Apakah
Taubat Wajib Dilakukan dari Dosa-dosa Kecil?
Allamah Ibnu Rajab al Hambali
dalam kitabnya "Jaami'ul 'uluum wal hikam" melontarkan pertanyaan
yang penting tentang dosa-dosa kecil. Apakah wajib taubat atasnya seperti atas
dosa-dosa besar? Karena ia didapati terhapuskan secara otomatis dengan
melakukan taubat atas dosa-dosa besar: sesuai firman Allah SWT:
"Jika kamu
menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami
masukkan kamu ke dalam tempat yang mulia (surga). (an-Nisa: 31.)
Ia berkata: tentang ini masih
diperdebatkan.
Di antara mereka ada yang
mewajibkan taubat dari dosa itu. Ini adalah pendapat sahabat-sahabat kami dan
lainnya dari para fukaha, ulama kalam dan lainnya.
Karena Allah SWT memerintahkan
untuk bertaubat setelah menyebut dosa-dosa kecil dan besar. Allah SWT
berifirman:
"Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka
sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada
wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
laki-lai mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam , atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yagn mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang berima supaya kamu beruntung."
(an-Nur: 30-31)
Allah SWT memerintahkan untuk
bertaubat dari dosa-dosa kecil secara khusus dalam firman-Nya:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-mengolokkan)
wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah
kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk pangilan ialah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barangsiapa yang tidak taubat, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim." (al Hujurat: 11).
Di antara manusia ada yang tidak
mewajibkan taubat dari dosa-dosa kecil, seperti diriwayatkan dari pendapat kaum
mu'tazilah.
Di antara ulama mutaakhirin ada
yang berkata: wajib mengerjakan salah satu perkara: taubat darinya, atau
melakukan beberapa amal baik yang dapat menghapuskan dosa itu.
Ibnu 'Athiah menyebutkan dua
pendapat ulama dalam penafsirannya tentang penghapusan dosa-dosa kecil dengan
melakukan ibadah-ibadah yang wajib dan menjauhkan dosa-dosa besar:
Pertama: ia meriwayatkannya dari beberapa orang
fukaha dan ahli hadits. Yaitu dengan amal baiknya itu otomatis
kesalahan-kesalahannya terhapuskan, sesuai pengertian ayat Al Quran dan hadits.
Kedua: ia meriwayatkannya dari para ulama ushul
fiqh. Bahwa dosa kecil tidak pasti terhapuskan, namun dengan prasangka yang
kuat dan harapan yang besar dosa itu dihapuskan, dengan kehendak Allah SWT.
Karena jika dosa-dosa kecil itu pasti dihapuskan niscaya ia akan seperti
perbuatan yang mubah yang tidak mengandung konsekwensi apa-apa. Dan itu akan
merusak syari'ah.
Aku katakan: ada yang berpendapat,
dosa-dosa itu tidak pasti dihapuskan. Karena hadits-hadits yang mengatakan
dosa-dosa kecil terhapuskan dengan amal-amal yang baik itu terikat dengan
syarat memperbaiki amal. Seperti terdapat dalam keterangan tentang wudlu dan shalat,
yang keduanya menghapuskan dosa kecil. Sementara dengan bediam diri tanpa
bertaubat dan melakukan kebaikan, maka tidak terdapat amal yang baik yang
mewajibkan dihapuskannya dosa. Atas dasar ikhtilaf yang disebutkan oleh Ibnu
'Athiah ini, terjadi ikhtilaf dalam masalah kewajiban taubat dari dosa-dosa
kecil." (Jami' al Ulum wa al Hikam: 1/446, 447. Cetakan muassasah Risalah,
Bairut.)
Namun, sebenarnya taubat
diperintahkan kepada seluruh orang mukallaf. Dan seluruh kaum mu'minin
diperintahkan untuk bertaubat. Seperti disebutkan dalam ayat al Quran:
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung".
Kami telah katakan bahawa ada
orang yang bertaubat dari dosa-dosa besar, ada yang bertaubat dari perbuatan
bid'ah, ada yang bertaubat dari dosa-dosa kecil dan ada pula yang bertaubat
dari perbuatan yang syubhat.
Dan ada pula orang yang taubat
dari kelalaian hatinya.
Juga ada yang bertaubat dari maqam
yang ia tempati yang seharusnya ia naik ke maqam yang lebih tinggi. Dan ini
adalah taubat Nabi Saw, seperti sabda Nabi Saw:
"Wahai
manusia, bertaubatlah kepada Allah SWT, karena sesungguhnya aku bertaubat
kepada Allah SWT dalam sehari sebanyak seratus kali".
Keharusan Untuk
Bertaubat Secepatnya.
Jika taubat adalah wajib bagi
seluruh kaum mu'minin, maka melaksananya secepatnya adalah kewajiban yang lain.
Sehingga tidak boleh ditunda pelaksanaannya. Karena itu akan berbahaya bagi
hati orang yang beragama. Dan jika tidak secepatnya membersihkan dirinya dari
dosa, ditakutkan pengaruh dosa itu akan bertumpuk dalam hatinya, satu persatu,
hingga hati itu menghitam atau membusuk. Seperti disebutkan halam hadits yang
diriwayaktan oleh Abu Hurairah r.a. dari Nabi Saw:
"Sesungguhnya
seorang manusia, jika ia melakukan dosa maka dihatinya akan tercoreng warna
hitam, dan jika ia meninggalkan perbuatan dosa itu serta bertaubat darinya,
maka hatinya kembali bersih. Dan jika ia kembali melakukan dosanya itu, maka
hitamnya itu akan ditambah hingga menutupi seluruh hatinya, itulah tutupan yang
disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya: "Sama sekali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka."
(Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi (3331) dan ia berkata: Hasan Sahih. Demikian
juga An Nasai, Ibnu Majah (4244), Ibnu Hibban dalam sahihnya seperti terdapat
dalam Al Mawarid (2448) dan Al Hakim serta ia mensahihkannya atas syarat Muslim
dan Adz Dzahabi menyetujuinya (2/517). Dan ayat itu adalah dari QS. Al
Muthaffifiin: 14)
Ibnu Qayyim berkata: segera
bertaubat dari dosa adalah kewajiban yang harus dilakukan segera, dan tidak
boleh ditunda. Ketika ia menundanya maka ia bertambah dosa dengan penundaannya
itu. Dan jika ia telah bertaubat dari dosa, maka masih ada dosa yang harus ia
pintakan ampunannya, yaitu dosa menunda bertaubat! Tentang ini sedikit sekali
dipikirkan oleh orang yang telah bertaubat. Malah ia menyangka jika ia telah
bertaubat dari dosanya maka ia tidak memiliki dosa lagi selain itu, padahal ia
tetap memiliki dosa, yaitu menunda taubatnya itu.
Yang paling berbahaya bagi orang
yang melakukan maksiat adalah jika ia terus menunda-nunda taubat. Artinya, ia
selalu berkata: nanti aku akan kembali menjadi orang yang benar, aku akan
taubat, aku akan berhenti dari melakukan perbuatan ini dan itu. Oleh karena itu
dikatakan: ungkapan "saufa --nanti aku akan" adalah salah satu
tentara Iblis! Dikatakan pula: mayoritas penghuni neraka adalah orang -orang
yang selalu berkata: nanti akan taubat, nanti aku akan ... dst. Allah SWT
berfirman:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang rugi dan belanjakanlah sebagian dari apa yang kamu berikan
kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia
berkata: Ya Tuhanku, mengapa engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai
waktu yang dekat yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang-orang yang saleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian)
seseorang apabila datang kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (al Munafiqun: 9-11)
Di antara keutamaan mensegerakan
taubat adalah: ia akan membantu orang yang berdosa itu untuk mencabut akar dosa
sebelum itu menjadi kronis dan tertanam kuat dalam hatinya, kemudian tersebar
dalam seluruh perbuatannya, dan setiap hari keburukan itu terus berkembang dari
sumbernya itu, hingga mencakup seluruh perbuatannya.
Orang yuang selalu menunda-nunda
itu adalah seperti orang yang ingin mencabut sebuah pohon, dan ia melihat pohon
itu kuat, sehingga jika ia mau mencabutnya akan membutuhkan tenaga yang kuat.
Kemudian ia berkata dalam dirinya: "aku tunggu hingga satu tahun, baru aku
datang kembali untuk mencabutnya". Ini adalah logika orang bodoh dan
tolol. Karena ia tahu, pohon dari hari kehari akan makin kokoh dan besar,
sementara dirinya semakin tua akan semakin lemah! Tidak ada kebodohan yang
lebih besar dari kebodohannya ini. Karena jika ia tidak mampu --meskipun ia
kuat -- untuk melawan sesuatu yang lemah, maka mengapa ia menunda untuk
mengalahkannya, hingga dirinya kemudian melemah, sementara musuhnya itu makin
kuat?!
Sering sekali orang menunda-nunda
taubat itu, hingga datang waktu tidak diterimanya taubat, dan Allah SWT sudah
tidak menerimanya. Yaitu ketika manusia telah kehilangan kesempatan untuk
memilih, dan saat itu taubatnya adalah taubat orang yang terpaksa. Seperti
taubat Fir'aun ketika ia sudah hampir tenggelam. Ia berkata: "aku beriman,
bahwa tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang diamini oleh Bani Israil dan aku adalah
bagian dari kaum muslimin". Maka jawaban Allah adalah: "Apakah
sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak
dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (Yunus:91.).
Ketika seorang mukallaf telah
menghadapi kematiannya, saat itu taubatnya tidak diterima lagi. Seperti firman
Allah SWT:
"Sesungguhnya
taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan
kejahatan lantara kejahilan yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka
mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di
antara mereka, (barulah) ia mengatakan: sesungguhnya saya bertaubat sekarang
dan tidak (pula) diterima taubat orang-orang yang mati sedang mereka di dalam
kekafiran. Bagi orang-orang itu telah kami sediakan siksa yang pedih."
(an-Nisa: 17-18)
Taubat Wajib Dilakukan dari Dosa-dosa Kecil?
Allamah Ibnu Rajab al Hambali
dalam kitabnya "Jaami'ul 'uluum wal hikam" melontarkan pertanyaan
yang penting tentang dosa-dosa kecil. Apakah wajib taubat atasnya seperti atas
dosa-dosa besar? Karena ia didapati terhapuskan secara otomatis dengan
melakukan taubat atas dosa-dosa besar: sesuai firman Allah SWT:
"Jika kamu
menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami
masukkan kamu ke dalam tempat yang mulia (surga). (an-Nisa: 31.)
Ia berkata: tentang ini masih
diperdebatkan.
Di antara mereka ada yang
mewajibkan taubat dari dosa itu. Ini adalah pendapat sahabat-sahabat kami dan
lainnya dari para fukaha, ulama kalam dan lainnya.
Karena Allah SWT memerintahkan
untuk bertaubat setelah menyebut dosa-dosa kecil dan besar. Allah SWT
berifirman:
"Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka
sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada
wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
laki-lai mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam , atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yagn mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang berima supaya kamu beruntung."
(an-Nur: 30-31)
Allah SWT memerintahkan untuk
bertaubat dari dosa-dosa kecil secara khusus dalam firman-Nya:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-mengolokkan)
wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah
kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk pangilan ialah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barangsiapa yang tidak taubat, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim." (al Hujurat: 11).
Di antara manusia ada yang tidak
mewajibkan taubat dari dosa-dosa kecil, seperti diriwayatkan dari pendapat kaum
mu'tazilah.
Di antara ulama mutaakhirin ada
yang berkata: wajib mengerjakan salah satu perkara: taubat darinya, atau
melakukan beberapa amal baik yang dapat menghapuskan dosa itu.
Ibnu 'Athiah menyebutkan dua
pendapat ulama dalam penafsirannya tentang penghapusan dosa-dosa kecil dengan
melakukan ibadah-ibadah yang wajib dan menjauhkan dosa-dosa besar:
Pertama: ia meriwayatkannya dari beberapa orang
fukaha dan ahli hadits. Yaitu dengan amal baiknya itu otomatis
kesalahan-kesalahannya terhapuskan, sesuai pengertian ayat Al Quran dan hadits.
Kedua: ia meriwayatkannya dari para ulama ushul
fiqh. Bahwa dosa kecil tidak pasti terhapuskan, namun dengan prasangka yang
kuat dan harapan yang besar dosa itu dihapuskan, dengan kehendak Allah SWT.
Karena jika dosa-dosa kecil itu pasti dihapuskan niscaya ia akan seperti
perbuatan yang mubah yang tidak mengandung konsekwensi apa-apa. Dan itu akan
merusak syari'ah.
Aku katakan: ada yang berpendapat,
dosa-dosa itu tidak pasti dihapuskan. Karena hadits-hadits yang mengatakan
dosa-dosa kecil terhapuskan dengan amal-amal yang baik itu terikat dengan
syarat memperbaiki amal. Seperti terdapat dalam keterangan tentang wudlu dan shalat,
yang keduanya menghapuskan dosa kecil. Sementara dengan bediam diri tanpa
bertaubat dan melakukan kebaikan, maka tidak terdapat amal yang baik yang
mewajibkan dihapuskannya dosa. Atas dasar ikhtilaf yang disebutkan oleh Ibnu
'Athiah ini, terjadi ikhtilaf dalam masalah kewajiban taubat dari dosa-dosa
kecil." (Jami' al Ulum wa al Hikam: 1/446, 447. Cetakan muassasah Risalah,
Bairut.)
Namun, sebenarnya taubat
diperintahkan kepada seluruh orang mukallaf. Dan seluruh kaum mu'minin
diperintahkan untuk bertaubat. Seperti disebutkan dalam ayat al Quran:
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung".
Kami telah katakan bahawa ada
orang yang bertaubat dari dosa-dosa besar, ada yang bertaubat dari perbuatan
bid'ah, ada yang bertaubat dari dosa-dosa kecil dan ada pula yang bertaubat
dari perbuatan yang syubhat.
Dan ada pula orang yang taubat
dari kelalaian hatinya.
Juga ada yang bertaubat dari maqam
yang ia tempati yang seharusnya ia naik ke maqam yang lebih tinggi. Dan ini
adalah taubat Nabi Saw, seperti sabda Nabi Saw:
"Wahai
manusia, bertaubatlah kepada Allah SWT, karena sesungguhnya aku bertaubat
kepada Allah SWT dalam sehari sebanyak seratus kali".
Keharusan Untuk
Bertaubat Secepatnya.
Jika taubat adalah wajib bagi
seluruh kaum mu'minin, maka melaksananya secepatnya adalah kewajiban yang lain.
Sehingga tidak boleh ditunda pelaksanaannya. Karena itu akan berbahaya bagi
hati orang yang beragama. Dan jika tidak secepatnya membersihkan dirinya dari
dosa, ditakutkan pengaruh dosa itu akan bertumpuk dalam hatinya, satu persatu,
hingga hati itu menghitam atau membusuk. Seperti disebutkan halam hadits yang
diriwayaktan oleh Abu Hurairah r.a. dari Nabi Saw:
"Sesungguhnya
seorang manusia, jika ia melakukan dosa maka dihatinya akan tercoreng warna
hitam, dan jika ia meninggalkan perbuatan dosa itu serta bertaubat darinya,
maka hatinya kembali bersih. Dan jika ia kembali melakukan dosanya itu, maka
hitamnya itu akan ditambah hingga menutupi seluruh hatinya, itulah tutupan yang
disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya: "Sama sekali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka."
(Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi (3331) dan ia berkata: Hasan Sahih. Demikian
juga An Nasai, Ibnu Majah (4244), Ibnu Hibban dalam sahihnya seperti terdapat
dalam Al Mawarid (2448) dan Al Hakim serta ia mensahihkannya atas syarat Muslim
dan Adz Dzahabi menyetujuinya (2/517). Dan ayat itu adalah dari QS. Al
Muthaffifiin: 14)
Ibnu Qayyim berkata: segera
bertaubat dari dosa adalah kewajiban yang harus dilakukan segera, dan tidak
boleh ditunda. Ketika ia menundanya maka ia bertambah dosa dengan penundaannya
itu. Dan jika ia telah bertaubat dari dosa, maka masih ada dosa yang harus ia
pintakan ampunannya, yaitu dosa menunda bertaubat! Tentang ini sedikit sekali
dipikirkan oleh orang yang telah bertaubat. Malah ia menyangka jika ia telah
bertaubat dari dosanya maka ia tidak memiliki dosa lagi selain itu, padahal ia
tetap memiliki dosa, yaitu menunda taubatnya itu.
Yang paling berbahaya bagi orang
yang melakukan maksiat adalah jika ia terus menunda-nunda taubat. Artinya, ia
selalu berkata: nanti aku akan kembali menjadi orang yang benar, aku akan
taubat, aku akan berhenti dari melakukan perbuatan ini dan itu. Oleh karena itu
dikatakan: ungkapan "saufa --nanti aku akan" adalah salah satu
tentara Iblis! Dikatakan pula: mayoritas penghuni neraka adalah orang -orang
yang selalu berkata: nanti akan taubat, nanti aku akan ... dst. Allah SWT
berfirman:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang rugi dan belanjakanlah sebagian dari apa yang kamu berikan
kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia
berkata: Ya Tuhanku, mengapa engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai
waktu yang dekat yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang-orang yang saleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian)
seseorang apabila datang kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (al Munafiqun: 9-11)
Di antara keutamaan mensegerakan
taubat adalah: ia akan membantu orang yang berdosa itu untuk mencabut akar dosa
sebelum itu menjadi kronis dan tertanam kuat dalam hatinya, kemudian tersebar
dalam seluruh perbuatannya, dan setiap hari keburukan itu terus berkembang dari
sumbernya itu, hingga mencakup seluruh perbuatannya.
Orang yuang selalu menunda-nunda
itu adalah seperti orang yang ingin mencabut sebuah pohon, dan ia melihat pohon
itu kuat, sehingga jika ia mau mencabutnya akan membutuhkan tenaga yang kuat.
Kemudian ia berkata dalam dirinya: "aku tunggu hingga satu tahun, baru aku
datang kembali untuk mencabutnya". Ini adalah logika orang bodoh dan
tolol. Karena ia tahu, pohon dari hari kehari akan makin kokoh dan besar,
sementara dirinya semakin tua akan semakin lemah! Tidak ada kebodohan yang
lebih besar dari kebodohannya ini. Karena jika ia tidak mampu --meskipun ia
kuat -- untuk melawan sesuatu yang lemah, maka mengapa ia menunda untuk
mengalahkannya, hingga dirinya kemudian melemah, sementara musuhnya itu makin
kuat?!
Sering sekali orang menunda-nunda
taubat itu, hingga datang waktu tidak diterimanya taubat, dan Allah SWT sudah
tidak menerimanya. Yaitu ketika manusia telah kehilangan kesempatan untuk
memilih, dan saat itu taubatnya adalah taubat orang yang terpaksa. Seperti
taubat Fir'aun ketika ia sudah hampir tenggelam. Ia berkata: "aku beriman,
bahwa tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang diamini oleh Bani Israil dan aku adalah
bagian dari kaum muslimin". Maka jawaban Allah adalah: "Apakah
sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak
dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (Yunus:91.).
Ketika seorang mukallaf telah
menghadapi kematiannya, saat itu taubatnya tidak diterima lagi. Seperti firman
Allah SWT:
"Sesungguhnya
taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan
kejahatan lantara kejahilan yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka
mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di
antara mereka, (barulah) ia mengatakan: sesungguhnya saya bertaubat sekarang
dan tidak (pula) diterima taubat orang-orang yang mati sedang mereka di dalam
kekafiran. Bagi orang-orang itu telah kami sediakan siksa yang pedih."
(an-Nisa: 17-18)
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as