Yang Muda
Oleh : Miranda Risang Ayu
Saya masih ingat wajah lelaki muda itu, yang dengan ringan menyodorkan kartu namanya. Tampak muka, kartu nama itu kartu nama biasa. Tetapi, jika kartu nama itu dibalik, tampak gambar seorang lelaki gondrong telanjang bulat yang memiliki sayap sekaligus menjuntai alat vitalnya.
"Gila kamu," desis saya. Dan pemuda itu hanya nyengir kuda dengan santainya, sesantai ocehannya di depan forum ketika mengatakan, "Kalau Tuhan telah dibawa-bawa sebagai bagian dari jargon kekerasan, politik kotor atau korupsi, biarlah bagi kami, Tuhan itu sudah mati...."
Kritik yang dilontarkan oleh peserta kongres terhadap pernyataannya itu hanya ditanggapi dengan cuek saja, "Saya kira semua orang sudah cukup dewasa untuk mengartikan, bahwa Tuhan yang saya maksud bukan Tuhan yang esensial, yang eksistensi-Nya memang tidak mungkin diganggu-gugat ...."
Lelaki muda itu diundang sebagai salah satu panelis sesi yang mengupas budaya pop. Ia dianggap sebagai salah satu wakil dari pendukung budaya itu, yang berasal dari kalangan anak-anak muda, yang cukup berpendidikan, cukup berada, dan cukup dibebaskan oleh kesibukan orang tua mereka.
Ia dan kawan-kawannya kini telah memiliki jaringan komunikasi sendiri hingga ke tingkat virtual, juga usaha-usaha mandiri untuk bertahan hidup. Sambil mengisi kursi-kursi kafe kagetan di pedestrian sekitar ruas-ruas jalan utama saban malam minggu, mereka meyakini bahwa hidup ini sederhana saja.
Demikian sederhananya hingga pembatasan hukum dan pengekangan normatif lain, selama itu tidak berkaitan dengan keselamatan orang lain, tidak layak untuk ditanggapi serius.
Kebebasan bagi mereka adalah pemberontak dari segala bentuk formalitas dan pengekangan, termasuk dari berbagai kerangka tujuan yang terlalu idealis hingga kompleks, abstrak, manipulatif, dan mencekik. Hidup adalah senda-gurau yang sesungguh-sungguhnya.
Lepas dari celana pendek, kartu nama dan pernyataan-pernyataan gilanya, kejujuran filosofis anak muda itu mungkin masih layak disimak. Tetapi sementara itu, bintang-bintang film seusianya justru mengambil sikap lebih gila, yang dengan ringannya mengeluarkan uang melebihi tiga perempat miliar hanya untuk berulang tahun.
Ini pertanda apa? Jika kemudaan bukan saat untuk memupuk potensi-potensi spiritual, nurani, akal, dan tingkah laku terbaik sebagai bekal kedewasaan, lalu, apa artinya menjadi muda? Jangan- jangan mayoritas mahasiswa yang saya bina di kampus pun hanya kuliah untuk memindahkan tempat main, mejeng, dan mojoknya.
Tetapi, malam minggu kemarin, di angkutan umum, saya duduk berhadapan dengan dua orang remaja berjeans yang dengan santainya bermain tebak-tebakan, "Kamu tahu apa artinya: yang disimpan bisa hilang, dan yang hilang bisa disimpan? Itu salah satu ajaran Tao tentang hubungan antarmanusia ...."
Dan temannya menimpali, "... Wah, menarik ya? Apa itu artinya?"Apa ya? Mungkin, kita memang tidak pernah bisa betul-betul memiliki seseorang. Tetapi, yang hilang bisa disimpan itu.... Bagaimana ya? Itu berhubungan dengan cinta mungkin.... Yang pasti, itu amat menarik...."
Di saat pesimisme saya sudah hampir mencapai titik nadir, tiba-tiba perbincangan dua anak muda di dalam angkot itu menghangatkan kesadaran. Yang hilang bisa disimpan? Itu mungkin kenangan yang baik.
Pesona kemudaan, yang pasti, bukan disebabkan oleh kulit yang masih ranum, bibir yang masih penuh tawa, dan dunia jingga yang masih dipenuhi tindakan yang menawar tanggung-jawab. Pesona kemudaan terpancar dari rasa ingin tahu yang sedang mekar- mekarnya.
Oleh : Miranda Risang Ayu
Saya masih ingat wajah lelaki muda itu, yang dengan ringan menyodorkan kartu namanya. Tampak muka, kartu nama itu kartu nama biasa. Tetapi, jika kartu nama itu dibalik, tampak gambar seorang lelaki gondrong telanjang bulat yang memiliki sayap sekaligus menjuntai alat vitalnya.
"Gila kamu," desis saya. Dan pemuda itu hanya nyengir kuda dengan santainya, sesantai ocehannya di depan forum ketika mengatakan, "Kalau Tuhan telah dibawa-bawa sebagai bagian dari jargon kekerasan, politik kotor atau korupsi, biarlah bagi kami, Tuhan itu sudah mati...."
Kritik yang dilontarkan oleh peserta kongres terhadap pernyataannya itu hanya ditanggapi dengan cuek saja, "Saya kira semua orang sudah cukup dewasa untuk mengartikan, bahwa Tuhan yang saya maksud bukan Tuhan yang esensial, yang eksistensi-Nya memang tidak mungkin diganggu-gugat ...."
Lelaki muda itu diundang sebagai salah satu panelis sesi yang mengupas budaya pop. Ia dianggap sebagai salah satu wakil dari pendukung budaya itu, yang berasal dari kalangan anak-anak muda, yang cukup berpendidikan, cukup berada, dan cukup dibebaskan oleh kesibukan orang tua mereka.
Ia dan kawan-kawannya kini telah memiliki jaringan komunikasi sendiri hingga ke tingkat virtual, juga usaha-usaha mandiri untuk bertahan hidup. Sambil mengisi kursi-kursi kafe kagetan di pedestrian sekitar ruas-ruas jalan utama saban malam minggu, mereka meyakini bahwa hidup ini sederhana saja.
Demikian sederhananya hingga pembatasan hukum dan pengekangan normatif lain, selama itu tidak berkaitan dengan keselamatan orang lain, tidak layak untuk ditanggapi serius.
Kebebasan bagi mereka adalah pemberontak dari segala bentuk formalitas dan pengekangan, termasuk dari berbagai kerangka tujuan yang terlalu idealis hingga kompleks, abstrak, manipulatif, dan mencekik. Hidup adalah senda-gurau yang sesungguh-sungguhnya.
Lepas dari celana pendek, kartu nama dan pernyataan-pernyataan gilanya, kejujuran filosofis anak muda itu mungkin masih layak disimak. Tetapi sementara itu, bintang-bintang film seusianya justru mengambil sikap lebih gila, yang dengan ringannya mengeluarkan uang melebihi tiga perempat miliar hanya untuk berulang tahun.
Ini pertanda apa? Jika kemudaan bukan saat untuk memupuk potensi-potensi spiritual, nurani, akal, dan tingkah laku terbaik sebagai bekal kedewasaan, lalu, apa artinya menjadi muda? Jangan- jangan mayoritas mahasiswa yang saya bina di kampus pun hanya kuliah untuk memindahkan tempat main, mejeng, dan mojoknya.
Tetapi, malam minggu kemarin, di angkutan umum, saya duduk berhadapan dengan dua orang remaja berjeans yang dengan santainya bermain tebak-tebakan, "Kamu tahu apa artinya: yang disimpan bisa hilang, dan yang hilang bisa disimpan? Itu salah satu ajaran Tao tentang hubungan antarmanusia ...."
Dan temannya menimpali, "... Wah, menarik ya? Apa itu artinya?"Apa ya? Mungkin, kita memang tidak pernah bisa betul-betul memiliki seseorang. Tetapi, yang hilang bisa disimpan itu.... Bagaimana ya? Itu berhubungan dengan cinta mungkin.... Yang pasti, itu amat menarik...."
Di saat pesimisme saya sudah hampir mencapai titik nadir, tiba-tiba perbincangan dua anak muda di dalam angkot itu menghangatkan kesadaran. Yang hilang bisa disimpan? Itu mungkin kenangan yang baik.
Pesona kemudaan, yang pasti, bukan disebabkan oleh kulit yang masih ranum, bibir yang masih penuh tawa, dan dunia jingga yang masih dipenuhi tindakan yang menawar tanggung-jawab. Pesona kemudaan terpancar dari rasa ingin tahu yang sedang mekar- mekarnya.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as