Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    senja ramadhan kian merah

    admin
    admin
    Admin
    Admin


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 688
    Join date : 19.03.10
    Age : 36
    Lokasi : Malang-Indonesia

    senja ramadhan kian merah Empty senja ramadhan kian merah

    Post by admin Tue Jun 15, 2010 12:28 pm

    Senja Ramadhan Kian Merah


    Oleh: Fazil





    Senja Ramadhan di Boulevard UGM semakin indah terlihat
    di kaki langit. Keindahan mentari senja yang mau tidur itu bertambah lengkap
    dengan tampilan tubuh-tubuh indah menggiurkan yang disuguhkan oleh cewek-cewek
    fungky. Pakaiannya bermode; blus ketat, tank top, rok mini, jeans ketat,bermake
    up, manis ranum, dan yang pasti masih kelapa muda, sehingga mampu mencucibersih
    mata si mata keranjang! Cacing dalam perut yang berkukuk-ruyuk pun bisa tenang
    karenanya.



    Rugi sekali bila tidak melihatnya, pikir si mata keranjang. Oleh karena
    itu si mata keranjang pun tidak mau ketinggalan suguhan gratis itu. Beramai-
    ramai datang bersama gangnya dengan mengendarai motor atau mobil.
    "Munyuki, kita jualan juga, yuk! Nggak usah mikirin labanya, asal balik
    modal aja udah cukup. Untungnya kita bisa cuci mata lihat cewek cakep.
    Gimana?" kata Setana menawarkan, dan Munyuki sangat setuju sambil
    mengangguk keras. "Ya, ya, ya!" Dan Liurnya pun menetes! Dua sisi Jalan
    Pancasila di Boulevard itu tumpah ruah oleh ratusan manusia. Cewek-cewek dengan
    rayuan mautnya menawarkan dagangannya. Ada yang jual kolak, cendol, kue, dan
    minuman lainnya yang ditaruh di atas bagasi mobil BMW atau Corolla. Cowok-cowok
    pun tak mau ketinggalan untuk ikut berjualan. Kemudian orang berbondong-bondong
    ke Boulevard. Ada yang berjalan kaki, naik motor, atau mobil. Orang-orang itu
    tidak semuanya pembeli. Ada si mata keranjang yang cuma jjs sambil cuci mata,
    atau om-om dan bapak-bapak yang membawa anak istri sengaja datang ke Boulevard
    dengan dalih mau beli makanan untuk berbuka, tapi mata menjalar ke mana-mana.



    Jalan Pancasila penuh sesak oleh kendaraan yang berjubel. Macet. Bising.
    Sisi jalannya yang khusus di jadikan trotoar pun penuh sesak dengan manusia,
    sehingga ada pejalan kaki yang terpaksa menginjak jalur hijau ditengah badan
    jalan. Benar-benar macet! Apalagi hari pertama Ramadhan itu ada kehadiran para
    demonstran yang menentang penjual yang pamer aurat di bulan suci. Tapi mereka cuek
    bebek dan terus saja menawarkan dagangannya. "Mas, kolak manis. Beli,
    dong! Pasti dijamin enak, deh!"



    *** Tiga pejalan kaki berjalan sambil menunduk, tidak berani menebar
    pandangannya. "Ya, Allah. Kita harus kuat iman, nih," kata Muhammad.
    "Selama hidup aku nggak pernah lihat penjual makanan kecil pakai mobil
    segala. Terus pakaiannya… Astaghfirullah! Mereka mau jualan atau mau jual diri,
    sih?" timpal Musa. "Upst! Jangan sembarang ngomong kamu. Kalo
    didengar sama mereka bisa penyot kamu!" seru Ismail. Lalu mereka kembali
    diam dan terus berjalan. Suara-suara bagai desahan jin menggoda, sama sekali
    tidak digubris. Agak jauh dari tiga pejalan kaki tersebut, dua wartawan muda
    mewancarai beberapa penjual. "Apa motivasi Munyuki, Setana, dan
    teman-teman berjualan makanan kecil ini, karena kami pikir nggak mungkin hasil
    penjualan ini bisa mencukupi kebutuhan orang-orang seperti kalian yang bermobil
    dan bermotor antik? Berapa sih untungnya?" "Ya, untungnya emang nggak
    seberapa, sih. Tapi cukuplah buat nambah uang saku beli beberapa bungkus rokok.
    Lagian kami jualan cuma iseng, kok. Nggak laku juga nggak pa-pa, tapi tetap aja
    untung." "Oh ya?" Wartawan muda itu tertarik. "Apa sih,
    untungnya?" "Tuh!" Munyuki menunjuk dengan monyongnya.
    "Bisa lihat cewek-cewek cakep. Gratis buat cuci mata. Hi…hi…hi..."
    Tawa mereka berseringai yang mengingatkan kita pada tawa seringai monyet. Bibir
    wartawan membulat. Oo…. Lalu dua wartawan itu pamitan dan tidak lupa mereka
    ucapkan terima kasih. Beberapa menit kemudian dua wartawan tadi terlihat sedang
    mewawancarai lagi beberapa cewek fungky dan cerah ceria di lain tempat.
    "Nona Untari, Jini dan temen-temen, laris nggak dagangannya?"
    "Wuah, laris manis, Mas. Untungnya dua kali lipat dari modal. Kayaknya
    sih, bisa beli beberapa potong baju baru buat lebaran nanti." "Hebat,
    hebat… Penjual di tenda-tenda itu untungnya cuma lumayan, dan yang cowok-cowok
    itu untungnya cuma bisa beli rokok doang, sementara nona-nona sendiri bisa beli
    baju. Sebenarnya rahasianya apa, sih? " tanya wartawan itu dengan
    memperlihatkan mimik sangat tertarik.



    "Dalam dunia bisnis, kita mesti tahu bagaimana cara menarik
    konsumen. Salah satu caranya, ya… berpakaian seksi seperti ini. Pembeli yang
    berkelamin cowok pasti berminat, kecuali yang homo kali, ya?" Cewek-cewek
    itu pun tertawa cekikikan. "Tahu nggak, gara-gara pakaian tank top dan
    jeans ketat ini, cowok-cowok pada langsung nempel kayak perangko. Lalu beli
    dagangan kami tanpa mikirin lagi mahal atau murah." "Ooo…, jadi
    begitu rahasianya. Menggunakan cewek yang berpakaian punya anak kecil. Begitu
    'kan?" "Ih, jangan ngaco! Wartawan kok bego amat, sih?! Ini 'kan
    pakaian mode terbaru dari perancang ternama Indonesia, Taufik Hidayat!"
    "Lho Taufik Hidayat 'kan atlit bulu tangkis?" "Cerdas kamu! Kami
    pikir kalian bego, tapi ternyata pinter juga. Masa' sih, pakaian begini
    dibilang punya anak kecil. Apa Saudara-saudara nggak tahu, kalo pakaian ini
    adalah pakaian masa kini, seksi dan menarik!" Dan mereka pun
    berputar-putar memperlihatkan pakaian mereka pada dua wartawan muda. Orang-orang
    yang kebetulan melihat mereka tak dipedulikan oleh cewek-cewek itu. "Oh
    ya, difoto dong! Masukin ke majalahnya, ya?" Wartawan itu setuju. Lalu
    cewek-cewek itu berfose di mobil sedannya bersama dagangannya, dan… klik!
    Esoknya jadilah sebuah foto warna ukuran besar yang terpajang di halaman depan
    koran lokal dengan headline-nya: "Cewek-cewek seksi yang jualan di
    Boulevard UGM, untungnya dua kali lipat."



    Setelah diekspos di koran, penjual-penjual seksi semakin banyak.
    Cewek-cewek yang dulunya berpakaian tergolong sopan kini mengurangi bahan
    pakaiannya, cowok-cowok pun mencari inisiatif dengan cara menarik
    pacar-pacarnya untuk menjual dagangan mereka sekaligus sebagai pajangan.
    Semuanya berubah prinsip: "Iseng sih, boleh aja. Tapi cari untung jalan
    juga, dong!"



    Jalan Pancasila kini benar-benar macet kurang ajar, karena macet
    diakibatkan yang mengemudikan motor atau mobil sengaja melaju dengan lambat
    sekali untuk menebar pandangan. Cewek-cewek pun semakin agresif. Tidak saja
    membolehkan dicolek dan mencolek laki-laki yang lewat, tapi dengan berani
    menghentikan motor atau mobil yang lewat. Suara-suara yang keluar dari bibir
    indah plus senyum termanis mereka mampu membius pembeli.



    Suatu senja giliran Jini menghentikan mobil sedan. Dalam mobil yang
    sudah dihentikan itu ada beberapa cowok gaul. Karena pakaian Jini pas-pasan,
    mata cowok-cowok itu melotot nyaris lepas. Seakan-akan dengan mendelikkan mata
    mereka bisa menangkap jelas pemandangan yang tersembunyi dibalik bungkusan
    hemat kain itu.



    "Mas, rugi lho nggak beli. Enak sekali. Hampir habis lagi. Dibeli
    ya, Mas?" Si cowok sengaja membuat lama Jini berada di dekat mobil mereka.
    Semula tanya harga, terus tanya apa yang dijual, enak tidak, harganya terlalu
    mahal, terus tawar-tawaran. Akhirnya setelah berjalan agak lama terjadi
    kesepakatan dan uang kertas lima puluh ribu dilumat-lumat lalu dilemparkan ke
    arah Jini. Jini dengan sigap menangkapnya.



    Cowok-cowok tertawa cekikan. Hi…hi…hi… Tawa penuh kepuasan! Lalu setelah
    beberapa menit berbuka, ketika keadaan sepi dan remang- remang, sebagian
    penjual-penjual seksi beraksi melakukan kencan panas bersama pasangannya
    masing-masing di bawah pohon hijau yang banyak tumbuh di sekitar Boulevard itu.
    Sesuatu yang sudah dinanti-nantikan sejak siang tadi. Di lain tempat, suara
    petasan pun bersahut-sahutan yang terdengar jelas oleh mereka dan mereka cuek
    saja. Malah kian bergembira karena terasa bagai dalam acara sebuah pesta yang
    meriah.



    Protes meledak! Para demonstran menentang mereka. Mereka adalah pengejek
    Ramadhan yang harus disingkirkan! Hampir saja protes berubah menjadi kerusuhan.
    Akan tetapi kerusuhan itu bisa dilerai oleh polisi yang datang tepat waktu.



    Melihat situasi demikian rektor UGM, Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A., baru
    turun tangan. Boulevard UGM dinyatakan tutup ketika sore hari selama Ramadhan,
    penjual-penjual dilarang berdagang lagi dan harus angkat kaki dari Boulevard
    UGM. Penjual-penjual tidak berdosa yang sedang mencari rezeki secara halal juga
    ikutan kena getahnya. Sungguh mereka sangat kecewa.



    Mereka, para penjual tidak putus asa, sebagian ada yang lari ke depan
    Fakultas Filsafat UGM di Jalan olah raga, tapi kebanyakan lari ke Jakal (Jalan
    Kaliurang), dekat Gedung Pusat UGM. Di Jakal penjual seksi seperti mau balas
    dendam. Aksi mereka lebih berani dan panas! Akan tetapi, penjual seksi itu
    dagangannya menjadi kurang laris. Di Jakal mobil dan motor berlaju kencang.
    Tentunya tidak bisa dihentikan, kecuali kalau mau mati! Sementara dengan
    pejalan kaki sedikit, tidak sebanyak di Buolevard yang berjubel orangnya.
    Bahkan penjalan kaki pun jarang, karena Jakal bukan tempat strategis buat
    pejalan kaki.



    Hingga puasa mau berakhir penjual seksi semakin menyusut, karena mudik
    atau tidak berjualan lagi. Ada yang masih bertahan dan berusaha terus mencari
    ide baru untuk menarik konsumen. Tunggu saja tanggal mainnya! ***



    Senja Ramadhan berikutnya di Jakal kian panas. Panas oleh para penjual
    seksi yang tidak tanggung-tanggung berpakaian persis bikini, pakaian model
    terbaru. Salah satu cara baru untuk menarik pembeli. Dan para demonstran tiban
    pun muncul lagi, tetapi tidak mampu menyingkirkan penjual itu. Rektorat tidak
    turun tangan lagi. Masih ada urusan lain yang lebih penting. Toh, para penjual
    yang seksi itu cuma sementara. 'Ntar hilang juga setelah puasa berakhir, begitu
    kata rektorat UGM.



    Lalu kasus penjual seksi menjadi problema terisolasi dan demoralisasi
    pun terus berkembang. Kebebasan berekspresi menjadi tuhan yang dielu-elukan.
    Demi memperoleh uang, nekat untuk berbuat apa saja. Trik menarik konsumen punya
    inovasi baru. Di nampan, selain disodorkan makanan berbuka juga ada kartu nama.
    Bisa dihubungi kapan saja, lalu janjian di hotel 'anu'.



    Melihat keadaan seperti itu masing-masing individu atau kelompok harus
    cerdik menyikapi situasi demikian. Kuat iman dan tak terpengaruh. Hari berganti
    hari, bulan bertemu bulan dan Ramadhan pun tiba lagi. Para penjual kini tidak
    hanya berdagang makanan kecil menjelang berbuka, tapi beralih jual diri dengan
    terang-terangan! Berbuka puasa diplesetkan menjadi buka hawa nafsu. Tidak ada
    yang berani melarang kecuali kalau mau tumpah darah dan nyawa meregang,
    silahkan!



    Demoralisasi umat tidak dapat dibendung. Pengaruh Barat tentang
    kebebasan telah menyebar ke mana-mana dan menjadi pandangan hidup sejati. Apa
    lagi Asia sudah memasuki perdagangan bebas Asia (AFTA) dan Indonesia bagian
    dari Asia, mau tak mau harus menerima walaupun belum siap, karena negara masih
    dalam keadaan kacau. Semua menjadi lumrah pada moral yang sudah terkikis dan
    orang-orang seakan tidak peduli. Mereka menjadi individualis. ***



    Beberapa kali senja Ramadhan, kini dagangan penjual tubuh merangkap
    penjual makanan berbuka kurang didatangi pembeli. Untari, Jini, dan teman-teman
    menjadi heran. Lalu ditelepon pelanggan kenalan yang sudah pernah tidur bersama
    di hotel. "Mas, kok nggak pernah ke Jakal lagi? Beli dong, dagangan
    kami." "Bosan!" "Bosan? Kenapa?" "Pokoknya bosan
    sama penjual kayak kamu. Mendingan beli makananan yang dijualkan di bawah tenda
    itu. Para penjual di sana bisa menetramkan batinku." Klik! Putus. Sebel,
    deh! Padahal mau tanya lebih banyak lagi. Ada apa sih dengan penjual di tenda
    itu? Memang selama ini tenda-tenda itu bercahaya. Entah cahaya apa itu dan
    orang-orang berkerumun di sana.



    Baru terketahui ketika dua wartawan muda meliput ke tenda-tenda bercahaya
    itu. Para penjual makanan berbuka di bawah tenda itu berjilbab dan wajahnya pun
    cerah, secerah cahaya bulan. Aura tersebut itu memenuhi tenda mereka dan
    keharuman ajaib merebak di sekitar tenda. Penjual itu bertutur kata lemah
    lembut dan memiliki senyum sejati. Sungguh pembeli bisa tentram bila di sana.
    "Maaf, bisakah Anda berkomentar sedikit? Begini, di kala penjual lain
    sudah memakai berbagai cara untuk menarik pembeli, tapi Anda tetap konsisten
    dengan cara Anda tidak berpakaian seksi dan buka-bukaan. Apakah dagangan Anda
    selama ini laris?" "Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, rahmat,
    ampunan dan limpahan rezeki. Kami yakin rezeki itu tidak lari jika sudah memang
    rezeki kami. Rezeki buat manusia sudah ditentukan oleh Allah SWT dan tidak mesti
    dengan cara macam-macam mendapatkannya, asalkan dengan cara yang baik dan sopan
    juga tentunya halal, pasti rezeki akan terperoleh. Memang dulu dagangan kami
    tidak begitu laris, tapi kami tidak putus asa, mungkin belum rezeki kami. Lalu
    sekarang, alhamdulillah rezeki kami baik sekali." Mengetahui hal itu
    penjual tubuh itu pun merubah cara. Tubuh mereka ditimpa dengan jilbab.
    Dibangun tenda dan disemprot parfum-parfum bermerk terkenal, sehingga pembeli
    pun mulai berdatangan.



    Akan tetapi suatu senja terjadi keanehan. Mendadak datang angin puyuh
    yang menyerang para jilbaber baru hingga jilbab mereka terhempas dari tubuh
    mereka. Orang-orang terpana melihat tubuh mereka yang sudah kembali polos dan
    dari tubuh mereka keluar ulat-ulat yang menjijikkan dan mengerikan. Wajah
    mereka pun tidak ketinggalan. Sekujur tubuh mereka mulai membusuk dan aroma
    busuknya menyebar ke sekeliling mereka. Walaupun demikian, sebagian pembeli
    tetap saja ke sana. Membeli makanan dan tidur bersama hingga pembeli-pembeli
    itu pun ikut membusuk bersama mereka.***



    Catatan: Cerita fiksi Senja Ramadhan Kian Merah, terinspirasi dari
    fenomena yang terjadi pada Ramadhan 1420 H (2000 M) di Bundaran UGM Yogyakarta,
    di mana banyak penjual makanan berbuka puasa tapi berpakaian tidak sopan.
    Setelah datang protes dari masyarakat, termasuk mahasiswa dan organisasi Islam,
    Bundaran UGM di tutup saat sore selama Ramadhan hingga sekarang. Penjual-jual
    yang kebanyakan mahasiswa itu, setelah Bundaran UGM ditutup pindah ke Jalan
    Kaliurang. Ketika Ramdhan, biasanya penjual tak sopan tersebut akan bermunculan
    lagi, dan kembali melakukan aksinya 'buka- bukaan'.

      Similar topics

      -

      Waktu sekarang Mon May 20, 2024 4:44 am