Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    komunisme, apa itu?

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 36
    Lokasi : rahasia

    komunisme, apa itu? Empty komunisme, apa itu?

    Post by kutubuku Thu Jun 24, 2010 6:54 pm

    Benni E. Matindas


    Komunis


    Sebuah lembaga Kristen yang
    membidangi pelayanan tapol meminta saya bicara ihwal Sosialisme dalam acara
    yang mereka gelar di Hotel Cipta, Jakarta Pusat. Agak sulit bagi siapa pun yang
    cukup menekuni ide ini, karena tahu pengertian yang dilekatkan pada istilah
    sosialisme sudah amat beragam. Dalam sebuah leksikon, penulisnya menga­takan
    makna sosialisme telah sedemikian lebar beraneka, terentang dari Nabi Musa
    sampai Hitler. Karenanya kita perlu memulai dengan membereskan persepsi yang
    ada dalam benak kita, makhluk seperti apakah yang dipikirkan saat mendengar
    atau menyebut kata sosialisme. Yang sama sekali tanpa kesulitan, tentu saja,
    ketika saya mengajak untuk sepakat bahwa Sosialisme yang dibahas adalah
    Marxisme.





    Mengenai Marxisme, saya tegaskan
    pilihan dan sikap saya: komunisme. Bukan
    sosialisme. Sosialisme-yaitu sosialisasi alat-alat produksi-semestinya hanya
    tahap awal proses menuju komunisme, tahap awal yang menjadi bagian elementer
    abadi. Menjadikan sosialisme sebagai tujuan akan membawa kita pada sejumlah
    kekeliruan, dan itu telah terbukti. Menjadikan apa yang cuma urusan teknis
    ekonomi itu sebagai sistem utama, telah membuat Engels tiba pada rumusan baku
    doktrin Marxisme yang kerdil, yang determi­nisme ekonomi. Marxisme yang ini,
    yang sekarang oleh para ahli filsafat diejek sebagai “Marxisme orthodox”,
    sangat lemah dan berbahaya, baik dalam teori maupun praktik. Tumpuan sentral
    dari teori ekonomi Marxisme ini, yakni Teori Nilai yang diwarisi para ekonom
    sebelumnya (Adam Smith dan Ricardo), ternyata cuma fantasi indah dari hati
    mulia mau menolong buruh, tetapi tanpa dasar objektif. Menjadikan sosialisme
    sebagai sistem yang dituju, sementara Marx tak menyiapkan program jelas buat
    itu, telah menggoda Lenin, Mao, Castro, Muso, Aidit dan seterusnya, untuk
    langsung saja mewujudkannya sebab toh cuma soal merebut alat-alat produksi.





    Saya pastikan, masyarakat komunis
    yang diproyeksikan Marx, yang pula disebut demokrasi murni, tak lain berangkat
    dari cita pembebasan dan kebebasan seutuhnya. Jiwa yang bebas dari hegemoni
    budaya dan ideologi kaum penindas, rohani yang bebas dari agama pengerdil
    kemanusiaan. Sikap politik yang merdeka dari negara (asing atau pribumi) yang
    cuma jadi mesin pelaksana kepentingan kelompok tertentu. Kerja dan kreasi
    manusia yang bebas dari pengarahan kuasa pasar. Sosialisasi alat-alat produksi,
    khusus untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pun tak lain ditujukan agar tiap warga
    punya waktu senggang lebih banyak buat
    aktivitas yang menye­hatkan batin dan mengembangkan rohaninya.





    Pola hidup jemaat Kristen awal
    (Kis. 2:44-45)-dari mana konsep “komunis” diangkat kemudian menjadi sistem
    politik jelas intisarinya: ekonomi adalah urusan tahap bawah yang perlu segera
    dibereskan dengan gampang demi pengembangan aktivitas jiwa.





    Tapi sistematika baru Marxisme
    yang saya ajukan tadi tak cukup menerangkan bagi kebanyakan orang. Tiga
    dasawarsa Orde Baru telah merusak sistem pengertian kita. Yang dulu sempat
    belajar Marxisme telah kian membeku pada ideologi orthodox itu, sedang generasi
    yang sempat telah menangkap sembarangan segala yang berbau kiri, atas dorongan
    romant­isme semata. Seorang peserta, mantan tapol G30S/PKI, merasa memuji saya
    dengan menga­takan “berani konsekuen pada posisi komunis, ketimbang sosialis.”
    Saya tahu maksudnya, yang tak sesuai maksud saya sebenarnya. Memang telah
    berkembang wacana dan citra yang menilai komunis lebih berani serta lebih
    marxis. Sosialisme tak lagi berarti partai komunis atau marxis, tapi warisan
    Bernstein yang mengira bisa menyempurnakan dan melembutkan Sosialisme dengan
    tempelan Demokrasi. (Prof. Sumitro Djojohadikusumo, tokoh Partai Sosialisme
    Indonesia, selalu merancang pembangunan ekonomi yang kapitalistis kendati
    Anggaran Dasar PSI memasang asas Marxisme.) Sama naifnya dengan apa yang
    dinamakan Sosialisme Religius, label resmi yang juga dipasang Jenderal Soeharto
    di awal berkuasanya rezim hiper-kapitalisme itu. Begitu pula moderator diskusi
    kami, seorang aktivis kiri, ia yakin perwujudan konkret sosialisme terutama
    sekolah gratis buat anak negeri ini. Padahal Taiwan dan Kuwait yang kapitalis
    justru sejak dulu paling membanggakan program sekolah gratisnya.





    Pengertian sosialisme marxis yang
    saling beda memang tak dapat disalahkan. Marx sendiri masih penuh berisi
    kontradiksi jika tak kita sistematisir seperti tadi. Tapi, bagaimanapun,
    seperti jawaban saya atas tema “Relevankah sosialisme?” yang diajukan panitia,
    paham ini tetap dibutuhkan. Elemen abadi dalam sistem sosial sempurna, seabadi
    kehadiran orang yang berkekurangan. Bagaimana bisa kita menolak sistem yang
    tegas berpihak pada kaum jelata, ketika dunia masih menyaksikan betapa dalam
    milenium ketiga ini pun setiap hari hampir 40 ribu manusia mati akibat kurang
    pangan?

      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 6:51 am