>SUKSES dan
KECERDASAN
Oleh
Jansen H Sinamo
Kecerdasan
secara umum dipahami pada dua tingkat. Pertama,
kecerdasan
sebagai suatu kemampuan memahami informasi yang
membentuk
pengetahuan dan kesadaran. Kedua, kecerdasan
sebagai
kemampuan untuk memproses informasi sehingga
masalah-masalah
yang kita hadapi dapat dipecahkan
(problems
solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah.
Jadi
mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi
kita
untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif
dan
efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas,
akan
mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih
baik dari
orang yang kurang cerdas. Artinya orang cerdas
mestinya
lebih sukses dari orang yang kurang cerdas.
Yang
sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang
yang
kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah)
ternyata
kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari
rekan-rekannya
yang lebih cerdas, dan sebaliknya.
Sepuluh
Elemen Sukses
Ada dua
alasan mengapa hal di atas terjadi. Pertama, bahwa
kecerdasan
memang bukan satu-satunya elemen sukses. John
Wareham
(1992), umpamanya, mengatakan ada sepuluh unsur
pokok
untuk menjadi eksekutif yang sukses yaitu:
(1)
kemampuan menampilkan "persona" (topeng) diri yang
tepat,
(2)
kemampuan mengelola energi diri yang baik,
(3)
kejelasan dan kesehatan sistem nilai pribadi dan
kontrak-kontrak
batin,
(4)
kejelasan sasaran-sasaran hidup yang tersurat maupun
yang
tersirat,
(5)
kecerdasan yang memadai (dalam arti penalaran),
(6)
adanya kebiasaaan kerja yang baik,
(7)
keterampilan antarmanusia yang baik,
(
kemampuan adaptasi dan kedewasaan emosional,
(9) pola
kepribadian yang tepat dengan tuntutan pekerjaan,
dan
(10)
kesesuaian tahap dan arah kehidupan dengan espektasi
gaya
hidup.
Dale
Carnegie (1889-1955), bahkan tidak menyebutkan
kecerdasan
secara eksplisit (dalam pengertian umum)
sebagai
elemen keberhasilan. Ia mengatakan bahwa untuk
berhasil
dibutuhkan sepuluh kualitas yaitu:
(1) rasa
percaya diri yang berlandaskan konsep diri yang
sehat,
(2)
keterampilan berkomunikasi yang baik,
(3)
keterampilan antarmanusia yang baik,
(4)
kemampuan memimpin diri sendiri dan orang lain,
(5) sikap
positif terhadap orang, kerja, dan diri sendiri,
(6)
keterampilan menjual ide dan gagasan,
(7)
kemampuan mengingat yang baik,
( kemampuan
mengatasi masalah, stres, dan kekuatiran,
(9)
antusiasme yang menyala-nyala, dan
(10)
wawasan hidup yang luas.
Jadi
jelaslah bahwa kecerdasan, yang biasanya diukur
dengan
skala IQ, memang bukan elemen tunggal atau tiket
menuju
sukses. Perlu dicatat di sini bahwa John Wareham
menyimpulkan
hal di atas sesudah ia mewawancarai puluhan
ribu
calon eksekutif dan mensuplai ribuan eksekutif ke
banyak
perusahaan, dalam peranannya sebagai "head hunter".
Dale
Carnegie juga tiba pada kesimpulannya sesudah ia
mewawancarai
banyak tokoh sukses kontemporer pada jamannya
dan
sesudah membaca ribuan biografi dan otobiografi
orang-orang
sukses dari segala macam lapangan kehidupan.
Tujuh
Macam Kecerdasan
Kedua,
kecerdasan umumnya yang kita mengerti sangat
sempit,
yaitu hanya berkaitan dengan daya ingat, logika,
atau
penalaran. Dr. John Elliot, seorang profesor
pendidikan
pada jurusan pengembangan (kecerdasan) manusia
dari
Maryland University, dalam seminar pada bulan April
1993 di
Jakarta, membahas adanya tujuh macam kecerdasan
yaitu:
Kecerdasan
Fisikal: Kecerdasan ini tampil dalam bentuk
kinerja
(performance) fisik manusia, seperti pada diri
atlet
umpamanya. Mereka yang unggul dalam kecerdasan
fisikal
ini mampu mendayagunakan fisik mereka pada taraf
yang
mengherankan pada orang-orang biasa. Olahragawan,
pelukis,
pengukir, penulis indah, pemain sirkus, dan
penari
adalah kelompok-kelompok manusia yang cerdas
fisiknya.
Kecerdasan
Ruang-Waktu: Kecerdasan ini membuat seseorang
selalu
sadar akan posisi relatifnya dalam koordinat
ruang-waktu.
Orang yang tidak cerdas ruang, tetap bingung
akan
jalan-jalan di Jakarta, walaupun sudah puluhan tahun
tinggal
di Jakarta. Orang yang tersesat, yakni orang yang
mengalami
disorientasi ruang, termasuk pula pada golongan
tak
cerdas ruang. Sebaliknya pilot, nakhoda, penyelam,
penjelajah
alam, pemain bulu tangkis, adalah orang-orang
yang
memiliki kecerdasan ruang yang tinggi. Demikian juga
arsitek,
insinyur, ahli geometri, fisikawan dan sejarawan.
Kecerdasan
Penalaran: Inilah kecerdasan yang secara umum
dikenal
luas sebagai kecerdasan. Orang ini mampu memahami
relasi
antarbagian dalam realitas yang disadarinya dan
karena
itu ia produktif membuat kesimpulan-kesimpulan.
Kecerdasan
macam ini juga termasuk kemampuan berpikir
logis dan
matematis.
Kecerdasan
Verbal: Anak kecil yang sudah pandai berceloteh
dan
memiliki vocabulary yang mengherankan pastilah cerdas
secara
verbal. Orang-orang yang cari makan dengan
mengandalkan
kepiawaian mulutnya, seperti guru, pengacara,
instruktur,
orator, master of ceremony, penyiar radio,
komentator
olahraga, termasuk penulis, reporter, dan
penyiar
adalah golongan orang-orang cerdas verbal.
Orang-orang
ini mampu mengekspresikan diri, pikiran, dan
perasaannya
lewat rangkaian kata-kata.
Kecerdasan
Sosial: Orang yang cerdas secara sosial
seolah-olah
mampu membaca orang dengan akurat. Dan bisa
mengetahui
persis apa isi hati, suasana hati, dan
keinginan
orang lain. Karena itu, ia dapat dengan mudah
menyesuaikan
diri, mengambil hati, mempengaruhi, dan
termasuk
memimpin orang lain. Konflik antarpribadi,
pertengkaran,
ketakharmonisan hubungan, dan semacamnya,
banyak
berpangkal pada ketakcerdasan sosial yang
bersangkutan.
Kecerdasan
Musikal: Kecerdasan ini membuat seseorang mampu
memahami,
menghayati, dan mengekspresikan nada, irama, dan
suara
dalam bentuk musikal yang estetik. Musikus dalam
segala
bentuknya, termasuk seniman pada umumnya, tentulah
termasuk
kaum cerdas musikal.
Kecerdasan
Etis-Spiritual: Orang cerdas di bidang ini
mampu
mengerti hal ikhwal spiritual. Tidak saja dalam
pengertian
bahwa ia memahami dunia spiritual, tapi lebih
pada
kemampuannya menampilkan sikap dan praktik hidup yang
harmonis
dengan nilai-nilai fundamental yang secara tajam
diketahuinya.
Hati nuraninya bening, suara batinnya tajam,
dan mata
hatinya awas dalam membedakan apa yang baik dari
yang
tidak baik, dan membedakan apa yang baik, yang
terbaik,
dan yang sempurna. Orang yang unggul di bidang
ini pada
akhirnya menampilkan diri sebagai pribadi yang
bijak
bestari, penuh hikmat, agung, dan berwibawa.
Menurut
Prof. Elliot, semua manusia memiliki ketujuh macam
kecerdasan
ini dengan kombinasi kualitas yang berbeda dari
orang ke
orang. Dengan demikian mudah dipahami adanya
kenyataan
yang kita lihat seperti orang yang goblok ruang
tapi
cerdas musikal, dosen jenius matematika tapi
sontoloyo
dalam mengajar.
Di lain
pihak kita juga dapat menjumpai orang multi
cerdas:
pintar bergaul, jenius fisika, piawai main biola,
luhur
budi pekerti, serta canggih dalam mengajar. Einstein
konon
termasuk
dalam kategori ini.
Jika kita
bandingkan tujuh macam kecerdasan di atas dengan
sepuluh
kunci sukses menurut Wareham dan Carnegie,
tampaklah
bahwa banyak di antaranya merupakan fungsi dari
salah
satu kecerdasan tersebut. Karena itu dapatlah
disimpulkan
bahwa kecerdasan merupakan suatu elemen kunci
untuk
berhasil, karena dengannya kita dimampukan untuk
mengenal
teritori permainan, diri kita sendiri, mitra
tanding
kita, aturan permainan, serta jebakan-jebakan
pertandingan
yang lazim. Olehnya kita juga mampu menyusun
strategi
permainan yang membawa kita kepada kemenangan
akhir.
Namun tetap perlu kita catat, kecerdasan bukanlah
segalanya.
Masih ada hal-hal lain yang bukan termasuk
kategori
kecerdasan pada daftar Wareham dan Carnegie.
Petunjuk
Meningkatkan Kecerdasan
Sebelum
kita lihat beberapa cara untuk meningkatkan
kecerdasan
yang tujuh macam tersebut, ada baiknya kita
lihat
dahulu struktur kecerdasan tersebut yang terdiri
dari dua
bagian:
Bagian
pertama ialah informasi atau pengetahuan itu
sendiri.
Ini kita peroleh melalui pengalaman dan
pendidikan.
Bagian
kedua ialah mengolah informasi, terdiri dari
penalaran,
penilaian, dan kreativitas.
Mudah
dipahami, memang sebagian kecerdasan, kita warisi
secara
genetis. Warisan semacam ini umumnya kita sebut
sebagai
bakat. Tetapi bagian terbesar dari kecerdasan
adalah
hasil usaha. John Dewey mengatakan bahwa kecerdasan
bukanlah
sesuatu yang kita miliki dan tak berubah
selamanya,
melainkan kecerdasan adalah suatu proses
pembentukan
yang berkesinambungan, dan untuk
mempertahankannya
diperlukan semacam kewaspadaan untuk
mengamati
kejadian-kejadian, keterbukaan untuk belajar,
dan
keberanian untuk menyesuaikan diri.
Jadi
untuk meningkatkan kecerdasan, kita perlu menambah
pengetahuan
dan berlatih memproses pengetahuan itu lewat
kegiatan
kreatif, kegiatan menalar, dan kegiatan
mengevaluasi
atau menilai. Dari penjelasan yang sederhana
ini maka
beberapa hal di
bawah ini
akan menolong kita untuk meningkatkan kecerdasan
kita:
1.
Mengadakan evaluasi diri.
Meneliti
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, tepatnya
menyusun
peringkat kecerdasan kita, yang mana dari yang
tujuh
tersebut paling kuat, kedua paling kuat, dan
seterusnya.
2.
Menetapkan cita-cita atau sasaran hidup.
Cita-cita
yang jelas akan membangkitkan semangat dan
antusiasme.
Cita-cita yang memikat bagi diri sendiri mampu
melahirkan
daya juang. Semangat, antusiasme, dan daya
juang
adalah tiga serangkai yang membuat kita produktif
belajar
dengan demikian kecerdasan kita diasah. Dari
sekian
banyak cita-cita, maka salah satunya ialah kita
harus mencita-citakan
menjadi orang cerdas dan ingin
dikenal
orang sebagi orang cerdas.
3.
Membangun suatu kebiasaaan hidup cerdas, umpamanya
membaca,
berdiskusi, olah pikir, olah rasa, dan olah raga.
4.
Membangun sikap keterbukaan-kritis.
Sikap
terbuka membuat kita mampu menerima ide-ide baru,
ilmu-ilmu
baru, dan pengertian-pengertian baru. Tapi
jangan
terlalu terbuka supaya kita masih mungkin membuat
sintesa
dari pertemuan sejumlah ide-ide yang berlainan.
Jadi kita
juga harus kritis, artinya mampu mempertanyakan
apa saja
yang memasuki alam pikiran kita. Tapi jangan
terlalu
kritis yang membuat kita jadi tertutup, kaku, dan
merasa
benar sendiri. Yang pas adalah terbuka dan kritis.
5.
Membangun suatu sikap belajar positif terhadap apapun
yang kita
alami.
Pengalaman,
kata Aldous Huxley, bukanlah
peristiwa-peristiwa
yang menimpa kita, melainkan apa yang
kita
lakukan terhadap peristiwa-peristiwa itu. Hanya
dengan
sikap belajar positif inilah kita dapat bertambah
cerdas
sesudah mengalami suatu peristiwa, yaitu pengalaman
kita
jadikan sebagai guru. Pengalaman, katanya, adalah
guru
terbaik.
6.
Membangun sikap yang rendah hati.
Air
selalu mengalir ke tempat yang rendah, demikian pula
hikmat
dan pengetahuan mengalir menuju hati yang rendah.
Penutup
Saya
harap, sesudah membaca artikel ini, Anda sekalian
akan
bertambah cerdas. Bila Anda berhasil melihat
ketaklengkapandan
kekurangan artikel ini dan sekalian
melengkapinya,
berarti Anda adalah orang yang sangat
cerdas.
Tapi bila Anda tidak merasa dicerdaskan
sedikitpun,
itu berarti sayalah yang kurang cerdas,
sedikitnya
kurang cerdas dalam hal penalaran dan verbal.
Doakanlah
supaya saya tambah cerdas. Dengan berbuat
demikian,
kecerdasan etis-spiritual Anda akan
ditingkatkan.
Artinya upaya membaca artikel ini sama
sekali
tak sia-sia.
KECERDASAN
Oleh
Jansen H Sinamo
Kecerdasan
secara umum dipahami pada dua tingkat. Pertama,
kecerdasan
sebagai suatu kemampuan memahami informasi yang
membentuk
pengetahuan dan kesadaran. Kedua, kecerdasan
sebagai
kemampuan untuk memproses informasi sehingga
masalah-masalah
yang kita hadapi dapat dipecahkan
(problems
solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah.
Jadi
mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi
kita
untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif
dan
efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas,
akan
mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih
baik dari
orang yang kurang cerdas. Artinya orang cerdas
mestinya
lebih sukses dari orang yang kurang cerdas.
Yang
sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang
yang
kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah)
ternyata
kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari
rekan-rekannya
yang lebih cerdas, dan sebaliknya.
Sepuluh
Elemen Sukses
Ada dua
alasan mengapa hal di atas terjadi. Pertama, bahwa
kecerdasan
memang bukan satu-satunya elemen sukses. John
Wareham
(1992), umpamanya, mengatakan ada sepuluh unsur
pokok
untuk menjadi eksekutif yang sukses yaitu:
(1)
kemampuan menampilkan "persona" (topeng) diri yang
tepat,
(2)
kemampuan mengelola energi diri yang baik,
(3)
kejelasan dan kesehatan sistem nilai pribadi dan
kontrak-kontrak
batin,
(4)
kejelasan sasaran-sasaran hidup yang tersurat maupun
yang
tersirat,
(5)
kecerdasan yang memadai (dalam arti penalaran),
(6)
adanya kebiasaaan kerja yang baik,
(7)
keterampilan antarmanusia yang baik,
(
kemampuan adaptasi dan kedewasaan emosional,
(9) pola
kepribadian yang tepat dengan tuntutan pekerjaan,
dan
(10)
kesesuaian tahap dan arah kehidupan dengan espektasi
gaya
hidup.
Dale
Carnegie (1889-1955), bahkan tidak menyebutkan
kecerdasan
secara eksplisit (dalam pengertian umum)
sebagai
elemen keberhasilan. Ia mengatakan bahwa untuk
berhasil
dibutuhkan sepuluh kualitas yaitu:
(1) rasa
percaya diri yang berlandaskan konsep diri yang
sehat,
(2)
keterampilan berkomunikasi yang baik,
(3)
keterampilan antarmanusia yang baik,
(4)
kemampuan memimpin diri sendiri dan orang lain,
(5) sikap
positif terhadap orang, kerja, dan diri sendiri,
(6)
keterampilan menjual ide dan gagasan,
(7)
kemampuan mengingat yang baik,
( kemampuan
mengatasi masalah, stres, dan kekuatiran,
(9)
antusiasme yang menyala-nyala, dan
(10)
wawasan hidup yang luas.
Jadi
jelaslah bahwa kecerdasan, yang biasanya diukur
dengan
skala IQ, memang bukan elemen tunggal atau tiket
menuju
sukses. Perlu dicatat di sini bahwa John Wareham
menyimpulkan
hal di atas sesudah ia mewawancarai puluhan
ribu
calon eksekutif dan mensuplai ribuan eksekutif ke
banyak
perusahaan, dalam peranannya sebagai "head hunter".
Dale
Carnegie juga tiba pada kesimpulannya sesudah ia
mewawancarai
banyak tokoh sukses kontemporer pada jamannya
dan
sesudah membaca ribuan biografi dan otobiografi
orang-orang
sukses dari segala macam lapangan kehidupan.
Tujuh
Macam Kecerdasan
Kedua,
kecerdasan umumnya yang kita mengerti sangat
sempit,
yaitu hanya berkaitan dengan daya ingat, logika,
atau
penalaran. Dr. John Elliot, seorang profesor
pendidikan
pada jurusan pengembangan (kecerdasan) manusia
dari
Maryland University, dalam seminar pada bulan April
1993 di
Jakarta, membahas adanya tujuh macam kecerdasan
yaitu:
Kecerdasan
Fisikal: Kecerdasan ini tampil dalam bentuk
kinerja
(performance) fisik manusia, seperti pada diri
atlet
umpamanya. Mereka yang unggul dalam kecerdasan
fisikal
ini mampu mendayagunakan fisik mereka pada taraf
yang
mengherankan pada orang-orang biasa. Olahragawan,
pelukis,
pengukir, penulis indah, pemain sirkus, dan
penari
adalah kelompok-kelompok manusia yang cerdas
fisiknya.
Kecerdasan
Ruang-Waktu: Kecerdasan ini membuat seseorang
selalu
sadar akan posisi relatifnya dalam koordinat
ruang-waktu.
Orang yang tidak cerdas ruang, tetap bingung
akan
jalan-jalan di Jakarta, walaupun sudah puluhan tahun
tinggal
di Jakarta. Orang yang tersesat, yakni orang yang
mengalami
disorientasi ruang, termasuk pula pada golongan
tak
cerdas ruang. Sebaliknya pilot, nakhoda, penyelam,
penjelajah
alam, pemain bulu tangkis, adalah orang-orang
yang
memiliki kecerdasan ruang yang tinggi. Demikian juga
arsitek,
insinyur, ahli geometri, fisikawan dan sejarawan.
Kecerdasan
Penalaran: Inilah kecerdasan yang secara umum
dikenal
luas sebagai kecerdasan. Orang ini mampu memahami
relasi
antarbagian dalam realitas yang disadarinya dan
karena
itu ia produktif membuat kesimpulan-kesimpulan.
Kecerdasan
macam ini juga termasuk kemampuan berpikir
logis dan
matematis.
Kecerdasan
Verbal: Anak kecil yang sudah pandai berceloteh
dan
memiliki vocabulary yang mengherankan pastilah cerdas
secara
verbal. Orang-orang yang cari makan dengan
mengandalkan
kepiawaian mulutnya, seperti guru, pengacara,
instruktur,
orator, master of ceremony, penyiar radio,
komentator
olahraga, termasuk penulis, reporter, dan
penyiar
adalah golongan orang-orang cerdas verbal.
Orang-orang
ini mampu mengekspresikan diri, pikiran, dan
perasaannya
lewat rangkaian kata-kata.
Kecerdasan
Sosial: Orang yang cerdas secara sosial
seolah-olah
mampu membaca orang dengan akurat. Dan bisa
mengetahui
persis apa isi hati, suasana hati, dan
keinginan
orang lain. Karena itu, ia dapat dengan mudah
menyesuaikan
diri, mengambil hati, mempengaruhi, dan
termasuk
memimpin orang lain. Konflik antarpribadi,
pertengkaran,
ketakharmonisan hubungan, dan semacamnya,
banyak
berpangkal pada ketakcerdasan sosial yang
bersangkutan.
Kecerdasan
Musikal: Kecerdasan ini membuat seseorang mampu
memahami,
menghayati, dan mengekspresikan nada, irama, dan
suara
dalam bentuk musikal yang estetik. Musikus dalam
segala
bentuknya, termasuk seniman pada umumnya, tentulah
termasuk
kaum cerdas musikal.
Kecerdasan
Etis-Spiritual: Orang cerdas di bidang ini
mampu
mengerti hal ikhwal spiritual. Tidak saja dalam
pengertian
bahwa ia memahami dunia spiritual, tapi lebih
pada
kemampuannya menampilkan sikap dan praktik hidup yang
harmonis
dengan nilai-nilai fundamental yang secara tajam
diketahuinya.
Hati nuraninya bening, suara batinnya tajam,
dan mata
hatinya awas dalam membedakan apa yang baik dari
yang
tidak baik, dan membedakan apa yang baik, yang
terbaik,
dan yang sempurna. Orang yang unggul di bidang
ini pada
akhirnya menampilkan diri sebagai pribadi yang
bijak
bestari, penuh hikmat, agung, dan berwibawa.
Menurut
Prof. Elliot, semua manusia memiliki ketujuh macam
kecerdasan
ini dengan kombinasi kualitas yang berbeda dari
orang ke
orang. Dengan demikian mudah dipahami adanya
kenyataan
yang kita lihat seperti orang yang goblok ruang
tapi
cerdas musikal, dosen jenius matematika tapi
sontoloyo
dalam mengajar.
Di lain
pihak kita juga dapat menjumpai orang multi
cerdas:
pintar bergaul, jenius fisika, piawai main biola,
luhur
budi pekerti, serta canggih dalam mengajar. Einstein
konon
termasuk
dalam kategori ini.
Jika kita
bandingkan tujuh macam kecerdasan di atas dengan
sepuluh
kunci sukses menurut Wareham dan Carnegie,
tampaklah
bahwa banyak di antaranya merupakan fungsi dari
salah
satu kecerdasan tersebut. Karena itu dapatlah
disimpulkan
bahwa kecerdasan merupakan suatu elemen kunci
untuk
berhasil, karena dengannya kita dimampukan untuk
mengenal
teritori permainan, diri kita sendiri, mitra
tanding
kita, aturan permainan, serta jebakan-jebakan
pertandingan
yang lazim. Olehnya kita juga mampu menyusun
strategi
permainan yang membawa kita kepada kemenangan
akhir.
Namun tetap perlu kita catat, kecerdasan bukanlah
segalanya.
Masih ada hal-hal lain yang bukan termasuk
kategori
kecerdasan pada daftar Wareham dan Carnegie.
Petunjuk
Meningkatkan Kecerdasan
Sebelum
kita lihat beberapa cara untuk meningkatkan
kecerdasan
yang tujuh macam tersebut, ada baiknya kita
lihat
dahulu struktur kecerdasan tersebut yang terdiri
dari dua
bagian:
Bagian
pertama ialah informasi atau pengetahuan itu
sendiri.
Ini kita peroleh melalui pengalaman dan
pendidikan.
Bagian
kedua ialah mengolah informasi, terdiri dari
penalaran,
penilaian, dan kreativitas.
Mudah
dipahami, memang sebagian kecerdasan, kita warisi
secara
genetis. Warisan semacam ini umumnya kita sebut
sebagai
bakat. Tetapi bagian terbesar dari kecerdasan
adalah
hasil usaha. John Dewey mengatakan bahwa kecerdasan
bukanlah
sesuatu yang kita miliki dan tak berubah
selamanya,
melainkan kecerdasan adalah suatu proses
pembentukan
yang berkesinambungan, dan untuk
mempertahankannya
diperlukan semacam kewaspadaan untuk
mengamati
kejadian-kejadian, keterbukaan untuk belajar,
dan
keberanian untuk menyesuaikan diri.
Jadi
untuk meningkatkan kecerdasan, kita perlu menambah
pengetahuan
dan berlatih memproses pengetahuan itu lewat
kegiatan
kreatif, kegiatan menalar, dan kegiatan
mengevaluasi
atau menilai. Dari penjelasan yang sederhana
ini maka
beberapa hal di
bawah ini
akan menolong kita untuk meningkatkan kecerdasan
kita:
1.
Mengadakan evaluasi diri.
Meneliti
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, tepatnya
menyusun
peringkat kecerdasan kita, yang mana dari yang
tujuh
tersebut paling kuat, kedua paling kuat, dan
seterusnya.
2.
Menetapkan cita-cita atau sasaran hidup.
Cita-cita
yang jelas akan membangkitkan semangat dan
antusiasme.
Cita-cita yang memikat bagi diri sendiri mampu
melahirkan
daya juang. Semangat, antusiasme, dan daya
juang
adalah tiga serangkai yang membuat kita produktif
belajar
dengan demikian kecerdasan kita diasah. Dari
sekian
banyak cita-cita, maka salah satunya ialah kita
harus mencita-citakan
menjadi orang cerdas dan ingin
dikenal
orang sebagi orang cerdas.
3.
Membangun suatu kebiasaaan hidup cerdas, umpamanya
membaca,
berdiskusi, olah pikir, olah rasa, dan olah raga.
4.
Membangun sikap keterbukaan-kritis.
Sikap
terbuka membuat kita mampu menerima ide-ide baru,
ilmu-ilmu
baru, dan pengertian-pengertian baru. Tapi
jangan
terlalu terbuka supaya kita masih mungkin membuat
sintesa
dari pertemuan sejumlah ide-ide yang berlainan.
Jadi kita
juga harus kritis, artinya mampu mempertanyakan
apa saja
yang memasuki alam pikiran kita. Tapi jangan
terlalu
kritis yang membuat kita jadi tertutup, kaku, dan
merasa
benar sendiri. Yang pas adalah terbuka dan kritis.
5.
Membangun suatu sikap belajar positif terhadap apapun
yang kita
alami.
Pengalaman,
kata Aldous Huxley, bukanlah
peristiwa-peristiwa
yang menimpa kita, melainkan apa yang
kita
lakukan terhadap peristiwa-peristiwa itu. Hanya
dengan
sikap belajar positif inilah kita dapat bertambah
cerdas
sesudah mengalami suatu peristiwa, yaitu pengalaman
kita
jadikan sebagai guru. Pengalaman, katanya, adalah
guru
terbaik.
6.
Membangun sikap yang rendah hati.
Air
selalu mengalir ke tempat yang rendah, demikian pula
hikmat
dan pengetahuan mengalir menuju hati yang rendah.
Penutup
Saya
harap, sesudah membaca artikel ini, Anda sekalian
akan
bertambah cerdas. Bila Anda berhasil melihat
ketaklengkapandan
kekurangan artikel ini dan sekalian
melengkapinya,
berarti Anda adalah orang yang sangat
cerdas.
Tapi bila Anda tidak merasa dicerdaskan
sedikitpun,
itu berarti sayalah yang kurang cerdas,
sedikitnya
kurang cerdas dalam hal penalaran dan verbal.
Doakanlah
supaya saya tambah cerdas. Dengan berbuat
demikian,
kecerdasan etis-spiritual Anda akan
ditingkatkan.
Artinya upaya membaca artikel ini sama
sekali
tak sia-sia.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as