EMBRIOLOGI DALAM QURAN
Seorang ahli embriologi dari Amerika, kagum bahwa Al Quran memuat masalah
pertumbuhan janin jauh sebelum ilmu pengetahuan menemukannya. Itulah yang
membuatnya kemudian memilih muslim. Ketika Dr. Keith L. Moore, ahli embriologi
terkenal dari Amerika membaca suatu tulisan bahwa dalam Al Quran, memuat ihwal
pertumbuhan janin dari masa pembuahan hingga lahir, ia memang sulit percaya.
Sebab, menurutnya, pengetahuan embriologi baru dikenal belakangan, terutama
sejak diketemukannya mikroskop dan piranti-piranti canggih ilmu kedokteran
modern lainnya. Tapi ketika doktor dari Toronto,
Kanada, itu kemudian membaca dan mempelajarinya apa yang ia herankan dari Al
Quran, ia berbalik terkagum-kagum. Benar, dalam Al Quran, diakuinya memuat
ayat-ayat yang berbicara tentang embriologi secara lengkap dan tuntas.
“Apa yang tercantum dalam Al Quran itu sungguh tidak mungkin terjangkau oleh
pengetahuan medis pada abad ketujuh Masehi. Ini suatu mukjizat,” katanya.
Berdasarkan itulah, antara lain, membuat Dr. Keith L. Moore kemudian memutuskan untuk menganut
agama Islam, menjadi seorang muslim.
Kini Dr. Keith L. Moore ikut aktif menangani publikasi Perhimpunan Medika
Islam Amerika Utara, Downers Grove,
Illinois, USA.
Ia adalah seorang ahli embriologi dari Toronto,
Kanada. Pada ulang tahun ke-18 Perhimpunan Medika Islam di Niagara Falls, New
York, muallaf yang relatif belum lama menjadi muslim itu mengatakan bahwa
referensi tentang perkembangan dan reproduksi manusia tersebar di berbagai ayat
Al Quran. Sejalan dengan perjalanan ilmu pengetahuan yang merayap terlalu
lambat, arti ayat-ayat tersebut baru bisa ditafsirkan semestinya pada masa-masa
belakangan.
Dimulai dari surah 39 Azzumar ayat 6, keyakinan Dr. Keith L. Moore itu
berdasarkan tempat pijaknya dengan kokoh. Ayat itu berbunyi:
“Dia menciptakan kamu dari satu makhluk lalu dijadikan-Nya dari makhluk itu
pasangannya. (Dan Dia menurunkan untukmu delapan pasang binatang ternak). Dia
membentuk kamu dalam perut ibu-ibumu melalui tahap-tahap penciptaan dalam tiga lipat
kegelapan (kegelapan dalam perut, dalam rahim, dan dalam selaput yang menutupi
janin). Itulah Allah, Tuhanmu, yang memiliki kekuasaan, tiada tuhan selain Dia.
Jadi mengapakah kamu berpaling ?”
Diteruskan dengan menelusuri surah 23 al Mukminun ayat 13 dan 14, “Kemudian
Kami tempatkan dia sebagai setitik bibit dalam penyimpanan yang kuat. Lalu
bibit itu Kami jadikan segumpal darah, Kami bentuk pula gumpalan darah itu
menjadi segumpal daging, dan dari gumpalan daging itu Kami jadikan lagi
tulang-belulang, dan tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging, dari
situlah Kami ciptakan makhluk yang lain. Maka sucikanlah Allah sebagai Pencipta
paling baik.”
Berikutnya, Dr. Keith L. Moore membacakan ayat 5 dari surah ke-22. Di sana
Allah berfirman, “Wahai manusia, apabila kamu ragu-ragu mengenai Hari
Kebangkitan, ingatlah, Kami ciptakan kamu dari debu , lalu dari setetes nutfah,
lalu dari segumpal daging, yang telah berbentuk maupun yang belum berbentuk,
supaya menjadi jelas bagimu. Lantas Kami mukimkan di dalam rahim sesuai
kehendak Kami hingga waktu yang telah ditentukan. Kemudian Kami keluarkan kamu
sebagai bayi, yang berangsur-angsur mencapai kedewasaan. Ada yang mati muda diantara kamu, ada pula
yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, sehingga ia tidak tahu apa-apa lagi
terhadap semua yang pernah diketahuinya. Bukankah kamu lihat bumi ini kering,
tetapi bila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi ini dengan subur,
serta menumbuhkan berbagai tanaman yang indah-indah dari tiap pasangannya.”
Menurut Dr. Moore, illustrasi tentang fetus (embrio
yang telah berkembang) di dalam uterus (peranakan), baru muncul pertama kali
pada abad 15 M, oleh Leonardo da Vinci. Memang pada abad kedua, Galen pernah
menggambarkan tentang plasenta dan selaput-selaput janin dalam buku, “On the
Formation of the Foetus”, namun jauh berbeda dengan yang diuraikan pada abad
ketujuh Masehi. Dan kala itu, para ahli kedokteran telah mengetahui bahwa
embrio manusia berkembang di dalam uterus. Tetapi tidak seorangpun mengetahui
bahwa perkembangan tersebut berlangsung secara bertahap. Malah pada abad kelima
belas pun belum didiskusikan, apalagi digambarkan. Setelah mikroskop ditemukan
oleh Leeuwenhook pada abad keenam belas, barulah uraian tentang tahap-tahap
permulaan embrio ayam mulai diselidiki para ahli.
Pengetahuan mengenai pentahapan embrio manusia tidak terbayangkan hingga
abad 20 ketika Streeter (1941) dan O’Rahilly (1972) mengembangkan sistem
pentahapan yang pertama kali. Lebih-lebih, tentang tiga lipat kegelapan, yang
ternyata dimaksudkan kepada tiga pelapisan. Yaitu dalam lapisan dinding perut,
dinding rahim, dan selaput janin.
Dari pengertian etimologis, sebenarnya “alaqah” yang biasanya diterjemahkan
dengan segumpal darah lebih memberat kepada pengisap darah, yaitu lintah. Padahal
tidak ada pengumpamaan yang lebih tepat ketika embrio berada pada tahap ini
(7-24 hari) selain seperti lintah menggelantung di kulit, baik keadaannya yang
seolah menggelantung di dinding uterus, maupun sumber hidupnya. Sebagaimana
sumber makanan lintah dari darah manusia yang ditempelinya. Begitu pula janin.
Sumber makanannya adalah dari darah sang ibu. Ajaibnya, jika janin dalam tahap
ini diperbesar menggunakan mikroskop, bentuknya memang betul-betul menyerupai
lintah.
Mengingat pada abad ke-7 itu belum ada mikroskop ataupun lensa pembesar,
maka pengetahuan tentang embrio manusia yang mirip lintah itu tidak mungkin
berasal dari manusia. Dan siapa lagi, kalau bukan dari Allah ?
REPRODUKSI MANUSIA DALAM QURAN
Adalah tidak mudah untuk mendapatkan ide reproduksi
dalam Quran. Kesulitan pertama adalah ayat-ayat yang mengenai soal ini tersebar
di seluruh Quran seperti yang kita lihat dalam soal-soal lain. Tetapi soal ini
tidak merupakan kesulitan besar. Yang dapat menyesatkan seorang penyelidik
adalah soal arti kata (vocabulary).
Pada waktu sekarang terdapat terjemahan-terjemahan
dan tafsiran tentang beberapa ayat yang memberi gambaran salah tentang wahyu
Quran mengenai hal-hal ilmiah. Kebanyakan terjemahan Quran menyebutkan
pembentukan manusia mulai dengan “segumpal darah” dan adherence (rangkaian) .
Penjelasan semacam itu sangat tak dapat diterima oleh seorang spesialis..
Manusia bukan begitu asal mulanya. Dalam ayat-ayat yang membicarakan menetapnya
telur dalam uterus (rahim) wanita, kita akan melihat kesalahan ahli-ahli
keislaman yang tidak mengetahui soal-soal ilmiah.
Keadaan semacam itu meyakinkan kita akan pentingnya
perpaduan antara pengetahuan bahasa dan pengetahuan ilmiah agar dapat mengerti
makna ayat Quran yang membicarakan reproduksi.
Quran menandaskan transformasi terus-menerus yang
dialami oleh embrio dalam uterus (rahim) si ibu.
Q.S.82 ayat 6-7:
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu
(berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang telah membentuk kamu
lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang.”
Q.S.71 ayat 13-14:
“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah ?
Padahal Dia sesungguhnya telah membentuk kamu dalam beberapa tingkatan
kejadian.”
Disamping pernyataan yang sangat umum, teks Quran
menarik perhatian kita mengenai soal-soal teks reproduksi, yang dapat kita
kelompokkan sebagai berikut:
1. Setitik cairan yang menyebabkan terjadinya
pembuahan (fecondation)
2. Kompleksitas cairan pembuah
3. Penanaman (nidasi) telur yang dibuahi dalam
rahim
4. Perkembangan (evolusi) embrio
I. SETITIK CAIRAN YANG DIBUTUHKAN UNTUK
PEMBUAHAN (FECONDATION)
Q.S.16 ayat 4:
“Dia telah membentuk manusia dari nuthfah (sejumlah
kecil bagian sesuatu).”
Kata (bahasa Arab) “nuthfah” ditemukan sebelas kali
dalam Quran. Kata nuthfah diterjemahkan di sini sebagai “sejumlah amat kecil”
bahagian dari total volume suatu zat. Barangkali hal ini bukanlah penerjemahan
yang paling ideal. Tetapi tampaknya tak ada satu kata dalam bahasa Indonesia
pun yang bisa sepenuhnya menangkap makna penuhnya dari kata tersebut. Kata
tersebut berasal dari kata kerja bahasa Arab yang berarti “jatuh bertitik atau
menetes”, yang berasal dari akar kata yang berarti: mengalir. Arti utamanya
merujuk kepada jejak cairan yang tertinggal di dasar suatu ember setelah ember
tersebut dikosongkan. Jadi kata itu menunjukkan setetes kecil, dan disini
berarti setitik cairan sperma, karena dalam ayat lain diterangkan bahwa setitik
itu adalah setitik sperma. Kata bahasa Arab ‘Maniy’ berarti sperma.
Q.S.75 ayat 37:
“Bukankah manusia dahulu merupakan nuthfah
(sejumlah kecil bagian) dari maniy (sperma) yang ditumpahkan.”
Dengan kata lain penunjukan nuthfah berarti hanya
sebahagian kecil (setitik) saja dari total volume cairan mani (sperma) tersebut
yang dibutuhkan dalam proses pembentukan manusia. Jadi Quran telah menyampaikan
gagasan bahwa kemampuan sperma untuk membuahi tidak bergantung pada besarnya
volume cairan yang disemburkan. Dan gagasan tersebut terbukti benar dengan
ditemukannya kemaujudan spermatozoa di awal abad ke-17, yang mana identitas
unsur pembuah ini diukur hanya dalam satuan-satuan perseribu milimeter.
Proses reproduksi manusia berlangsung dalam suatu
rangkaian yang dimulai dengan pembuahan di dalam tabung Falopia (pembuluh
lembut yang menghubungkan rahim dengan daerah indung telur). Suatu sel telur
yang telah memisahkan dirinya dari indungnya di tengah perjalanan (melalui
siklus menstrual), dibuahi oleh suatu sel yang berasal dari pria, yaitu
spermatozoa. Dari berpuluh-puluh juta spermatozoa yang terkandung dalam satu
sentimeter kubik sperma, hanya dibutuhkan satu spermatozoa saja untuk menjamin
terjadinya pembuahan. Dengan kata lain proses ini sesuai dengan gagasan Quran
bahwa hanya sejumlah sangat kecil dari cairan sperma yang berperan dalam proses
pembuahan.
Suatu ayat lain menunjukkan bahwa setitik sperma
itu ditaruh di tempat yang tetap (Qarar) yang berarti alat kelamin.
Q.S.23 ayat 13:
“Kemudian Kami jadikan nutfah (setitik sperma) itu
(disimpan) dalam ‘makin’ (tempat yang kokoh/ rahim).”
Perlu ditambahkan di sini bahwa kata sifat “makin”
tak dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kata tersebut
menunjukkan tempat yang terhormat, tinggi, dan kokoh. Bagaimanapun maksudnya
adalah tempat membesarnya manusia dalam organisme ibu.
Spermatozoa mengandung pita DNA, hal ini pada
gilirannya membentuk kendaraan bagi gen-gen dari sang ayah untuk bersatu dengan
gen-gen dari sang ibu untuk membentuk warisan genetik bagi calon manusia.
Gen-gen yang terkandung di dalam sel reproduksi pria, akan bergabung dengan gen-gen
sel reproduksi wanita, membentuk faktor-faktor yang akan menentukan berbagai
kekhasan calon manusia itu.
Saat penyusutan kromatik berlangsung, spermatozoa
itu membawa gen-gen yang mengandung faktor-faktor yang menentukan apakah calon
manusia itu akan berjenis kelamin laki-laki (hemicromosom Y), atau wanita
(hemicromosom X). Jika satu spermatozoa yang benar-benar berhasil membuahinya,
mengandung hemicromosom Y, maka calon anak tersebut akan menjadi anak
laki-laki. Jika spermatozoa yang menembus sel telur mengandung hemicromosom X,
maka calon anak tersebut akan menjadi anak perempuan.
Oleh karena itu jenis kelamin seseorang, secara
genetik, ditentukan pada saat terjadi pembuahan. Al Quran mengandung pernyataan
mengenai masalah tersebut sebagaimana berikut:
Q.S.80 ayat 19:
“Dari nutfah (setitik bagian), (Tuhan) khalaqa
(membentuknya dalam proporsi yang tepat), lalu faqoddaroh (menentukannya).”
Kata “khalaqa” yang biasanya diterjemahkan dengan
kata kerja “menciptakan”, lebih tepat kalau diterjemahkan (sesuai arti aslinya)
yaitu “membentuk dengan proporsi yang sesuai.” Kita tentu mesti mengakui bahwa
dalam hal ini ditemukan kesesuaian yang mencengangkan antara
pernyataan-pernyataan dalam Quran dengan fakta-fakta ilmiah di atas, juga fakta
bahwa warisan genetik yang diterima dari ayahlah yang menentukan jenis kelamin
seseorang.
II. KOMPLEKSITAS CAIRAN PEMBUAH
Q.S.76 ayat 2:
“Sungguh Kami telah membentuk manusia dari nuthfah
(setitik sperma) amsyaj (cairan yang bercampur).”
Istilah ‘cairan-cairan yang bercampur’ berkaitan
dengan kata Arab “Amsyaj”. ‘Cairan-cairan yang bercampur’ yang dirujuk oleh Al
Quran hanya khas bagi cairan sperma yang kompleks. Seperti kita ketahui, cairan
ini terdiri atas keluaran-keluaran getah dari kelenjar-kelenjar berikut ini:
a. Testis (buah pelir), pengeluaran kelenjar
kelamin lelaki yang mengandung spermatozoa yakni sel panjang yang berekor dan
berenang dalam cairan serolite.
b. Kantong-kantong benih (besicules seminates);
organ ini merupakan tempat menyimpan spermatozoa, tempatnya dekat prostrat;
organ ini juga mengeluarkan cairan tetapi sifatnya tidak membuahi. Prostrat,
mengeluarkan cairan yang memberi sifat krem serta bau khusus kepada sperma.
c. Kelenjar-kelenjar yang melekat pada saluran
kencing. Kelenjar Cooper atau Mery mengeluarkan cairan yang melekat, dan
kelenjar Lettre mengeluarkan semacam lendir.
Itulah unsur-unsur campuran yang disebut dalam
Quran.
Cairan benih dan spermatozoa diproduksi oleh buah
pelir dan untuk waktu tertentu disimpan di dalam suatu sistem saluran dan tandon.
Ketika terjadi kontak seksual, spermatozoa itu berpindah dari tempat
penyimpanannya ke saluran kencing, dan di tengah jalan, cairan tersebut
diperkaya dengan keluaran-keluaran getah lebih lanjut. Keluaran-keluaran getah
ini yang meskipun tidak mengandung unsur-unsur pembuah, akan memberikan suatu
pengaruh besar atas pembuahan tersebut dengan membantu sperma untuk sampai ke
tempat sel telur wanita yang akan dibuahi. Dengan demikian, cairan sperma itu
merupakan suatu campuran: ia mengandung cairan benih dan berbagai keluaran
getah tambahan.
Al Quran masih menyebut hal-hal lain. Ia juga
menjelaskan kepada kita bahwa unsur pembuah pria berasal dari cairan sperma
yang bersifat hina.
Q.S.32 ayat 8:
“(Tuhan) menjadikan keturunannya (manusia) dari
sulalat (saripati) maa’ (cairan) yang mahin (hina)”
Kata sifat ‘yang hina’ (mahin di dalam bahasa Arab)
mesti diterapkan tidak saja pada sifat cairan itu sendiri melainkan juga pada
fakta bahwa ia disemprotkan melalui saluran kencing.
Mengenai kata ‘saripati’ atau suatu komponen bagian
dari komponen yang lain, kita sekali lagi bertemu dengan kata Arab “sulalat”,
yang pernah dibahas dalam tulisan saya terdahulu “Teori Evolusi dalam Quran”.
Hal ini menunjuk pada ‘sesuatu bahan yang diambil dari bahan lain’, dan
merupakan ‘bagian terbaik dari bahan itu. Bagaimanapun cara menterjemahkannya,
maksudnya adalah satu bagian daripada suatu keseluruhan bahan tersebut. Konsep
yang diungkapkan disini, tidak bisa tidak, membuat kita berpikir tentang
spermatozoa.
Yang menyebabkan pembuahan telor atau memungkinkan
reproduksi adalah sebuah sel panjang yang besarnya 1/10.000 (sepersepuluh ribu)
milimeter. Satu daripada beberapa juta sel yang dikeluarkan oleh manusia dalam
keadaan normal dapat masuk dalam telor wanita (ovule). Sebagian besar sisa
lainnya tetap dijalan dan tidak sampai ke trayek yang menuntun dari kelamin
wanita sampai ke telor (ovule) di dalam rongga rahim (uterus dan trompe).
Dengan begitu maka hanya bagian sangat kecil daripada cairan yang menunjukkan
aktivitas sangat kompleks.
Bagaimana kita tidak terpukau oleh persesuaian
antara teks Quran dengan pengetahuan ilmiah yang kita miliki sekarang.
III. PENANAMAN (NIDASI) TELUR YANG DIBUAHI
DALAM RAHIM
Telor yang sudah dibuahkan dalam “Trompe” turun
bersarang di dalam rongga rahim (cavum uteri). Inilah yang dinamakan
“bersarangnya Telur”. Quran menamakan uterus tempat telor dibuahkan itu Rahim
(kata jamaknya Arham).
Q.S.22 ayat 5:
“Dan Kami tetapkan dalam ‘arham’ (rahim) apa yang
kamu kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan.”
Begitu sel telur dibuahi, ia turun ke rahim melalui
tabung Falopia; bahkan pada saat ia turun itulah, ia telah mulai terpecah.
Kemudian ‘menanamkan’ dirinya dengan menyusup ke dalam ketebalan atau
kekentalan lendir dan otot-otot, begitu tembuni terbentuk. Menetapnya telur
dalam rahim terjadi karena tumbuhnya jonjot (villi) yakni perpanjangan telor
yang akan mengisap dari dinding rahim, zat yang perlu bagi membesarnya telor,
sebagaimana akar tumbuhan masuk ke dalam tanah. Pertumbuhan semacam ini
mengokohkan telor dalam rahim. Pengetahuan tentang hal ini baru diperoleh
manusia pada zaman modern.
Penanaman sel telur yang telah dibuahi di dalam
rahim disebutkan dalam banyak ayat Al Quran. Kata Arab yang digunakan dalam
konteks ini adalah ‘alaq’, yang arti tepatnya adalah ‘sebentuk lintah yang
menggantung/ melekat’ sebagaimana dalam ayat berikut ini:
Q.S.75 ayat 37-38:
“Bukankah (manusia) dahulu merupakan nuthfah
(setitik bagian) dari mani (sperma) yang ditumpahkan ? Kemudian ia menjadi
alaqah (sebentuk lintah yang menggantung); lalu Allah membentuknya (dalam
ukuran yang tepat dan selaras) dan menyempurnakannya.”
Merupakan suatu fakta yang kuat bahwa sel telur
yang dibuahi tertanam dalam lendir rahim kira-kira pada hari keenam setelah
pembuahan mengikutinya dan secara anatomis sungguh telur tersebut bentuknya
benar-benar menyerupai lintah yang menggantung/ melekat.
Gagasan tentang ‘kebergantungan’ mengungkapkan arti
asli kata dalam bahasa Arab ‘alaq. Salah satu turunan dari kata tersebut adalah
‘segumpal darah’, suatu penafsiran yang masih kita temukan sekarang dalam
terjemahan-terjemahan Al Quran. Hal ini sepenuhnya merupakan terjemahan yang
tidak tepat dari pengulas-pengulas zaman dahulu yang melakukan penafsiran
menurut arti turunan kata tersebut. Karena kurangnya pengetahuan pada waktu
itu, maka mereka tak pernah menyadari bahwa arti asli kata tersebut yang
berarti ‘sebentuk lintah yang menggantung/ melekat’ sudah sepenuhnya memadai.
Di samping itu, dalam ayat-ayat yang mengandung pengetahuan modern, ada satu kaidah
umum yang terbukti tak pernah salah, yaitu bahwa makna paling tua dari suatu
kata selalu merupakan arti yang dengan jelas menunjukkan kesetaraannya dengan
penemuan-penemuan ilmiah, sedang arti turunan-turunannya secara berubah-ubah
membawa kepada pernyataan-pernyataan yang tidak tepat atau malah sama sekali
tak punya arti.
IV. EVOLUSI EMBRIO DI DALAM RAHIM
Segera setelah berevolusi melampaui tahap yang
dicirikan di dalam Al Quran oleh kata sederhana alaqah, embrio menurut Al
Quran, melewati satu tahap selanjutnya yang di dalamnya secara harfiah tampak
seperti daging yang digulung-gulung (mirip daging yang dikunyah), kemudian
nampaklah tulang yang diselubungi dengan daging (yang segar).
Sebagaimana kita ketahui ia terus tampak demikian
sampai kira-kira hari kedua puluh ketika ia mulai secara bertahap mengambil
bentuk manusia. Jaringan-jaringan tulang dan tulang-belulang mulai tampak dalam
embrio itu yang secara berturutan diliputi oleh otot-otot. Gagasan ini
diungkapkan dalam Al Quran sebagai berikut:
Q.S.23 ayat 14:
“Kemudian ‘nutfah’ (setitik bahan dari mani) itu
Kami bentuk menjadi ‘alaqah’ (sebentuk lintah yang menggantung), lalu ‘alaqah’
itu Kami bentuk menjadi ‘mudlghah’ (daging yang digulung-gulung), dan
‘mudlghah’ itu Kami bentuk menjadi ‘idham’ (tulang belulang), lalu ‘idham’ itu
Kami bungkus dengan ‘lahm’ (daging yang utuh). Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang berbentuk lain. Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
Dua tipe daging yang diberi dua nama yang berbeda
di dalam Al Quran, yang pertama ‘daging yang digulung-gulung/ dikunyah’ disebut
sebagai ‘mudlghah’, sedang yang kedua ‘daging yang sudah utuh/ segar’
ditunjukkan oleh kata ‘lahm’ yang memang menguraikan secara amat tepat
bagaimana rupa otot itu. Jadi dari bentuk “mudlghah”, lalu berkembanglah sistem
tulang (mesenhyme). Tulang yang sudah terbentuk dibungkus dengan otot-otot,
inilah yang dimaksudkan dengan “lahm”.
Q.S.22 ayat 5:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang
kebangkitan (dari kubur) maka (ketahuilah) bahwasanya Kami telah membentuk kamu
dari Thurab (tanah), kemudian dari Nutfah (setitik sperma), kemudian dari
alaqah (sebentuk lintah yang melekat), kemudian dari mudlghah (daging yang
digulung-gulung) yang mukhallaq (seimbang proporsinya) dan ghairi mukhallaq
(yang kurang seimbang proporsinya), agar Kami jelaskan kepada kamu.”
Arti kata bahasa Arab “mukhallaq” berarti “dibentuk
dengan proporsi seimbang”, sedang lawan katanya adalah “ghairi mukhallaq”.
Dalam perkembangan embrio, yang sebelumnya tampak telanjang sebagai suatu
kelemit daging yang tidak memiliki bagian-bagaian yang bisa dibedakan, kemudian
berkembang secara bertahap hingga mencapai satu bentuk manusia. Dan selama
tahap-tahap ini ada bagian-bagian yang seimbang, namun ada pula bagian-bagian
tertentu lainnya yang muncul tidak seimbang proporsinya: seperti kepala agak
lebih besar volumenya dibanding bagian-bagian tubuh lainnya. Namun akhirnya hal
ini akan menyusut, sedang struktur penopang hidup dasar membentuk kerangka yang
dikelilingi otot-otot, sistem syaraf, sistem peredar, isi perut (bagian dalam
tubuh) dan sebagainya.
Al Quran juga menyebutkan munculnya indra-indra dan
bagian-bagian dalam tubuh.
Q.S.32 ayat 9:
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam
(tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagimu pendengaran,
penglihatan, dan hati; tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.”
Quran juga menyebutkan terbentuknya seks (ciri
kelamin):
Q.S.53 ayat 45-46:
“Dan bahwasanya Dia-lah yang menciptakan
berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari nutfah (setitik mani) yang
dipancarkan/ ditumpahkan.”
http://cc.domaindlx.com/ilma/teori.htm
Seorang ahli embriologi dari Amerika, kagum bahwa Al Quran memuat masalah
pertumbuhan janin jauh sebelum ilmu pengetahuan menemukannya. Itulah yang
membuatnya kemudian memilih muslim. Ketika Dr. Keith L. Moore, ahli embriologi
terkenal dari Amerika membaca suatu tulisan bahwa dalam Al Quran, memuat ihwal
pertumbuhan janin dari masa pembuahan hingga lahir, ia memang sulit percaya.
Sebab, menurutnya, pengetahuan embriologi baru dikenal belakangan, terutama
sejak diketemukannya mikroskop dan piranti-piranti canggih ilmu kedokteran
modern lainnya. Tapi ketika doktor dari Toronto,
Kanada, itu kemudian membaca dan mempelajarinya apa yang ia herankan dari Al
Quran, ia berbalik terkagum-kagum. Benar, dalam Al Quran, diakuinya memuat
ayat-ayat yang berbicara tentang embriologi secara lengkap dan tuntas.
“Apa yang tercantum dalam Al Quran itu sungguh tidak mungkin terjangkau oleh
pengetahuan medis pada abad ketujuh Masehi. Ini suatu mukjizat,” katanya.
Berdasarkan itulah, antara lain, membuat Dr. Keith L. Moore kemudian memutuskan untuk menganut
agama Islam, menjadi seorang muslim.
Kini Dr. Keith L. Moore ikut aktif menangani publikasi Perhimpunan Medika
Islam Amerika Utara, Downers Grove,
Illinois, USA.
Ia adalah seorang ahli embriologi dari Toronto,
Kanada. Pada ulang tahun ke-18 Perhimpunan Medika Islam di Niagara Falls, New
York, muallaf yang relatif belum lama menjadi muslim itu mengatakan bahwa
referensi tentang perkembangan dan reproduksi manusia tersebar di berbagai ayat
Al Quran. Sejalan dengan perjalanan ilmu pengetahuan yang merayap terlalu
lambat, arti ayat-ayat tersebut baru bisa ditafsirkan semestinya pada masa-masa
belakangan.
Dimulai dari surah 39 Azzumar ayat 6, keyakinan Dr. Keith L. Moore itu
berdasarkan tempat pijaknya dengan kokoh. Ayat itu berbunyi:
“Dia menciptakan kamu dari satu makhluk lalu dijadikan-Nya dari makhluk itu
pasangannya. (Dan Dia menurunkan untukmu delapan pasang binatang ternak). Dia
membentuk kamu dalam perut ibu-ibumu melalui tahap-tahap penciptaan dalam tiga lipat
kegelapan (kegelapan dalam perut, dalam rahim, dan dalam selaput yang menutupi
janin). Itulah Allah, Tuhanmu, yang memiliki kekuasaan, tiada tuhan selain Dia.
Jadi mengapakah kamu berpaling ?”
Diteruskan dengan menelusuri surah 23 al Mukminun ayat 13 dan 14, “Kemudian
Kami tempatkan dia sebagai setitik bibit dalam penyimpanan yang kuat. Lalu
bibit itu Kami jadikan segumpal darah, Kami bentuk pula gumpalan darah itu
menjadi segumpal daging, dan dari gumpalan daging itu Kami jadikan lagi
tulang-belulang, dan tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging, dari
situlah Kami ciptakan makhluk yang lain. Maka sucikanlah Allah sebagai Pencipta
paling baik.”
Berikutnya, Dr. Keith L. Moore membacakan ayat 5 dari surah ke-22. Di sana
Allah berfirman, “Wahai manusia, apabila kamu ragu-ragu mengenai Hari
Kebangkitan, ingatlah, Kami ciptakan kamu dari debu , lalu dari setetes nutfah,
lalu dari segumpal daging, yang telah berbentuk maupun yang belum berbentuk,
supaya menjadi jelas bagimu. Lantas Kami mukimkan di dalam rahim sesuai
kehendak Kami hingga waktu yang telah ditentukan. Kemudian Kami keluarkan kamu
sebagai bayi, yang berangsur-angsur mencapai kedewasaan. Ada yang mati muda diantara kamu, ada pula
yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, sehingga ia tidak tahu apa-apa lagi
terhadap semua yang pernah diketahuinya. Bukankah kamu lihat bumi ini kering,
tetapi bila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi ini dengan subur,
serta menumbuhkan berbagai tanaman yang indah-indah dari tiap pasangannya.”
Menurut Dr. Moore, illustrasi tentang fetus (embrio
yang telah berkembang) di dalam uterus (peranakan), baru muncul pertama kali
pada abad 15 M, oleh Leonardo da Vinci. Memang pada abad kedua, Galen pernah
menggambarkan tentang plasenta dan selaput-selaput janin dalam buku, “On the
Formation of the Foetus”, namun jauh berbeda dengan yang diuraikan pada abad
ketujuh Masehi. Dan kala itu, para ahli kedokteran telah mengetahui bahwa
embrio manusia berkembang di dalam uterus. Tetapi tidak seorangpun mengetahui
bahwa perkembangan tersebut berlangsung secara bertahap. Malah pada abad kelima
belas pun belum didiskusikan, apalagi digambarkan. Setelah mikroskop ditemukan
oleh Leeuwenhook pada abad keenam belas, barulah uraian tentang tahap-tahap
permulaan embrio ayam mulai diselidiki para ahli.
Pengetahuan mengenai pentahapan embrio manusia tidak terbayangkan hingga
abad 20 ketika Streeter (1941) dan O’Rahilly (1972) mengembangkan sistem
pentahapan yang pertama kali. Lebih-lebih, tentang tiga lipat kegelapan, yang
ternyata dimaksudkan kepada tiga pelapisan. Yaitu dalam lapisan dinding perut,
dinding rahim, dan selaput janin.
Dari pengertian etimologis, sebenarnya “alaqah” yang biasanya diterjemahkan
dengan segumpal darah lebih memberat kepada pengisap darah, yaitu lintah. Padahal
tidak ada pengumpamaan yang lebih tepat ketika embrio berada pada tahap ini
(7-24 hari) selain seperti lintah menggelantung di kulit, baik keadaannya yang
seolah menggelantung di dinding uterus, maupun sumber hidupnya. Sebagaimana
sumber makanan lintah dari darah manusia yang ditempelinya. Begitu pula janin.
Sumber makanannya adalah dari darah sang ibu. Ajaibnya, jika janin dalam tahap
ini diperbesar menggunakan mikroskop, bentuknya memang betul-betul menyerupai
lintah.
Mengingat pada abad ke-7 itu belum ada mikroskop ataupun lensa pembesar,
maka pengetahuan tentang embrio manusia yang mirip lintah itu tidak mungkin
berasal dari manusia. Dan siapa lagi, kalau bukan dari Allah ?
REPRODUKSI MANUSIA DALAM QURAN
Adalah tidak mudah untuk mendapatkan ide reproduksi
dalam Quran. Kesulitan pertama adalah ayat-ayat yang mengenai soal ini tersebar
di seluruh Quran seperti yang kita lihat dalam soal-soal lain. Tetapi soal ini
tidak merupakan kesulitan besar. Yang dapat menyesatkan seorang penyelidik
adalah soal arti kata (vocabulary).
Pada waktu sekarang terdapat terjemahan-terjemahan
dan tafsiran tentang beberapa ayat yang memberi gambaran salah tentang wahyu
Quran mengenai hal-hal ilmiah. Kebanyakan terjemahan Quran menyebutkan
pembentukan manusia mulai dengan “segumpal darah” dan adherence (rangkaian) .
Penjelasan semacam itu sangat tak dapat diterima oleh seorang spesialis..
Manusia bukan begitu asal mulanya. Dalam ayat-ayat yang membicarakan menetapnya
telur dalam uterus (rahim) wanita, kita akan melihat kesalahan ahli-ahli
keislaman yang tidak mengetahui soal-soal ilmiah.
Keadaan semacam itu meyakinkan kita akan pentingnya
perpaduan antara pengetahuan bahasa dan pengetahuan ilmiah agar dapat mengerti
makna ayat Quran yang membicarakan reproduksi.
Quran menandaskan transformasi terus-menerus yang
dialami oleh embrio dalam uterus (rahim) si ibu.
Q.S.82 ayat 6-7:
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu
(berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang telah membentuk kamu
lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang.”
Q.S.71 ayat 13-14:
“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah ?
Padahal Dia sesungguhnya telah membentuk kamu dalam beberapa tingkatan
kejadian.”
Disamping pernyataan yang sangat umum, teks Quran
menarik perhatian kita mengenai soal-soal teks reproduksi, yang dapat kita
kelompokkan sebagai berikut:
1. Setitik cairan yang menyebabkan terjadinya
pembuahan (fecondation)
2. Kompleksitas cairan pembuah
3. Penanaman (nidasi) telur yang dibuahi dalam
rahim
4. Perkembangan (evolusi) embrio
I. SETITIK CAIRAN YANG DIBUTUHKAN UNTUK
PEMBUAHAN (FECONDATION)
Q.S.16 ayat 4:
“Dia telah membentuk manusia dari nuthfah (sejumlah
kecil bagian sesuatu).”
Kata (bahasa Arab) “nuthfah” ditemukan sebelas kali
dalam Quran. Kata nuthfah diterjemahkan di sini sebagai “sejumlah amat kecil”
bahagian dari total volume suatu zat. Barangkali hal ini bukanlah penerjemahan
yang paling ideal. Tetapi tampaknya tak ada satu kata dalam bahasa Indonesia
pun yang bisa sepenuhnya menangkap makna penuhnya dari kata tersebut. Kata
tersebut berasal dari kata kerja bahasa Arab yang berarti “jatuh bertitik atau
menetes”, yang berasal dari akar kata yang berarti: mengalir. Arti utamanya
merujuk kepada jejak cairan yang tertinggal di dasar suatu ember setelah ember
tersebut dikosongkan. Jadi kata itu menunjukkan setetes kecil, dan disini
berarti setitik cairan sperma, karena dalam ayat lain diterangkan bahwa setitik
itu adalah setitik sperma. Kata bahasa Arab ‘Maniy’ berarti sperma.
Q.S.75 ayat 37:
“Bukankah manusia dahulu merupakan nuthfah
(sejumlah kecil bagian) dari maniy (sperma) yang ditumpahkan.”
Dengan kata lain penunjukan nuthfah berarti hanya
sebahagian kecil (setitik) saja dari total volume cairan mani (sperma) tersebut
yang dibutuhkan dalam proses pembentukan manusia. Jadi Quran telah menyampaikan
gagasan bahwa kemampuan sperma untuk membuahi tidak bergantung pada besarnya
volume cairan yang disemburkan. Dan gagasan tersebut terbukti benar dengan
ditemukannya kemaujudan spermatozoa di awal abad ke-17, yang mana identitas
unsur pembuah ini diukur hanya dalam satuan-satuan perseribu milimeter.
Proses reproduksi manusia berlangsung dalam suatu
rangkaian yang dimulai dengan pembuahan di dalam tabung Falopia (pembuluh
lembut yang menghubungkan rahim dengan daerah indung telur). Suatu sel telur
yang telah memisahkan dirinya dari indungnya di tengah perjalanan (melalui
siklus menstrual), dibuahi oleh suatu sel yang berasal dari pria, yaitu
spermatozoa. Dari berpuluh-puluh juta spermatozoa yang terkandung dalam satu
sentimeter kubik sperma, hanya dibutuhkan satu spermatozoa saja untuk menjamin
terjadinya pembuahan. Dengan kata lain proses ini sesuai dengan gagasan Quran
bahwa hanya sejumlah sangat kecil dari cairan sperma yang berperan dalam proses
pembuahan.
Suatu ayat lain menunjukkan bahwa setitik sperma
itu ditaruh di tempat yang tetap (Qarar) yang berarti alat kelamin.
Q.S.23 ayat 13:
“Kemudian Kami jadikan nutfah (setitik sperma) itu
(disimpan) dalam ‘makin’ (tempat yang kokoh/ rahim).”
Perlu ditambahkan di sini bahwa kata sifat “makin”
tak dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kata tersebut
menunjukkan tempat yang terhormat, tinggi, dan kokoh. Bagaimanapun maksudnya
adalah tempat membesarnya manusia dalam organisme ibu.
Spermatozoa mengandung pita DNA, hal ini pada
gilirannya membentuk kendaraan bagi gen-gen dari sang ayah untuk bersatu dengan
gen-gen dari sang ibu untuk membentuk warisan genetik bagi calon manusia.
Gen-gen yang terkandung di dalam sel reproduksi pria, akan bergabung dengan gen-gen
sel reproduksi wanita, membentuk faktor-faktor yang akan menentukan berbagai
kekhasan calon manusia itu.
Saat penyusutan kromatik berlangsung, spermatozoa
itu membawa gen-gen yang mengandung faktor-faktor yang menentukan apakah calon
manusia itu akan berjenis kelamin laki-laki (hemicromosom Y), atau wanita
(hemicromosom X). Jika satu spermatozoa yang benar-benar berhasil membuahinya,
mengandung hemicromosom Y, maka calon anak tersebut akan menjadi anak
laki-laki. Jika spermatozoa yang menembus sel telur mengandung hemicromosom X,
maka calon anak tersebut akan menjadi anak perempuan.
Oleh karena itu jenis kelamin seseorang, secara
genetik, ditentukan pada saat terjadi pembuahan. Al Quran mengandung pernyataan
mengenai masalah tersebut sebagaimana berikut:
Q.S.80 ayat 19:
“Dari nutfah (setitik bagian), (Tuhan) khalaqa
(membentuknya dalam proporsi yang tepat), lalu faqoddaroh (menentukannya).”
Kata “khalaqa” yang biasanya diterjemahkan dengan
kata kerja “menciptakan”, lebih tepat kalau diterjemahkan (sesuai arti aslinya)
yaitu “membentuk dengan proporsi yang sesuai.” Kita tentu mesti mengakui bahwa
dalam hal ini ditemukan kesesuaian yang mencengangkan antara
pernyataan-pernyataan dalam Quran dengan fakta-fakta ilmiah di atas, juga fakta
bahwa warisan genetik yang diterima dari ayahlah yang menentukan jenis kelamin
seseorang.
II. KOMPLEKSITAS CAIRAN PEMBUAH
Q.S.76 ayat 2:
“Sungguh Kami telah membentuk manusia dari nuthfah
(setitik sperma) amsyaj (cairan yang bercampur).”
Istilah ‘cairan-cairan yang bercampur’ berkaitan
dengan kata Arab “Amsyaj”. ‘Cairan-cairan yang bercampur’ yang dirujuk oleh Al
Quran hanya khas bagi cairan sperma yang kompleks. Seperti kita ketahui, cairan
ini terdiri atas keluaran-keluaran getah dari kelenjar-kelenjar berikut ini:
a. Testis (buah pelir), pengeluaran kelenjar
kelamin lelaki yang mengandung spermatozoa yakni sel panjang yang berekor dan
berenang dalam cairan serolite.
b. Kantong-kantong benih (besicules seminates);
organ ini merupakan tempat menyimpan spermatozoa, tempatnya dekat prostrat;
organ ini juga mengeluarkan cairan tetapi sifatnya tidak membuahi. Prostrat,
mengeluarkan cairan yang memberi sifat krem serta bau khusus kepada sperma.
c. Kelenjar-kelenjar yang melekat pada saluran
kencing. Kelenjar Cooper atau Mery mengeluarkan cairan yang melekat, dan
kelenjar Lettre mengeluarkan semacam lendir.
Itulah unsur-unsur campuran yang disebut dalam
Quran.
Cairan benih dan spermatozoa diproduksi oleh buah
pelir dan untuk waktu tertentu disimpan di dalam suatu sistem saluran dan tandon.
Ketika terjadi kontak seksual, spermatozoa itu berpindah dari tempat
penyimpanannya ke saluran kencing, dan di tengah jalan, cairan tersebut
diperkaya dengan keluaran-keluaran getah lebih lanjut. Keluaran-keluaran getah
ini yang meskipun tidak mengandung unsur-unsur pembuah, akan memberikan suatu
pengaruh besar atas pembuahan tersebut dengan membantu sperma untuk sampai ke
tempat sel telur wanita yang akan dibuahi. Dengan demikian, cairan sperma itu
merupakan suatu campuran: ia mengandung cairan benih dan berbagai keluaran
getah tambahan.
Al Quran masih menyebut hal-hal lain. Ia juga
menjelaskan kepada kita bahwa unsur pembuah pria berasal dari cairan sperma
yang bersifat hina.
Q.S.32 ayat 8:
“(Tuhan) menjadikan keturunannya (manusia) dari
sulalat (saripati) maa’ (cairan) yang mahin (hina)”
Kata sifat ‘yang hina’ (mahin di dalam bahasa Arab)
mesti diterapkan tidak saja pada sifat cairan itu sendiri melainkan juga pada
fakta bahwa ia disemprotkan melalui saluran kencing.
Mengenai kata ‘saripati’ atau suatu komponen bagian
dari komponen yang lain, kita sekali lagi bertemu dengan kata Arab “sulalat”,
yang pernah dibahas dalam tulisan saya terdahulu “Teori Evolusi dalam Quran”.
Hal ini menunjuk pada ‘sesuatu bahan yang diambil dari bahan lain’, dan
merupakan ‘bagian terbaik dari bahan itu. Bagaimanapun cara menterjemahkannya,
maksudnya adalah satu bagian daripada suatu keseluruhan bahan tersebut. Konsep
yang diungkapkan disini, tidak bisa tidak, membuat kita berpikir tentang
spermatozoa.
Yang menyebabkan pembuahan telor atau memungkinkan
reproduksi adalah sebuah sel panjang yang besarnya 1/10.000 (sepersepuluh ribu)
milimeter. Satu daripada beberapa juta sel yang dikeluarkan oleh manusia dalam
keadaan normal dapat masuk dalam telor wanita (ovule). Sebagian besar sisa
lainnya tetap dijalan dan tidak sampai ke trayek yang menuntun dari kelamin
wanita sampai ke telor (ovule) di dalam rongga rahim (uterus dan trompe).
Dengan begitu maka hanya bagian sangat kecil daripada cairan yang menunjukkan
aktivitas sangat kompleks.
Bagaimana kita tidak terpukau oleh persesuaian
antara teks Quran dengan pengetahuan ilmiah yang kita miliki sekarang.
III. PENANAMAN (NIDASI) TELUR YANG DIBUAHI
DALAM RAHIM
Telor yang sudah dibuahkan dalam “Trompe” turun
bersarang di dalam rongga rahim (cavum uteri). Inilah yang dinamakan
“bersarangnya Telur”. Quran menamakan uterus tempat telor dibuahkan itu Rahim
(kata jamaknya Arham).
Q.S.22 ayat 5:
“Dan Kami tetapkan dalam ‘arham’ (rahim) apa yang
kamu kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan.”
Begitu sel telur dibuahi, ia turun ke rahim melalui
tabung Falopia; bahkan pada saat ia turun itulah, ia telah mulai terpecah.
Kemudian ‘menanamkan’ dirinya dengan menyusup ke dalam ketebalan atau
kekentalan lendir dan otot-otot, begitu tembuni terbentuk. Menetapnya telur
dalam rahim terjadi karena tumbuhnya jonjot (villi) yakni perpanjangan telor
yang akan mengisap dari dinding rahim, zat yang perlu bagi membesarnya telor,
sebagaimana akar tumbuhan masuk ke dalam tanah. Pertumbuhan semacam ini
mengokohkan telor dalam rahim. Pengetahuan tentang hal ini baru diperoleh
manusia pada zaman modern.
Penanaman sel telur yang telah dibuahi di dalam
rahim disebutkan dalam banyak ayat Al Quran. Kata Arab yang digunakan dalam
konteks ini adalah ‘alaq’, yang arti tepatnya adalah ‘sebentuk lintah yang
menggantung/ melekat’ sebagaimana dalam ayat berikut ini:
Q.S.75 ayat 37-38:
“Bukankah (manusia) dahulu merupakan nuthfah
(setitik bagian) dari mani (sperma) yang ditumpahkan ? Kemudian ia menjadi
alaqah (sebentuk lintah yang menggantung); lalu Allah membentuknya (dalam
ukuran yang tepat dan selaras) dan menyempurnakannya.”
Merupakan suatu fakta yang kuat bahwa sel telur
yang dibuahi tertanam dalam lendir rahim kira-kira pada hari keenam setelah
pembuahan mengikutinya dan secara anatomis sungguh telur tersebut bentuknya
benar-benar menyerupai lintah yang menggantung/ melekat.
Gagasan tentang ‘kebergantungan’ mengungkapkan arti
asli kata dalam bahasa Arab ‘alaq. Salah satu turunan dari kata tersebut adalah
‘segumpal darah’, suatu penafsiran yang masih kita temukan sekarang dalam
terjemahan-terjemahan Al Quran. Hal ini sepenuhnya merupakan terjemahan yang
tidak tepat dari pengulas-pengulas zaman dahulu yang melakukan penafsiran
menurut arti turunan kata tersebut. Karena kurangnya pengetahuan pada waktu
itu, maka mereka tak pernah menyadari bahwa arti asli kata tersebut yang
berarti ‘sebentuk lintah yang menggantung/ melekat’ sudah sepenuhnya memadai.
Di samping itu, dalam ayat-ayat yang mengandung pengetahuan modern, ada satu kaidah
umum yang terbukti tak pernah salah, yaitu bahwa makna paling tua dari suatu
kata selalu merupakan arti yang dengan jelas menunjukkan kesetaraannya dengan
penemuan-penemuan ilmiah, sedang arti turunan-turunannya secara berubah-ubah
membawa kepada pernyataan-pernyataan yang tidak tepat atau malah sama sekali
tak punya arti.
IV. EVOLUSI EMBRIO DI DALAM RAHIM
Segera setelah berevolusi melampaui tahap yang
dicirikan di dalam Al Quran oleh kata sederhana alaqah, embrio menurut Al
Quran, melewati satu tahap selanjutnya yang di dalamnya secara harfiah tampak
seperti daging yang digulung-gulung (mirip daging yang dikunyah), kemudian
nampaklah tulang yang diselubungi dengan daging (yang segar).
Sebagaimana kita ketahui ia terus tampak demikian
sampai kira-kira hari kedua puluh ketika ia mulai secara bertahap mengambil
bentuk manusia. Jaringan-jaringan tulang dan tulang-belulang mulai tampak dalam
embrio itu yang secara berturutan diliputi oleh otot-otot. Gagasan ini
diungkapkan dalam Al Quran sebagai berikut:
Q.S.23 ayat 14:
“Kemudian ‘nutfah’ (setitik bahan dari mani) itu
Kami bentuk menjadi ‘alaqah’ (sebentuk lintah yang menggantung), lalu ‘alaqah’
itu Kami bentuk menjadi ‘mudlghah’ (daging yang digulung-gulung), dan
‘mudlghah’ itu Kami bentuk menjadi ‘idham’ (tulang belulang), lalu ‘idham’ itu
Kami bungkus dengan ‘lahm’ (daging yang utuh). Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang berbentuk lain. Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
Dua tipe daging yang diberi dua nama yang berbeda
di dalam Al Quran, yang pertama ‘daging yang digulung-gulung/ dikunyah’ disebut
sebagai ‘mudlghah’, sedang yang kedua ‘daging yang sudah utuh/ segar’
ditunjukkan oleh kata ‘lahm’ yang memang menguraikan secara amat tepat
bagaimana rupa otot itu. Jadi dari bentuk “mudlghah”, lalu berkembanglah sistem
tulang (mesenhyme). Tulang yang sudah terbentuk dibungkus dengan otot-otot,
inilah yang dimaksudkan dengan “lahm”.
Q.S.22 ayat 5:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang
kebangkitan (dari kubur) maka (ketahuilah) bahwasanya Kami telah membentuk kamu
dari Thurab (tanah), kemudian dari Nutfah (setitik sperma), kemudian dari
alaqah (sebentuk lintah yang melekat), kemudian dari mudlghah (daging yang
digulung-gulung) yang mukhallaq (seimbang proporsinya) dan ghairi mukhallaq
(yang kurang seimbang proporsinya), agar Kami jelaskan kepada kamu.”
Arti kata bahasa Arab “mukhallaq” berarti “dibentuk
dengan proporsi seimbang”, sedang lawan katanya adalah “ghairi mukhallaq”.
Dalam perkembangan embrio, yang sebelumnya tampak telanjang sebagai suatu
kelemit daging yang tidak memiliki bagian-bagaian yang bisa dibedakan, kemudian
berkembang secara bertahap hingga mencapai satu bentuk manusia. Dan selama
tahap-tahap ini ada bagian-bagian yang seimbang, namun ada pula bagian-bagian
tertentu lainnya yang muncul tidak seimbang proporsinya: seperti kepala agak
lebih besar volumenya dibanding bagian-bagian tubuh lainnya. Namun akhirnya hal
ini akan menyusut, sedang struktur penopang hidup dasar membentuk kerangka yang
dikelilingi otot-otot, sistem syaraf, sistem peredar, isi perut (bagian dalam
tubuh) dan sebagainya.
Al Quran juga menyebutkan munculnya indra-indra dan
bagian-bagian dalam tubuh.
Q.S.32 ayat 9:
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam
(tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagimu pendengaran,
penglihatan, dan hati; tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.”
Quran juga menyebutkan terbentuknya seks (ciri
kelamin):
Q.S.53 ayat 45-46:
“Dan bahwasanya Dia-lah yang menciptakan
berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari nutfah (setitik mani) yang
dipancarkan/ ditumpahkan.”
http://cc.domaindlx.com/ilma/teori.htm
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as