan kerangka kerja tersebut
pada situasi yang sedang diupayakan untuk diubah?
Analisis
Sosial Sebagai Metodologi Praktis
Menggulirkan transformasi sosial, merupakan upaya yang
berdasarkan orientasi pemberdayaan rakyat karena diagendakan demi perbaikan
situasi, agar rakyat laki-laki dan perempuan tidak tertinggal lagi oleh proses
pembangunan. Rakyat dapat meningkat kesejahteraannya, tetapi juga untuk dapat
menjaga keberlangsungannya maka, dibutuhkan penguatan dalam hal akses rakyat
terhadap sumber daya yang ada, mengembangkan sikap kritisnya, dan membangun
organisasi, serta menguatkan kuasanya.
Dengan demikian, pergulatan kepentingan untuk mewujudkan kebutuhan dan
pembelaan kepentingan rakyat dapat dilakukan
oleh rakyat sendiri.
Untuk dapat mencapai situasi yang telah disinggung di
atas, kita membutuhkan perangkat-perangkat praktis untuk dapat memahami situasi
bersama dengan rakyat, kemudian bersama-sama rakyat itu kita melawan dan
mengubah situasi yang melaingkari. Proses reformasi yang digaungkan sekarang
menjadi peluang untuk secara konkrit mengusulkan perubahan-perubahan system dan
mekanisme agar orientasi dasar pemberdayaan rakyat ini dalam seluruh gerakan
dapat dilaksanakan.
Perangkat-perangkat
praktis ini harus dapat menjawab tantangan dan tidak hanya berhenti pada
pencapaian sebuah pemahaman situasi, tetapi yang dapat bergulir dalam proses
pengorganisasian rakyat. Perubahan situasi tidak mungkin dapat terwujud tanpa
sebuah pengorganisasian.
Akan
tetapi, perangkat yang kita butuhkan bukan perangkat yang baku sehingga seluruh
realitas itu dipetakan dengan kerangka kita, justru sebaliknya kita membutuhkan
sebuah kerangka yang terbuka peluangnya untuk selalu berkembang mengikuti
perkembangan realitas.
Analisis Sosial dan Lingkup Penggunaannya
Melakukan
analisis sosial berarti memahami struktur sosial. Kita ketahui bahwa orang
hidup dalam masyarakat saling berinteraksi. Interaksi ini didasari dan terus
diarahkan oleh nilai-nilai bersama, norma-norma yaitu standar tingkah laku, hak
dan kewajiban tiap individu, dan akhirnya sangsi. Dasar dan arah umum interaksi
inilah kita mengerti sebagai kultur. Interaksi antar individu juga diatur
dengan tujuan khusus. Interaksi dengan tujuan memenuhi kebutuhan kehidupan
keakraban diatur dalam institusi keluarga. Interaksi dengan tujuan memenuhi
kebutuhan hidup diatur dalam institusi ekonomi. Interaksi dalam hubungannya
dengan yang Illahi diatur dalam institusi agama. Keseluruhan interaksi dalam
masyarakat umumnya agar bisa terjamin dan pasti diadakanlah institusi politik.
Institusi-institusi itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Kadar
saling berhubungan dan saling mmpengaruhinya, serta manakah institusi yang
paling berpengaruh harus dilihat langsung dalam masyarakat. Keseluruhan
institusi serta saling berhubungannya satu sama lain itulah yang disebut struktur
sosial.[6]
Analisis
Sosial dapat diartikan sebagai usaha memperoleh gambaran yang lebih lengkap
tentang sebuah situasi sosial dengan menggali hubungan historis dan strukturalnya.
Analisis sosial ini berperan sebagai perangkat yang memunkginkan kita menangkap
dan memahami realitas yang sedang kita hadapi.
Analisis
sosial menggali kenyataan dari berbagai dimensi. Kadang-kadang memusatkan diri
pada masalah-masalah khusus seperti kekerasan terhadap perempuan, pengangguran
atau kelaparan. Dalam kesempatan lain berpusat pada kebijakan-kebijakan yang
tertuju kepada masalah Hak Pengusahaan Hutan, Konversi lahan, Teknologi
Pertenian, program-program bantuan pangan. Analisis sosial memungkin seseorang
menyelidiki lebih jauh struktur dari lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial
dan kebudayaan, karena dari struktur lembaga-lembaga itulah muncul
masalah-masalah dan ke sana pula berbagai kebijakan tertuju.
Dengan
menjangkau dimensi di balik pokok persoalan, kebijakan-kebijakan dan struktur,
analisis sosial pertama-tama memusatkan diri pada sistem-sistem. Pada
sistem-sistem itu juga terdapat berbagai dimensi. Kita dapat berbicara tentang
bentuk ekonomi dari sebuah sistem sosial sebagai bagian fungsional yang berbeda
atau disebut subsistem. Akhirnya, kita dapat menganalisis sistem sosial menurut
tingkatannya: aktor-aktor penting/berpengaruh, kelompok-kelompok utama,
komunitas-komunitas lokal, pasar, negara, bangsa dan bahkan dalam arti sistem
dunia.
Sistem
sosial perlu dianalisis baik menurut waktu (analisis sejarah) maupun menurut
ruang (analisis struktur). Analisis sejarah adalah pengenalan tentang
perubahan-perubahan sistem sosial dalam kurun waktu. Sedang analisis struktural
menyajikan bagian yang representatif dari kerangka kerja sebuah sistem
tersebut. Dalam analisis kita dapat membedakan antara dimensi-dimensi obyektif
dan subyektif realitas sosial[7]. Dimensi obyektif mencakup
berbagai organisasi, pola-pola perilaku, lembaga-lembaga yang memuat
ungkapan-unagkapan struktural secara eksternal. Sedang dimensi subyektif
menyangkut kesadaran, nilai-nilai dan ideologi. Unsur-unsur di atas harus
dianalisis untuk memahami berbagai asumsi yang aktif bekerja dalam situasi
sosial yang ada.
Meskipun
analisis sosial biasanya “merinci” realitas sosial, tetapi realitas tersebut
sungguh lebih kompleks daripada gambaran yang disajikan oleh proses analisis.
Tak pernah sebuah analisis sosial persis cocok dengan model yang asli dan
ideal. Oleh karena itu, maksud analisis sosial ini bukan untuk mencocokkan
realitas ke dalam kotak-kotak analisis yang telah dibentuk sebelumnya. Lebih
dari itu tujuannya ialah untuk membiarkan kerangka kita dikembangkan oleh
kekayaan realitas tersebut.
Batas-batas
Analisis
1. Analisis sosial tidak dirancang untuk menyediakan sebuah
jawaban langsung atas pertanyaan “apa yang kita perbuat?”. Jawaban atas
pertanyaan itu merupakan tugas strategi atau perencanaan. Analisis sosial hanya
membuka konteks, dimana sebuah program bagi perubahan situasi dapat
diperlihatkan, tetapi tidak menyajikan “blueprint” bagi tindakan. Analisis
sosial menjadi semacam diagnosa yang menjadi prasyarat penting untuk
penyembuhan “penyakit-penyakit sosial” dan fisik. Meskipun tidak dengan
sendirinya memberikan penyembuhan itu. Analisis yang sangat mendalam tentang
situasi sosial tidak menyajikan pemecahan-pemecahan pragmatis secara langsung,
tapi ia menyajikan parameter yang luas di mana strategi-strategi dan
taktik-taktik dapat diajukan. Pemahaman batas ini penting, karena analisis
sosial bukan monopoli kaum profesional. Kaum profesional atau para ahli itu
berguna hanya sejauh mereka menyingkapkan konteks situasi yang lebih luas dan
melatih orang-orang setempat menggunakan perangkat ini. Di atas segalanya,
orang-orang setempat sendirilah yang harus melakukan pendekatan-pendekatan
khusus terhadap masalah sosial dan langkah-langkah konkret ke arah pemecahan.
Hanya merekalah yang telah mengalami situasi konkret. Keahlian mereka dalam
merancang solusi-solusi harus selalu dihormati dan diperhitungkan.
2. Analisis sosial bukan monopoli kaum intelektual. Setiap hari
kita semua menggunakan perangkat ini dalam berbagai cara. Kita menggunakannya
kalau kita mengaitkan sebuah masalah atau peristiwa pada yang lain. Atau juga
kalau kita memilih sebuah langkah tindakan ketimbang langkah yang lain.
3. Ketiga, analisis sosial bukan perangkat yang “bebas nilai”.
Pokok ini sangat penting diperhatikan. Analisis sosial bukan sebuah pendekatan
netral, atau sudut pandang yang semata-mata ilmiah dan objektif terhadap
realitas. Memang kita harus berusaha bersih, tepat, logis dan beralasan.
Tetapi, dalam pemilihan masalah, cara pendekatan, pertanyaan-pertanyaan dan
dalam keterbukaan pada hasil analisis, kita mengungkapkan nilai-nilai dan
prasangka kita. Kita tak pernah memasuki analisis tanpa sebuah komitmen yang
mendahului, baik implisit maupun eksplisit.
Kesulitan-kesulitan
analisis
1. Masyarakat berkembang makin kompleks. Era Rezim Orde Baru
Soeharto, berganti ke era rezim “Reformasi” sampai sekarang, merupakan
jalinan-jalinan yang ruwet dari manusia-manusia, institusi-institusi,
jaringan-jaringan kerja, birokrasi dan mesin-mesin. Kompleksitas tersebut
membuat kita merasa hampir tak berdaya. Upaya menganalisis kompleksitas itu
dapat menyebabkan kita merasa lebih bingung lagi. Kita ketakutan, kita resah,
dan lain-lain perasaan. Dalam situasi seperti ini bisa jadi kita mengalami
“kelumpuhan analisis”.
2. Perubahan terus-menerus masyarakat pun membuat sulit melakukan
analisis. Analisis di masa kemarin mungkin tak lagi cocok/pas hari ini.
Perubahan-perubahan di hari esok mungkin menggagalkan asumsi-asumsi kita hari
ini.
3. Ketiga, memasuki analisis sosial berarti memasuki bidang
masalah yang menjadi sengketa. Adanya sengketa itu akan membuat tugas kita
lebih berat dan sukar. Dengan menempatkan diri dalam suatu visi masyarakat,
kita akan berinteraksi dengan berbagai gerakan sosial dan politik, yang
beberapa diantaranya saling bertentangan secara keras.
Oleh
karena itu, dengan tiga alasan tersbut, analisis sosial sebenarnya merupakan
sebuah tugas yang sulit, rumit, tak pernah selesai dan selalu kontroversial.
Pertanyaannya untuk kita, mengapa mersti bersusah payah? Apakah dan mengapakah
analisis sosial sungguh penting?. Jawaban atas pertanyaan ini, kembali kepada
latar belakang sejarah yang sudah di ulas di muka.
Unsur-unsur
Analisis
Dalam
melakukan analisis sosial, kita menyelidiki sejumlah unsur masyarakat,
diantaranya :
1. Sejarah
Sejarah
merupakan unsur penting dalam analisis, dari mana kita berangkat dan ke mana
kita pergi. Memandag sejarah secara serius adalah langkah membebaskan karena
berarti menempatkan kejadian yang sedang berlangsung dan berbagai tantangan
dalam sebuah perspektif. Sejarah merelatifkan apa yang dekat dan menempatkan
kita pada konteks yang lebih luas dengan memperjelas masa lalu serta menawarkan
wawasan bagi masa depan. Pendekatan yang tidak menyejarah pada dasarnya
berorientasi kemapanan karena mengangkap apa yang kini lepas dari konteks, dan
memperlakukan sebagai satu-satunya yang mutlak.
2. Struktur
Analisis
secara tejam berusaha mengenali struktur-struktur masyarakat kita,
institusi-institusi di mana kita melaksanakan kehidupan sosial kita.
Struktur-struktur sosial tersebut merupakan kenyataan yang harus dipahami jika
kita menghendaki efektivitas tindakan kita bagi keadilan. Pertama, kita
akan melihat struktur ekonomi masyarakat: institusi bisnis dan
perdagangan, esktor industri dan pertanian. Struktur ekonomi menentukan pola
dasar produksi, distribusi, transaksi dan konsumsi dalam suatu masyarakat.
Dalam era rezim Soeharto sangat nyata pola produksinya teknologi tinggi dan
padat modal, langkah distribusinya monopoli, syarat transaksinya pakai pinjaman
berbunga, pola konsumsinya boros dan menguras sumber yang lanka. Kedua,
Struktur politik masyarakat yang merupakan pemusatan kekuasaan dalam sebuah
masyarakat. Struktur itu mungkin merupakan struktur formal dari aparat
pemerintahan daerah, pusat, atau yang tidak formal seperti kelompok-kelompok,
jaringan kerja organisasi, lobi-lobi kepentingan, kelas-kelas sosial,
serikat-serikat perdagangan, koalisi-koalisi. Analisis sosial terhadap struktur
politik membantu kita untuk menentukan di mana dan oleh siapa
keputusan-keputusan kunci dibuat, bagaimana partisipasi rakyat berlangsung, dan
bagaimana prospek pembuatan keputusan itu. Ketiga, kita perlu juga menganalisis
struktur budaya yang berperan sebagai basis institusional berbagai
cita-cita, mitos dan simbol-simbol masyarakat. Selanjutnya, analisis sosial ini
perlu melihat hubungan antara struktur-struktur tersebut.
3. Pembagian Masyarakat
Analisis
sosial memungkinka kita untuk melihat lebih jelas pembagian masyarakat menurut
ras, etnis, gender, wilayah dan lain-lainnya. Suka atau tidak, pembagian itu
merupakan kenyataan yang kita hadapi. Pentingnya mengenali pembagian-pembagian
tersebut, karena dua alasan: pertama, akibat peristiwa tertentu dalam situasi
sosial (contoh: krisis yang sekarang sedang kita hadapi) mempengaruhi seluruh
masyarakat dengan cara yang tidak sama; kedua, jika saling bertentangan,
beberapa pembagian dalam suatu masyarakat majemuk seperti di Indonesia dapat
menjadi kekuatan yang “mengacaukan” proses perubahan.
4. Tingkat dan derajat permasalahan
Dalam
analisis perlu memperhatikan bahwa masalah-masalah terjadi dalam berbagai
tingkatan (lokal, regional, nasional dan internasional). Kerangka kerja yang
dipilih analisis sosial akan menunjukkan tingkat permasalahan tersebut. Bahkan,
kerangka itu akan mengungkapkan hubungan antara berbagai tingkat masalah.
Pemahaman tentang tingkat dan derajat permasalahan ini sungguh penting,
sehingga pada kegiatan berikutnya yaitu menentukan agenda aksi, menjadi jelas
bahwa aksi dan strateginya itu perlu dilakukan pada tingkatan tertentu.
Demikian,
uraian singkat tentang analisis sosial yang mengandung berbagai keterbatasan,
dan selain itu merupakan usaha yang sulit dan rumit. Tetapi, analisis ini
sungguh penting untuk dapat memberikan arah dalam sebuah perubahan yang
dicita-citakan bersama, arah untuk melakukan perlawanan terhadap situasi yang
selama ini membungkam rakyat, menindas rakyat, dan mendominasi dan memaksa
rakyat.
Perubahan-perubahan
situasi akan memberikan keluasan dan pengayaan terhadap analisis sosial, karena
analisis sosial merupakan sebuah kerangka yang terus menerus harus sesuai
dengan konteks, tetapi lebih dari pada itu, analisis sosial bukan hanya
memberikan pemahaman terhadap situasi yang sedang kita hadapi, tetapi merupakan
langkah awal bagi sebuah pengorganisasian demi perubahan situasi.
Agenda
Masa Depan
Berbagai
krisis yang mulai kelihatan sejak pertengahan tahun 1997 belum memberikan
tanda-tanda akan berakhir. Tetapi berbagai manipulasi sejak Orde Baru sampai
sekarnag sudah mulai terbongkar. Meskipun demikian, bukan berarti sudah
berakhir karena mekanisme dan struktur yang sudah terbentuk selama 32 tahun itu
tidak begitu saja dapat diubah dalam waktu cepat, beberapa hari atau beberapa
bulan. Mungkin, kalau seluruh upaya perubahan yang sekarang sedang
dikumandangkan melalui gerakan reformasi cukup konsisten mengutamakan
kepentingan rakyat dalam arti selalu berdasarkan pada orientasi pemberdayaan
rakyat dengan berbagai persfektifnya termasuk persfektif keadilan gender, dalam beberapa tahun dapat teratasi.
Agenda
reformasi ini sangat banyak, menyangkut berbagai sektor dan di berbagai
tingkatan. Era refomasi sebagai sebuah peluang untuk menggulirkan “pembangunan”
yang berorientasi pemberdayaan rakyat perlu segera mendapat tanggapan. Agar
rakyat miskin yang selama ini selalu dirugikan benar-benar merasakan
manfaatnya.
Perubahan
bergerak dengan cepat, dan oleh karena itu dituntut untuk bekerja secara cepat
pula. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi rakyat perlu diidentifikasi
kembali, agar lebih mudah dalam merumuskan agenda aksi reformasi sekarang ini.
Idnetifikasi kebijakan-kebijakan yang menghambat rakyat di semua tingkatan
perlu kita kenali pula. Tidak seluruh perubahan kebijakan di tingkat pusat
terkait langsung dengan perubahan situasi di tingkat regional dan lokal.
Oleh
karena itu, reformasi sekarang ini juga harus menyangkut reformasi sektoral, regional atau wilayah, golongan dan
kelas. Karena selama pembangunan yang dilaksanakan oleh rezim Soeharto ini
telah melahirkan ketimpangan yang tidak hanya menyangkut ketimpangan sosial,
gender, tetapi juga ketimpangan di tingkat sektoral dan ketimpangan antar
wilayah, serta antar kelas dan golongan.
Menjadi
semakin benderang, bahwa analisis situasi semakin mendesak untuk segera
dilakukan. Agenda-agenda reformasi yang langsung berkaitan dengan kepentingan
dan kebutuhan rakyat perlu dirumuskan dan dijadikan materi untuk dijadikan
bahan-bahan perumusan kebijakan di berbagai tingkatan.
Identifikasi
agenda-agenda rakyat untuk reformasi ini sangat mendesak karena, kecenderungan
yang dapat diamati sekarang perjuangan reformasi lebih banyak menekankan
dimensi-dimensi politik pada tingkat yang lebih besar. Sementara aspek-aspek
yang secara langsung terkait dengan kepentingan rakyat seperti
kebijakan-kebijakan sektoral dan pada tingkatan wilayah kurang mendapat
perhatian.
Jadi,
analisis sosial yang disampaikan ini menjadi sebagai sebuah agenda mendesak
yang perlu segera dilakukan demi kepentingan rakyat yang telah terblokade
selama pembangunan dilaksanakan di Indonesia.
Mendesak
pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan seraya menawarkan
alternatifnya perlu segera dilakukan.
Bersamaan dengan itu, pengorganisasian rakyat menjadi kunci agar reformasi ini
terus menerus dapat bergulir. Dengan demikian, upaya pembelaan dan perlindungan
kepentingan rakyat semakin intensif dilakukan, bersamaan dengan itu upaya
bersama-sama rakyat melawan dan mengubah situasi yang telah memblokade mereka
juga dilakukan.
Salam
Transformasi
[1] Tulisan ini diperbaharui dari tulisan sebelumnya yang pernah
disampaikan pada Pertemuan Pendidikan Fasilitator Pendidikan Msyawarah,
Sekretariat Bina Desa di Ngawi, dan Cisalak,
Subang
[3] Lihat Walter Fernandes dan Rajesh Tandon dalam bukunya,
Participatory research and evaluation, Hal. 94-106
[4] Lihat Mansour Fakih, dalam makalahnya berjudul “ Gerakan perempuan
dan pembangunan”.
[5]. Galtung, The Tru Worlds: A
Transnational Perspektive, Hal. 134
[6] Lihat Suryawasita, dalam buku Kemiskinan dan Pembebasan, Kanisius,
Yogyakarta, 1987
[7] Joe Holland dan Peter Henriot, Analisis Sosial dan Refleksi
Teologis, kaitan iman dan keadilan, Kanisius, Yogyakarta, 1986
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as