Waspadai Seks Bebas Kalangan Remaja
Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia,
sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks.
Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang
perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan
atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Mungkinkah karena
longgarnya control mereka pada mereka? Berikut ini laporan wartawan Majalah
Gemari Haris Fadillah dari "Kota Pelajar" Yogyakarta dan Kota
Jakarta.
Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di
Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan
seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an,
menjadi duapuluh persen pada tahun 2000.
Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di
beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan
Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu
tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9
persen.
"sementara penelitian yang saya lakukan pada tahun 1999 lalu terhadap
pasien yang datang ke Klinik Pasutri, tercatat sekitar 18 persen remaja pernah
melakukan hubungan seksual pranikah," kata pemilik Klinik Pasutri ini.
Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21
tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang
duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan
meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnnya pengetahuan remaja akan
reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20
persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya
angka kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka
kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan.
Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak di inginkan. Selain tentunya
kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya
anak-anak yang tidak di inginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan
pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak
menghendaki.
Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim.
Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena
penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.
Selain itu, seks pranikah akan meningkatkan kasus penyakit menular seksual,
seperti sipilis, GO (ghonorhoe), hingga HIV/AIDS. Androlog Anita Gunawan
mengatakan, kasus GO paling banyak terjadi. Penderita bisa saja tidak mengalami
keluhan. Tapi, hal itu justru semakin meningkatkan penyebaran penyakit
tersebut.
Anita menggolongkan penyakit GO tersebut ke dalam subklinis, kronis dan akut.
Subklinis dan kronis, kata anita, tidak menimbulkan gejala serta keluhan pada
penderita. Sedangkan GO akut akan menampakan gejala, seperti sulit buang air
kecil atau sakit pada ujung kemaluan. "Pada pria biasanya menampakan gejala.
Berbeda dengan wanita, seringkali tidak menampakan gejala yang jelas.
Paling-paling hanya timbul keputihan atau anyang-anyang," ujarnya.
Bagaimana dengan GO yang sudah parah? Dr Boyke Dian Nugraha menjelaskan, untuk
GO yang sudah parah dapat menyebabkan hilangnya kesuburan, baik pada pria
maupun wanita. Saluran sperma atau indung telur menjadi tersumbat oleh kuman
GO.
Disisi lain, Boyke menambahkan, perilaku seks bebas ini bisa berlanjut hingga
menginjak perkawinan. Tercatat sekitar 90 dari 121 masalah seks yang masuk ke
Klinik Pasutri (pasangan suami istri)pada tahun 2000 lalu, dialami orang-orang
yang pernah melakukan hubungan pranikah (pre marital).
"Masalah seks dengan pasangannya justru dijadikan legistimasi untuk
melakukan seks bebas. Bahkan, saat ini, seks bebas sudah menjadi bagian dari
budaya bisnis," cetusnya. Factor yang melatarbelakangi hal ini, ujar
Boyke, antara lain disebabkan berkurangnya pemahaman nilai-nilai agama. Selain
itu, juga disebabkan belum adanya pendidikan seks secara formal di
sekolah-sekolah. Selain itu, juga maraknya penyebaran gambar serta VCD porno.
Banyak remaja terjebak
Lalu bagaimana dengan remaja di "Kota Pelajar" Yogyakarta?
Berdasarkan survey Pusat Studi Wanita Universitas Islam Indonesia (PSW-UII)
Yogyakarta, jumlah remaja yang mengalami masalah kehidupan seks terutama di
Yogyakarta terus bertambah, akibat pola hidup seks bebas. Mengapa demikian?
"karena pada kenyataannya pengaruh gaya seks bebas yang mereka terima jauh
lebih kuat dari pada control yang mereka terima maupun pembinaan secara
keagamaan," kata Kepala PSW-UII Dra Trias Setiawati, Msi.
Saat ini, jumlah pelajar di Kota Yogyakarta sebanyak 121.000 orang, atau
sekitar 25 persen dari penduduk kota yang terkenal sebagai Kota pelajar yang
sebanyak 490.000. Ini, tentunya mendorong makin suburnya bisnis rumah kos di
kota ini. Sementara tingkat pengawasan dari pemilik kos di kota ini. Sementara
tingkat pengawasan dari pemilik kos maupun pihak orang tua, kata Trias
Setiawati, semakin longgar. Sehingga, makin banyak remaja yang terjebak ke
dalam pola seks bebas karena berbagai pengaruh yang mereka terima baik dari
teman, internet, dan pengaruh lingkungan secara umum.
"Sekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola hidup seks
bebas, kalau terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari
kontrol, tentu suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam
itu terasa lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng mental dan
keagamaannya tidak begitu kuat," dalihnya.
Salah satu upaya untuk menanggulangi maraknya seks bebas di kalangan remaja,
khususnya penghuni kos, selain perlu dilakukan pengawasan yang ketat dan
intensif dari pemilik kos secara proporsional, juga meningkatkan kesadaran dari
orang tua untuk memilihkan tempat kos bagi anak-anaknya yang layak dan aman.
"Selain itu, tentu membekali putra-putrinya dengan benteng ajaran agama
yang kokoh," ujar Trias saat ditemui di Yogyakarta, belum lama ini.
Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Maraknya seks bebas di kalangan remaja membuat banyak pihak sangat prihatin.
Salah satunya adalah Ketua Yayasan Sayap Ibu Daerah Istimewa Yogyakarta Ny Hj
Ciptaningsih Utaryo. Pasalnya, kata dia, hal itu akan menimbulkan masalah baru
bukan hanya bagi wanita remaja itu sendiri, tapi juga pada anak-anak yang akan
dilahirkan. Terlebih anak yang lahir tersebut merupakan anak yang dikehendaki,
sehingga ada kecenderungan akan ditelantarkan orang tua.
Ditambahkannya, munculnya perilaku seks bebas di kalangan remaja yang marak
belakangan ini tidak terlepas dari pengaruh era globalisasi, serta berkaitan
erat dengan pengaruh Napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya)
atau di Daerah Istimewa Yogyakarta di sebut madat.
Sebagai Yayasan yang perduli dengan anak-anak terlantar, Yayasan Sayap Ibu
(YSI) berupaya untuk mengatasi permasalahan anak-anak yang ditelantarkan
orangtuannya, yang hingga kini jumlahnya demikian besar. Di Yayasan Sayap Ibu
Daerah Istimewa Yogyakarta saja saat ini tercatat sekitar 500 orang anak lebih
yang dirawat dan belum mendapatkan orang tua angkat. Bila digabung dengan lain
jumlahnya akan mencapai ribuan orang.
Di antara mereka yang dirawat bukan hanya fisiknya yang normal, tapi ada juga
diantaranya yang mengalami kecacatan akibat aborsi yang gagal dilakukan orang
tuannya. "Karena biasanya orang tua yang hamil di luar nikah akan
cenderung mencari jalan pintas untuk menutupi aib yang dideritannya. Padahal ,
cara ini selain tidak berprikemanusiaan, juga akan menyebabkan beban ganda pada
anak-anak yang gagal di aborsi," dalih Ciptaningsih.
Untuk menghindari tindakan aborsi illegal yang dilakukan ibu-ibu yang tidak
menginginkan kehamilan, Yayasan Sayap Ibu selain menampung anak-anak yang
ditelantarkan orang tuanya, juga mempunyai program merawat ibu-ibu muda yang
hamil akibat seks bebas atau kehamilan tidak dikehendaki sampai anak tersebut
lahir dengan selamat.
"Upaya yang dilakukan Yayasan Sayap Ibu ini bukannya justru memberikan
peluang kepada anak-anak remaja untuk melakukan seks bebas, tapi semata untuk
menolong nyawa ribuan generasi muda dari perbuatan tidak berkemanusiaan. Aborsi
illegal bukan hanya berbahaya bagi janin, tapi juga nyawa ibu muda itu sendiri.
Karena setiap janin berdasarkan kontroversi Hak Anak Internasional perlu dijaga
kelangsungan hidupnya," tungkasnya.
Ciptaningsih menegaskan, saat ini untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas
-terutama di kalangan remaja- bukan hanya membentengi diri mereka dengan unsure
agama yang kuat, juga dibentengi dengan pendampingan orang tua Dan selektivitas
dalam memilih teman-teman. Karena ada kecenderungan remaja lebih terbuka kepada
teman dekatnya ketimbang dengan orang tua sendiri.
Selain itu, sudah saatnya di kalangan remaja diberikan suatu bekal pendidikan
kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara
vulgar. "Pendidikan Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja bukan hanya
memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan
bebas, seperti penyakit menular seksual dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak
remaja ini bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas," imbau
Ciptaningsih.
Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia,
sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks.
Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang
perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan
atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Mungkinkah karena
longgarnya control mereka pada mereka? Berikut ini laporan wartawan Majalah
Gemari Haris Fadillah dari "Kota Pelajar" Yogyakarta dan Kota
Jakarta.
Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di
Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan
seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an,
menjadi duapuluh persen pada tahun 2000.
Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di
beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan
Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu
tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9
persen.
"sementara penelitian yang saya lakukan pada tahun 1999 lalu terhadap
pasien yang datang ke Klinik Pasutri, tercatat sekitar 18 persen remaja pernah
melakukan hubungan seksual pranikah," kata pemilik Klinik Pasutri ini.
Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21
tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang
duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan
meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnnya pengetahuan remaja akan
reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20
persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya
angka kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka
kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan.
Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak di inginkan. Selain tentunya
kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya
anak-anak yang tidak di inginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan
pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak
menghendaki.
Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim.
Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena
penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.
Selain itu, seks pranikah akan meningkatkan kasus penyakit menular seksual,
seperti sipilis, GO (ghonorhoe), hingga HIV/AIDS. Androlog Anita Gunawan
mengatakan, kasus GO paling banyak terjadi. Penderita bisa saja tidak mengalami
keluhan. Tapi, hal itu justru semakin meningkatkan penyebaran penyakit
tersebut.
Anita menggolongkan penyakit GO tersebut ke dalam subklinis, kronis dan akut.
Subklinis dan kronis, kata anita, tidak menimbulkan gejala serta keluhan pada
penderita. Sedangkan GO akut akan menampakan gejala, seperti sulit buang air
kecil atau sakit pada ujung kemaluan. "Pada pria biasanya menampakan gejala.
Berbeda dengan wanita, seringkali tidak menampakan gejala yang jelas.
Paling-paling hanya timbul keputihan atau anyang-anyang," ujarnya.
Bagaimana dengan GO yang sudah parah? Dr Boyke Dian Nugraha menjelaskan, untuk
GO yang sudah parah dapat menyebabkan hilangnya kesuburan, baik pada pria
maupun wanita. Saluran sperma atau indung telur menjadi tersumbat oleh kuman
GO.
Disisi lain, Boyke menambahkan, perilaku seks bebas ini bisa berlanjut hingga
menginjak perkawinan. Tercatat sekitar 90 dari 121 masalah seks yang masuk ke
Klinik Pasutri (pasangan suami istri)pada tahun 2000 lalu, dialami orang-orang
yang pernah melakukan hubungan pranikah (pre marital).
"Masalah seks dengan pasangannya justru dijadikan legistimasi untuk
melakukan seks bebas. Bahkan, saat ini, seks bebas sudah menjadi bagian dari
budaya bisnis," cetusnya. Factor yang melatarbelakangi hal ini, ujar
Boyke, antara lain disebabkan berkurangnya pemahaman nilai-nilai agama. Selain
itu, juga disebabkan belum adanya pendidikan seks secara formal di
sekolah-sekolah. Selain itu, juga maraknya penyebaran gambar serta VCD porno.
Banyak remaja terjebak
Lalu bagaimana dengan remaja di "Kota Pelajar" Yogyakarta?
Berdasarkan survey Pusat Studi Wanita Universitas Islam Indonesia (PSW-UII)
Yogyakarta, jumlah remaja yang mengalami masalah kehidupan seks terutama di
Yogyakarta terus bertambah, akibat pola hidup seks bebas. Mengapa demikian?
"karena pada kenyataannya pengaruh gaya seks bebas yang mereka terima jauh
lebih kuat dari pada control yang mereka terima maupun pembinaan secara
keagamaan," kata Kepala PSW-UII Dra Trias Setiawati, Msi.
Saat ini, jumlah pelajar di Kota Yogyakarta sebanyak 121.000 orang, atau
sekitar 25 persen dari penduduk kota yang terkenal sebagai Kota pelajar yang
sebanyak 490.000. Ini, tentunya mendorong makin suburnya bisnis rumah kos di
kota ini. Sementara tingkat pengawasan dari pemilik kos di kota ini. Sementara
tingkat pengawasan dari pemilik kos maupun pihak orang tua, kata Trias
Setiawati, semakin longgar. Sehingga, makin banyak remaja yang terjebak ke
dalam pola seks bebas karena berbagai pengaruh yang mereka terima baik dari
teman, internet, dan pengaruh lingkungan secara umum.
"Sekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola hidup seks
bebas, kalau terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari
kontrol, tentu suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam
itu terasa lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng mental dan
keagamaannya tidak begitu kuat," dalihnya.
Salah satu upaya untuk menanggulangi maraknya seks bebas di kalangan remaja,
khususnya penghuni kos, selain perlu dilakukan pengawasan yang ketat dan
intensif dari pemilik kos secara proporsional, juga meningkatkan kesadaran dari
orang tua untuk memilihkan tempat kos bagi anak-anaknya yang layak dan aman.
"Selain itu, tentu membekali putra-putrinya dengan benteng ajaran agama
yang kokoh," ujar Trias saat ditemui di Yogyakarta, belum lama ini.
Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Maraknya seks bebas di kalangan remaja membuat banyak pihak sangat prihatin.
Salah satunya adalah Ketua Yayasan Sayap Ibu Daerah Istimewa Yogyakarta Ny Hj
Ciptaningsih Utaryo. Pasalnya, kata dia, hal itu akan menimbulkan masalah baru
bukan hanya bagi wanita remaja itu sendiri, tapi juga pada anak-anak yang akan
dilahirkan. Terlebih anak yang lahir tersebut merupakan anak yang dikehendaki,
sehingga ada kecenderungan akan ditelantarkan orang tua.
Ditambahkannya, munculnya perilaku seks bebas di kalangan remaja yang marak
belakangan ini tidak terlepas dari pengaruh era globalisasi, serta berkaitan
erat dengan pengaruh Napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya)
atau di Daerah Istimewa Yogyakarta di sebut madat.
Sebagai Yayasan yang perduli dengan anak-anak terlantar, Yayasan Sayap Ibu
(YSI) berupaya untuk mengatasi permasalahan anak-anak yang ditelantarkan
orangtuannya, yang hingga kini jumlahnya demikian besar. Di Yayasan Sayap Ibu
Daerah Istimewa Yogyakarta saja saat ini tercatat sekitar 500 orang anak lebih
yang dirawat dan belum mendapatkan orang tua angkat. Bila digabung dengan lain
jumlahnya akan mencapai ribuan orang.
Di antara mereka yang dirawat bukan hanya fisiknya yang normal, tapi ada juga
diantaranya yang mengalami kecacatan akibat aborsi yang gagal dilakukan orang
tuannya. "Karena biasanya orang tua yang hamil di luar nikah akan
cenderung mencari jalan pintas untuk menutupi aib yang dideritannya. Padahal ,
cara ini selain tidak berprikemanusiaan, juga akan menyebabkan beban ganda pada
anak-anak yang gagal di aborsi," dalih Ciptaningsih.
Untuk menghindari tindakan aborsi illegal yang dilakukan ibu-ibu yang tidak
menginginkan kehamilan, Yayasan Sayap Ibu selain menampung anak-anak yang
ditelantarkan orang tuanya, juga mempunyai program merawat ibu-ibu muda yang
hamil akibat seks bebas atau kehamilan tidak dikehendaki sampai anak tersebut
lahir dengan selamat.
"Upaya yang dilakukan Yayasan Sayap Ibu ini bukannya justru memberikan
peluang kepada anak-anak remaja untuk melakukan seks bebas, tapi semata untuk
menolong nyawa ribuan generasi muda dari perbuatan tidak berkemanusiaan. Aborsi
illegal bukan hanya berbahaya bagi janin, tapi juga nyawa ibu muda itu sendiri.
Karena setiap janin berdasarkan kontroversi Hak Anak Internasional perlu dijaga
kelangsungan hidupnya," tungkasnya.
Ciptaningsih menegaskan, saat ini untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas
-terutama di kalangan remaja- bukan hanya membentengi diri mereka dengan unsure
agama yang kuat, juga dibentengi dengan pendampingan orang tua Dan selektivitas
dalam memilih teman-teman. Karena ada kecenderungan remaja lebih terbuka kepada
teman dekatnya ketimbang dengan orang tua sendiri.
Selain itu, sudah saatnya di kalangan remaja diberikan suatu bekal pendidikan
kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara
vulgar. "Pendidikan Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja bukan hanya
memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan
bebas, seperti penyakit menular seksual dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak
remaja ini bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas," imbau
Ciptaningsih.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as