Pentingnya Syahadatain
Ust.
Tizar zein
Maka ketahuilah,
sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah…..
(QS47:19)
Jumlah umat Islam
kini sangat banyak. Sebagian besar mereka terkategorikan sebagai Islam
keturunan atau kebetulan terlahir sebagai muslim dari orang tua. Kenyataan akan
jumlah yang banyak tidak berkorelasi dengan pemahamannya kepada Islam secara
benar, orisinil dan utuh. Hakikat memahami Islam dimulai dari memahami inti
sari ajarannya yaitu dua kalimat syahadah (syahadatain).
Kalimat tersebut terdiri dari Laa Ilaaha
Illallah dan Muhammadun Rasulullah.
Memahami keduanya sangat penting dan mendasar. Karena jika kita tak memahami
hakikat kalimat syahadah, kita dapat terjerembab ke dalam penyakit kebodohan
dan kemusyrikan.
Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari
bangunan keislamam seorang muslim. Jika fondasinya tidak kuat maka rumahnya pun
tidak akan kuat bertahan.
Ayat di atas, menjelaskan bahwa umat
Islam tidak dibenarkan hanya sekedar mengucapkan atau melafalkan dua kalimat
syahadah, tetapi seharusnya betul-betul memahaminya. Kata fa’lam berarti “maka
ketahuilah, ilmuilah….” Artinya
Allah memerintahkan untuk mengilmui atau memahami kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan sekedar mengucapkannya, tetapi dengan
yang pada gilirannya akan membentuk keyakinan (i’tiqod) dalam hati.
Pentingnya Syahadatain
Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa
hal:
1. Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu
ilal Islam)
Qs 2:108
Islam ibarat rumah atau bangunan atau
sistem hidup yang menyeluruh, dan Allah memerintahkan setiap muslim untuk masuk
secara kaaffah. Untuk memasukinya
akan melalui sebuah pintu gerbang, yaitu
syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman
Islam yang benar dimulai dari pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang benar atas
kedua kalimat ini mengantarkan manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyyah) yang benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta
alam.
2. Intisari doktrin
Islam (Khulasoh
ta’aliimil Islam)
Intisari ajaran Islam terdapat terdapat dalam dua kalimat
syahadah. Asyhadu anlaa ilaaha illallah
(Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah) dan asyhadu anna muhammadan rasulullah (Aku
bersaksi: sesungguhnya Muhammad Rasul Allah).
Pertama, kalimat syahadatain merupakan pernyataan proklamasi kemerdekaan
seorang hamba bahwa ibadah itu hanya milik dan untuk Allah semata (Laa ma’buda illallah), baik secara
pribadi maupun kolektif (berjamaah). Kemerdekaan yang bermakna membebaskan dari
segala bentuk kemusyrikan, kekafiran dan api neraka. Kita tidak mengabdi kepada bangsa, negara, wanita,
harta, perut, melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para ulama
menyimpulkan kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas prinsip kalimat laa ilaaha illallah
itulah kita hidup, kita mati dan akan dibangkitkan”. Rasulullah juga
bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku dan
Nabi-nabi sebelumku adalah Laa ilaaha illallah” (al-Hadist). Maka sering mengulang kalimat ini sebagai
dzikir yang diresapi dengan pemahaman yang benar ¾ bukan hanya melisankan ¾
adalah sebuah keutamaan yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang kuat,
membuat hamba menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya, perintah
Allah akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain
juga akan membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air yang suci.
Allah akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman dengan bersih,
yaitu hidup aman atau tentram dan mendapat petunjuk dari Allah. Sebagaimana Dia
berfirman dalam al-Qur’an: “Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah
orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (QS 6:82).
Kedua, kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
berarti kita seharusnya meneladani Rasulullah dalam beribadah kepada Allah.
Karena beliau adalah orang yang paling mengerti cara (kaifiyat) beribadah kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku
shalat…”. Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam
Islam.
3.
Dasar-dasar
Perubahan (Asasul inqilaab)
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan mendasar dalam
kehidupan manusia, yaitu perubahan dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya
(Islam); minazzuluumati ilannuur.
Perubahan yang dimaksud mencakup aspek keyakinan, pemikiran, dan hidupnya
secara keseluruhan, baik secara individu maupun masyarakat. Secara individu,
berubah dari ahli maksiat menjadi ahli ibadah yang taqwa; dari bodoh menjadi
pandai; dari kufur menjadi beriman, dst. Secara masyarakat, di bidang ibadah,
merubah penyembahan komunal berbagai berhala menjadi menyembah kepada Allah
saja. Dalam bidang ekonomi, merubah perekonomian riba menjadi sistem Islam
tanpa riba, dan begitu seterusnya di semua bidang. Syahadatain mampu merubah
manusia, sebagaimana ia telah merubah masyarakat di masa Rasulullah dan para
shahabat terdahulu. Diawali dengan memahami syahadatain dengan benar dan
mengajak manusia meninggalkan kejahiliyahan dalam semua aspeknya kepada
nilai-nilai Islam yang utuh.
4. Hakikat Da’wah para Rasul (Haqiqotud
Da’watir Rasul)
Para nabi, sejak Adam AS sampai Muhammad
SAW, berda’wah dengan misi yang sama, mengajak manusia pada doktrin dan ajaran
yang sama yaitu untuk beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti yang sama dengan kalimat syahadatain,
bahwa tiada Ilaah selain Allah semata. Seperti difirmankan Allah SWT: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhi
thogut itu” (QS 16:36)
5. Keutamaan yang Besar (Fadhooilul
‘Azhim)
Kalimat syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, menjanjikan keutamaan yang besar. Keutamaan itu dapat berupa moral
maupun material; kebahagiaan di dunia juga di akhirat; mendapatkan jaminan
syurga serta dihindarkan dari panasnya neraka.
Makna
Asyhadu
Kata asyahdu yang
terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
1. Pernyataan / Ikrar (al-I’laan
atau al-Iqroor)
Seorang yang bersyahadah
berarti dia berikrar atau menyatakan ¾ bukan hanya mengucapkan ¾ kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada
Ilaah Selain Allah.
2. Sumpah (al-Qossam)
Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah ¾
suatu kesediaan yang siap menerima akibat dan resiko apapun ¾
bahwa tiada Ilaah selain Allah saja dan Muhammad adalah utusan Allah.
3. Janji (al-Wa’du atau
al-‘Ahdu)
Yaitu janji setia akan
keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji tersebut kelak akan
dipertanggungjawabkan dihadapan Allah (QS ?).
Syahadah muslim yang
dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan janji suci,sekaligus sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan.
Iman adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan
terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).
Hakikat Iman
Keimanan itu
bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:
1.
Dikatakan
dengan lisan (al-Qoul)
Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh
keyakinan. Semua perkataan yang keluar dari lisan mu’min senantiasa baik dan
mengandung hikmah.
2.
Dibenarkan
dengan hati (at-tashdiiq)
Hati adalah lahan menyemai benih-benih
keimanan. Semua yang keluar dari lisan digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan
dicerminkan dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hadist Bukhori digambar oleh
Nabi SAW bahwa: “Ilmu (hidayah) yang Aku
bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang subur menumbuhkan tanaman, ada
tanah yang tidak menumbuhkan hanya menampung air, ada jenis tanah yang gersang,
tidak menumbuhkan juga tidak menampung”.
Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati
manusia menjadi tiga, yaitu hati orang mu’min (QS 26: 89), hati orang kafir (QS
2: 7) dan hati orang munafiq (QS 2:
10). Hati orang kafir yang tertutup dan hati munafik yang
berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qolb). Sedangkan hati orang mu’min itulah yang
dimaksud Rasulullah SAW sebagai tanah yang subur yang dapat menumbuhkan pohon
keimanan yang baik. Akar keyakinannya menjulang kuat ke tanah, serta buah
nilai-nilai ihsannya dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.
3.
Perbuatan (al-‘Amal)
` Perbuatan
(amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan pembenaran iman
dalam hati. Seseorang yang hanya bisa
mengucapkan dan mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima
amalnya. Sifat seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu
bicara dengan lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga
tanda: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah
ia berkhianat.
Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu
kesatuan yang utuh. Ketiganya akan melahirkan sifat istiqomah, tetap, teguh dan
konsisten. Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqomah merupakan
proses yang terus berjalan bersama keimanan. Mu’min mustaqim akan mendapatkan
karunia dari Allah berupa:
·
Keberanian
(asy-Syajaa’ah), yang lahir dari
keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi resiko tantangan hidup, siap berjuang
meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan keberaniaan adalah sifat pengecut.
·
Ketenangan
(al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan
selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir bathin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
·
Optimis
(at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan
terhadap perlindungan Allah dan ganjaran
Allah yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tentram akan kemenangan
hakiki, yaitu mendapatkan keridhoan Allah (mardhotillah).
Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi
Allah dengan anugerah kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah),
baik di dunia dan akhirat.
Inilah pemahaman terhadap konsep syahadah. Tidak mudah dalam
pelaksanaannya, karena kita berharap agar Allah memberikan kesabaran dalam
memahaminya.
Ust.
Tizar zein
Maka ketahuilah,
sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah…..
(QS47:19)
Jumlah umat Islam
kini sangat banyak. Sebagian besar mereka terkategorikan sebagai Islam
keturunan atau kebetulan terlahir sebagai muslim dari orang tua. Kenyataan akan
jumlah yang banyak tidak berkorelasi dengan pemahamannya kepada Islam secara
benar, orisinil dan utuh. Hakikat memahami Islam dimulai dari memahami inti
sari ajarannya yaitu dua kalimat syahadah (syahadatain).
Kalimat tersebut terdiri dari Laa Ilaaha
Illallah dan Muhammadun Rasulullah.
Memahami keduanya sangat penting dan mendasar. Karena jika kita tak memahami
hakikat kalimat syahadah, kita dapat terjerembab ke dalam penyakit kebodohan
dan kemusyrikan.
Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari
bangunan keislamam seorang muslim. Jika fondasinya tidak kuat maka rumahnya pun
tidak akan kuat bertahan.
Ayat di atas, menjelaskan bahwa umat
Islam tidak dibenarkan hanya sekedar mengucapkan atau melafalkan dua kalimat
syahadah, tetapi seharusnya betul-betul memahaminya. Kata fa’lam berarti “maka
ketahuilah, ilmuilah….” Artinya
Allah memerintahkan untuk mengilmui atau memahami kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan sekedar mengucapkannya, tetapi dengan
yang pada gilirannya akan membentuk keyakinan (i’tiqod) dalam hati.
Pentingnya Syahadatain
Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa
hal:
1. Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu
ilal Islam)
Qs 2:108
Islam ibarat rumah atau bangunan atau
sistem hidup yang menyeluruh, dan Allah memerintahkan setiap muslim untuk masuk
secara kaaffah. Untuk memasukinya
akan melalui sebuah pintu gerbang, yaitu
syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman
Islam yang benar dimulai dari pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang benar atas
kedua kalimat ini mengantarkan manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyyah) yang benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta
alam.
2. Intisari doktrin
Islam (Khulasoh
ta’aliimil Islam)
Intisari ajaran Islam terdapat terdapat dalam dua kalimat
syahadah. Asyhadu anlaa ilaaha illallah
(Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah) dan asyhadu anna muhammadan rasulullah (Aku
bersaksi: sesungguhnya Muhammad Rasul Allah).
Pertama, kalimat syahadatain merupakan pernyataan proklamasi kemerdekaan
seorang hamba bahwa ibadah itu hanya milik dan untuk Allah semata (Laa ma’buda illallah), baik secara
pribadi maupun kolektif (berjamaah). Kemerdekaan yang bermakna membebaskan dari
segala bentuk kemusyrikan, kekafiran dan api neraka. Kita tidak mengabdi kepada bangsa, negara, wanita,
harta, perut, melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para ulama
menyimpulkan kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas prinsip kalimat laa ilaaha illallah
itulah kita hidup, kita mati dan akan dibangkitkan”. Rasulullah juga
bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku dan
Nabi-nabi sebelumku adalah Laa ilaaha illallah” (al-Hadist). Maka sering mengulang kalimat ini sebagai
dzikir yang diresapi dengan pemahaman yang benar ¾ bukan hanya melisankan ¾
adalah sebuah keutamaan yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang kuat,
membuat hamba menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya, perintah
Allah akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain
juga akan membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air yang suci.
Allah akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman dengan bersih,
yaitu hidup aman atau tentram dan mendapat petunjuk dari Allah. Sebagaimana Dia
berfirman dalam al-Qur’an: “Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah
orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (QS 6:82).
Kedua, kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
berarti kita seharusnya meneladani Rasulullah dalam beribadah kepada Allah.
Karena beliau adalah orang yang paling mengerti cara (kaifiyat) beribadah kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku
shalat…”. Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam
Islam.
3.
Dasar-dasar
Perubahan (Asasul inqilaab)
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan mendasar dalam
kehidupan manusia, yaitu perubahan dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya
(Islam); minazzuluumati ilannuur.
Perubahan yang dimaksud mencakup aspek keyakinan, pemikiran, dan hidupnya
secara keseluruhan, baik secara individu maupun masyarakat. Secara individu,
berubah dari ahli maksiat menjadi ahli ibadah yang taqwa; dari bodoh menjadi
pandai; dari kufur menjadi beriman, dst. Secara masyarakat, di bidang ibadah,
merubah penyembahan komunal berbagai berhala menjadi menyembah kepada Allah
saja. Dalam bidang ekonomi, merubah perekonomian riba menjadi sistem Islam
tanpa riba, dan begitu seterusnya di semua bidang. Syahadatain mampu merubah
manusia, sebagaimana ia telah merubah masyarakat di masa Rasulullah dan para
shahabat terdahulu. Diawali dengan memahami syahadatain dengan benar dan
mengajak manusia meninggalkan kejahiliyahan dalam semua aspeknya kepada
nilai-nilai Islam yang utuh.
4. Hakikat Da’wah para Rasul (Haqiqotud
Da’watir Rasul)
Para nabi, sejak Adam AS sampai Muhammad
SAW, berda’wah dengan misi yang sama, mengajak manusia pada doktrin dan ajaran
yang sama yaitu untuk beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti yang sama dengan kalimat syahadatain,
bahwa tiada Ilaah selain Allah semata. Seperti difirmankan Allah SWT: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhi
thogut itu” (QS 16:36)
5. Keutamaan yang Besar (Fadhooilul
‘Azhim)
Kalimat syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, menjanjikan keutamaan yang besar. Keutamaan itu dapat berupa moral
maupun material; kebahagiaan di dunia juga di akhirat; mendapatkan jaminan
syurga serta dihindarkan dari panasnya neraka.
Makna
Asyhadu
Kata asyahdu yang
terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
1. Pernyataan / Ikrar (al-I’laan
atau al-Iqroor)
Seorang yang bersyahadah
berarti dia berikrar atau menyatakan ¾ bukan hanya mengucapkan ¾ kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada
Ilaah Selain Allah.
2. Sumpah (al-Qossam)
Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah ¾
suatu kesediaan yang siap menerima akibat dan resiko apapun ¾
bahwa tiada Ilaah selain Allah saja dan Muhammad adalah utusan Allah.
3. Janji (al-Wa’du atau
al-‘Ahdu)
Yaitu janji setia akan
keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji tersebut kelak akan
dipertanggungjawabkan dihadapan Allah (QS ?).
Syahadah muslim yang
dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan janji suci,sekaligus sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan.
Iman adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan
terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).
Hakikat Iman
Keimanan itu
bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:
1.
Dikatakan
dengan lisan (al-Qoul)
Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh
keyakinan. Semua perkataan yang keluar dari lisan mu’min senantiasa baik dan
mengandung hikmah.
2.
Dibenarkan
dengan hati (at-tashdiiq)
Hati adalah lahan menyemai benih-benih
keimanan. Semua yang keluar dari lisan digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan
dicerminkan dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hadist Bukhori digambar oleh
Nabi SAW bahwa: “Ilmu (hidayah) yang Aku
bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang subur menumbuhkan tanaman, ada
tanah yang tidak menumbuhkan hanya menampung air, ada jenis tanah yang gersang,
tidak menumbuhkan juga tidak menampung”.
Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati
manusia menjadi tiga, yaitu hati orang mu’min (QS 26: 89), hati orang kafir (QS
2: 7) dan hati orang munafiq (QS 2:
10). Hati orang kafir yang tertutup dan hati munafik yang
berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qolb). Sedangkan hati orang mu’min itulah yang
dimaksud Rasulullah SAW sebagai tanah yang subur yang dapat menumbuhkan pohon
keimanan yang baik. Akar keyakinannya menjulang kuat ke tanah, serta buah
nilai-nilai ihsannya dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.
3.
Perbuatan (al-‘Amal)
` Perbuatan
(amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan pembenaran iman
dalam hati. Seseorang yang hanya bisa
mengucapkan dan mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima
amalnya. Sifat seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu
bicara dengan lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga
tanda: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah
ia berkhianat.
Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu
kesatuan yang utuh. Ketiganya akan melahirkan sifat istiqomah, tetap, teguh dan
konsisten. Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqomah merupakan
proses yang terus berjalan bersama keimanan. Mu’min mustaqim akan mendapatkan
karunia dari Allah berupa:
·
Keberanian
(asy-Syajaa’ah), yang lahir dari
keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi resiko tantangan hidup, siap berjuang
meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan keberaniaan adalah sifat pengecut.
·
Ketenangan
(al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan
selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir bathin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
·
Optimis
(at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan
terhadap perlindungan Allah dan ganjaran
Allah yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tentram akan kemenangan
hakiki, yaitu mendapatkan keridhoan Allah (mardhotillah).
Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi
Allah dengan anugerah kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah),
baik di dunia dan akhirat.
Inilah pemahaman terhadap konsep syahadah. Tidak mudah dalam
pelaksanaannya, karena kita berharap agar Allah memberikan kesabaran dalam
memahaminya.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as