Harum Mewangi
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan
pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (QS. Yaasin 36:36)
*****
“Ya Allah, siapakah gerangan sahabat
sejati yang Engkau pilihkan untukku?, yang mau menemaniku merenda hari-hari
untuk beribadah kepada-Mu, yang mau berbagi suka dan duka dalam mengharungi
hidup ini, yang menjadikanku kokoh kuat dalam menegakkan kalimat-Mu, agar..
diriku lebih mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau berikan, agar.. diriku
lebih dekat kepada-Mu..”
Nisa tertegun mendengar do'a Ayuning di
keheningan malam. Sahabatnya itu memintanya untuk menemani tidur karena
orangtua Ayu ke luar kota. Do'a itupun usailah sudah, wajah Ayu bersemu merah
ketika tahu Nisa terjaga dari tidurnya.
“Kamu mendengar do'aku Nisa?”, Nisa
tersenyum, “Apakah do'a itu yang s'lalu Ayu panjatkan pada Allah?”, Ayuning
diam, perlahan titik-titik embun jatuh dari kelopak matanya. “Aduhai sayang..”
Ujar Nisa seraya merangkul sahabatnya, perlahan ia menyeka air mata itu,
setelah agak tenang.
“Ayu.., apa yang menjadi keinginanmu
adalah cita-cita seluruh wanita mukminat di dunia ini, namun jikalau ia belum
terwujud, itu adalah rahasia Allah, Yang Menciptakan kita, bukankah Ia
menciptakan makhluk-Nya menurut ukuran-ukuran yang telah ditetapkan? kita
selaku hamba-Nya hanya bisa berusaha dan ikhtiar, dan hanya Allahlah yang
menentukan.
Bukankah Ayu mencintai Allah?, rasa itu
akan membuat Ayu yakin, Allah akan memilihkan yang terbaik untukmu. Demi Allah
Ayu.., Allah Maha Adil terhadap hamba-hamba-Nya, karena itu, bersyukurlah bahwa
Ia masih memberimu kesempatan untuk menjadi wanita yang lebih baik dari
sekarang.
Ayu harus kuat dalam mengitari perputaran
roda kehidupan ini, karena perkitarannya semakin hari semakin cepat. Jangan
pernah berhenti sesaatpun, Ayu..masih banyak yang perlu Ayu perhatikan, masih
banyak yang memerlukan perhatianmu. Kita datang ke alam ini sendirian, Ayu..
dan kita juga akan pulang sendirian. Ayo.. jangan sedih-sedih lagi, ya.. mana
senyum manisnya?..”
Ayu tersenyum pada Nisa, dari bibir
mungil itu keluar kata, “Tolong do'akan Ayu ya..” Nisa membalas senyuman tulus
itu, “Ia, Ayu.. Nisa do'akan” Mereka berdua sujud syukur pada Allah,
melanjutkan malam itu dengan tenggelam akan kerinduan beribadah kepada Allah.
Semenjak malam itu, Nisa lama tak bertemu Ayu, iapun
maklum dengan kesibukan sahabatnya.
*****
Fikiran Ayu menerawang, matanya menatap
lekat langit-langit kamar, seketika ia terjaga saat mendengar telpon berdering,
kriiing.. kriing... Samar-samar terdengar suara ibunya berbicara, "Ayu?,
dari siapa ya?, tunggu sebentar." Ibu bergegas ke kamarnya, "Ayu..,
ada telpon dari Herman."
Ini sudah kesekian kali pemuda itu
menelponnya, kalau sudah di udara, melayang.. lupa segala-galanya. Entahlah
iapun tidak tahu kenapa, ada getar-getar halus yang menyusup ke relung hatinya
saat berbicara dengan sosok insan yang satu ini, hampir tak sepatah katapun
yang bernilai sia-sia.
Yang mereka bicarakan seputar mencarikan
jalan agar anak-anak jalanan mampu mandiri tanpa meminta-minta, menanamkan
ajaran tauhid agar anak-anak tersebut terbentengi dari pihak-pihak yang ingin
meracuni fikiran mereka supaya berpindah agama, yach Herman punya kepekaan
sosial yang tinggi, sangat peduli terhadap nasib hamba-hamba Tuhan.
Pemuda seperti inilah yang didambakan Ayu
selama ini, dan rasa itu semakin kuat saat Herman berterus terang menyukai
kelembutannya, kecantikannya, dan betah berlama-lama berbicara dengannya, ah..
tetapi apakah mungkin persahabatan mereka dapat berganti menjadi sebuah ikatan
perkawinan? sedangkan ia tahu
kenyataannya bahwa Herman telah mempunyai calon istri?! dan apa yang
ditakutinya selama ini terbukti..
"Kamu baik-baik saja kan, Ayu?.. bulan depan saya akan menikah. Sebenarnya.. Herman mencintaimu Ayu, tetapi kami
telah dipertemukan lebih dulu. Seandainya saja saya lebih dulu mengenalmu..,
maafkan saya, Ayu.., " Ayuning tak sanggup mendengar kelanjutan kata-kata
itu, air matanya jatuh tanpa suara, ia berusaha keras
menyembunyikan kesedihan dan kekecewaannya, karena ia sadar semua yang terjadi
adalah atas kehendak Allah, jika ia tak terima sama artinya ia melawan takdir Allah.
Ayu masih belum mampu mengendalikan diri,
tak pernah diduganya akhir hubungannya akan jadi begini. Herman, pemuda yang
disangkanya adalah sahabat sejati yang dipilihkan Allah untuknya, ternyata..
perlahan dibukanya Diary Merah Jambu yang berisi ungkapan rasanya dengan pemuda
itu.
*****
Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah
Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman pada hari kiamat elak: Mana
orang-orang yang saling mencinta karena Keagungan-Ku? Hari ini Ku-naungi
mereka, dimana tidak ada naungan yang lain selain naungan-Ku. (HR. Muslim)
*****
Untukmu Sahabatku,
Sahabat, tahukah engkau?, nasihatmu
menduduki peringkat pertama di hatiku. Kemarin.. engkau mau mendengar
keluhanku, kemarin.. engkau beri jiwaku tetesan embun, dan kemudian.. kau
tinggalkan aku.
Akhirnya, diujung batas kesendirian ini,
aku temukan satu jawaban, bahwa kehidupan ini akan terasa indah, jika kita
senantiasa dekat dengan Allah, Ya Allah...
Sahabat, kini kau datang lagi
menghampiriku, dan bertanya, “Bagaimana khabarku saat ini?”, sambil tersenyum
aku berkata, "Alhamdulillah...", dan aku terharu saat mendengar,
bahwa engkau sayang padaku.
Wahai sahabatku, janganlah engkau bosan
untuk menasihatiku, jangan pula bosan untuk menyayangiku, bukankah kehidupan
ini akan terasa indah jika kita saling sayang?, saling cinta?, Mencintai karena
Allah. Sahabat, mencintai menjadikan kita kuat untuk tetap berpegang pada tali
Allah, dan mari kita tebarkan rasa cinta ini ke segenap penjuru bumi, agar
senantiasa damai hati insani.. Semoga Allah membalas segala kebaikanmu padaku,
Sayangku s'lalu untukmu.
Perlahan Ayu menutup Diarynya, air mata
mengucur deras dari kelopak matanya. "Ya Allah.. kenapa rasa ini harus
ada?, bagaimana mungkin aku memikirkan seseorang yang bukan Engkau takdirkan
untukku?!."
*****
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al
Baqarah 2:216)
*****
Dengan Nisalah Ayu selalu berbagi cerita
suka dukanya, begitupun sebaliknya. “Semua telah berakhir, Nisa!, aku harus
menerima kenyataan bahwa dia bukanlah untukku, walau terkadang aku masih
berharap Allah akan merubah segalanya, namun kecintaanku pada-Nya membuat aku
yakin, bahwa ini adalah yang terbaik yang diberikan-Nya.
Sebenarnya aku menaruh harapan besar pada
hamba Allah yang sholeh itu, untuk menjadi sahabat yang dapat kuajak bersama
mengelilingi perputaran roda ini, bagaikan Matahari dan Bulan yang silih
berganti menerangi alam, menjadi khalifah bagi insan taqwa di bumi ini.
Namun sekali lagi aku sadar, apa yang
menurutku baik belum tentu baik menurut-Nya, aku tidak tahu apa-apa, sedangkan
Allah Maha Mengetahui segalanya. Yang terpenting bagiku kini, menjalani hidup
ini bagai air yang mengalir, jika tiba saatnya nanti, insya Allah.” Kata-kata
mutiara itu meluncur deras dari bibirnya, terdengar begitu tegar,
“Apakah pemuda itu tahu perasaanmu,
Ayu?,” tanya Nisa. Ayuning tersenyum. “Ia tahu, Nisa.., dari perbincangan kami
yang panjang, dari persahabatan kami yang cukup lama, aku yakin ia juga
merasakan hal yang sama, tapi sudahlah.. Pemuda itu lebih dahulu mengenal
wanita itu daripadaku, ia juga memutuskan untuk menikahinya karena petunjuk
Allah. Semoga Allah memberkahi pernikahannya dan melimpahkan keberkahan atas pernikahannya.”
“Aamiin”, ucap Nisa.
“Mungkin wanita itu lebih baik dan lebih
taqwa dariku, ya Nisa?.” Sebelum sempat Nisa berkomentar, Ayu telah meralat
ucapannya. “Tapi bukankah yang berhak menilai baik dan taqwanya seseorang
hanyalah Allah?!..” “Iya, Ayu..” Nisa membenarkan ucapan sahabatnya. "Eh,
sudah jam 10, kita ke rumah Ana yuk." Kedua sahabat karib itupun pergi ke
rumah sahabatnya yang baru melahirkan.Di atas langit terlihat mendung.
*****
"Subhanallah lucunya..," mata
Ayu dan Nisa berbinar melihat bayi mungil Ana, buah hati itu terlihat sehat,
kulitnya putih dan rambutnya lebat sekali. Ayu sebenarnya ingin menggendong,
tapi khawatir terjadi apa-apa karena si mungil baru berusia 5 hari, sementara
di luar sana hujan turun dengan derasnya.
Ana begitu antusias menceritakan
pengalaman melahirkannya, dan Ayu begitu menikmatinya, sesekali ia tampak
merinding. Menghadapi masa-masa menstruasi saja sudah sedemikian menderita,
apalagi kalau melahirkan ya?, bathinnya. Perasaan cemas itu semakin
menjadi-jadi saat ia teringat Firman Allah yang menceritakan betapa sakitnya
Maryam melahirkan Nabi Isa, a.s. sehingga ia berkata;
"Aduhai, alangkah baiknya aku mati
sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan."
(QS. Maryam 19:23)
"Sebenarnya aku pingin operasi
caesar, supaya nggak sakit, tapi.. mulut ini mau bicara susahnya minta ampun,
akhirnya kupikir sudahlah, pasrah saja..," Ana terlihat menarik nafas.
"Melihat si mungil lahir, Subhanallah.. rasa sakitku mendadak hilang...
Maha Besar-Nya Allah, ya.." Ungkap Ana melukiskan kebahagiaannya.
Mendengar penuturan sahabatnya, ada
sesuatu yang menusuk hati Ayuning. Terkadang ia masih dihantui rasa takut jika
nanti sudah menikah. Membayangkan dirinya akan hamil dan punya anak. Iapun
menyadari kesibukannya dengan berbagai penelitian tumbuh-tumbuhan sampai
terkadang lupa waktu, mengurus diri sendiri saja sudah kalang kabut, apalagi
mengurus suami dan anak-anak? fikirnya.
Tapi rasa itu selalu ditangkisnya,
bukankah melahirkan adalah kodrat perempuan?!, bukankah anak adalah rezeki yang
tak ternilai?!, sementara banyak terjadi pasangan, akibat menunda kehamilannya
di awal pernikahan, beresiko tinggi tidak dianugerahi keturunan.
Yach.., mungkin Allah murka pada mereka.
"Duhai Allah, jadikanlah aku hamba-Mu yang bersyukur atas segala
karunia-Mu," Ayu berdo'a dalam hati.
"Kok melamun sich Ayu?," tanya
Ana menyadarkannya. "Eh.. bagaimana dengan pemuda itu?," Ayu sempat
cerita pada Ana tentang kedekatannya dengan Herman, mendengar pertanyaan Ana,
wajah Ayu berubah sendu, perlahan ia mulai menjelaskan,
"Ternyata dia bukan jodohku Ana, ia
akan menikah bulan depan." Melihat kedukaan Ayu, Nisa berusaha
mendinginkan suasana, "Ah.. kalau ada jodoh tak akan lari kemana..,"
serunya. "Hush.. aku belum siap jadi istri kedua!," sungut Ayu
pura-pura marah, diiringi tawa kedua sahabatnya. "Kalau kamu sudah punya
calon
Sa?," tanya Ana hati-hati, "Nisa sich menunggu pangeran dari
langit," ucapnya ringan.
Sejenak obrolan mereka terhenti melihat
kehadiran suami Ana, ia begitu perhatian sekali terhadap istri dan anaknya.
Karena tak ingin mengusik terlalu lama, iapun segera pergi.
"Punya suami itu enak lho Ayu,
Nisa.. ada tempat untuk berbagi, beda saat masih sendiri, perasaan kita selalu
gelisah, ada aja yang difikirkan. Bathin orang yang sudah menikah itu jauh
lebih tenang, karena arah tujuan hidup mereka jelas."
"Ah.. Ana, kamu bisa aja!,"
celoteh Ayu. "Nggak percaya?, buktikan aja sendiri!," Kata Ana meniru
iklan televisi, dengan maksud meyakinkan kedua sahabatnya.
Diam-diam Ayu asyik memperhatikan bayi
mungil Ana yang tertidur lelap, ada rasa keibuan yang mendorongnya untuk
memberanikan diri menggendong bayi itu, pelan dan sangat hati-hati. Nisa dan
Ana membantu, keduanya saling berpandangan.
Saat si mungil ada dipelukannya, perasaan
Ayu berbunga, sulit diungkap dengan kata-kata, yang jelas hatinya begitu
bahagia. Pelan diciumnya lembut bayi itu. Melihat sahabatnya, Nisa tak enak
hati mengganggu, tapi mereka masih akan pergi ke beberapa tempat, sedangkan
hari sudah siang, "Yu.. kita pulang yuk?.." katanya pelan, sementara
hujan di luar sana telah reda. Merekapun pamit, "Makasih ya, Ayu.. Nisa..
hati-hati di jalan." Ketika keduanya hampir di mulut pintu, "Sa..
nanti lihat-lihat ke atas ya.. kali aja pangerannya nyangkut di pohon,"
canda Ana.
*****
Pulang dari rumah Ana, mereka singgah ke
masjid terdekat untuk shalat Dzhuhur, kemudian melanjutkan perjalanan, Ayu
mengajak Nisa ke supermarket. Macam-macam yang dibelikannya untuk orangtua.
Nisa sudah sangat memahami sahabatnya
itu, seperti dirinya juga, Ayu sangat memperhatikan orangtua terutama ibunya,
karena melalui perantara wanita mulia itulah mereka mengerti betapa besar kasih
sayang Allah kepadanya. Mereka selalu ingin mensyukuri nikmat Allah dengan
berbuat baik pada orangtua yang telah mengandung, mendidik dan membesarkannya.
Tiba-tiba Nisa kehilangan sahabatnya,
cukup lama juga ia mencari kesana kemari, rupanya Ayu sedang asyik
memperhatikan baju-baju hamil yang dipajang di etalase. "Aduh Yu.. kirain
hilang.. rupanya di sini, mau beliin untuk siapa?," tanya Nisa, Ayu
sedikit tersipu ditanya begitu, malu-malu ia berkata, "Nggak untuk
siapa-siapa kok Sa.. Ayu senang aja," katanya sambil masih sibuk memperhatikan.
"Sa.. Ayu kok pingin pake baju ini ya?!", "Hah?!" Nisa
kaget, "Ini kan baju hamil,"
*****
Setelah memesan menu makan siang di
warung langganan, kedua gadis itu duduk tenang di bawah pepohonan rindang,
tempatnya teduh jauh dari polusi. Jam makan siang sudah lewat, warung tampak
sepi, sehingga keduanya merasa betah berlama-lama.
"Ayu.. Ayu.. kok jadi aneh begini
sich?!," Nisa tersenyum seraya geleng-geleng kepala membayangkan polah
sahabatnya, Nisa jadi teringat Nini, sudah pernah diceritain belum, ya?..
" Nini yang bernama lengkap Cahyani adalah adik Nisa yang sudah menikah
dalam usia yang masih sangat muda, 18 tahun.
"Dia itu paling seneng sama anak
kecil, lho Yu.., entah apa penyebabnya suatu ketika ia merengek manja pada
Nisa, "Mba'.. Aku pingin hamil.. tapi bagaimana mungkin.. akukan belum
punya suami..., carikan aku dong Mba'..."
Ya Allah, mulanya Nisa kaget juga, ada
apa dengan adikku?, kecil-kecil pingin hamil, punya anak?, ah, mungkin cuma
bercanda, "Nanti Mba' carikan ya sayang..," Nisa coba menghibur
hatinya.
Sejak saat itu dia rajin Qiyamullail,
berdo'a siang malam agar diberikan Allah jodoh yang baik dan anak yang shaleh,
Ninipun rajin mengaji, Nisa sampai terharu melihatnya.
Tak lama kemudian Allah mengabulkan
permintaannya, ia diperkenalkan dengan seorang ikhwan yang kebetulan sedang
mencari calon istri, keluarganyapun sayang pada Nini, akhirnya mereka menikah.
Nini diboyong suaminya ke Jakarta. Alhamdulillah, tiga bulan kemudian Allah
mewujudkan impiannya untuk memperoleh anak. Suatu hari ia curhat lagi,
"Mba'.. ternyata hamil itu rasanya
begini ya.. serba salah. Seperti inilah dulu Bunda mengandungku ya..,"
katanya, dan kalau bicara sama ibu, ia selalu menangis, "Bunda.. kalau
Nini punya salah, mohon dimaafkan ya..," katanya terisak.
Alhamdulillah, akhirnya Nini melahirkan
dengan selamat, bayinya perempuan, namanya Mira, manis sekali. Sebulan, dua
bulan Nini begitu menikmati menjadi seorang ibu. Namun kemudian,
"Bunda.. kok Mira hidungnya pesek?,
setiap pagi dipencet tapi nggak mancung-mancung juga, sudah gitu matanya sipit
lagi. Ada yang ngeledekin, Mira nanti sudah besar, kalau tertawa, nanti
teman-temannya sudah pada ilang, Miranya baru sadar, Ninikan jadi sebel. Kok
Mira nggak cantik kayak ibunya sich?!."
Mendengar keluhan Nini, ibu buru-buru
menasihatinya, alhamdulillah ia cepat istighfar dan kembali bersyukur pada
Allah. Kalau ingat Mira, Nisa jadi kangen sekali," Nisa berguman sambil
mengeluarkan sebuah foto dari dompetnya.
"Coba lihat Yu.., lucukan?!,"
Ayu menatap kagum foto yang ditunjukkan sahabatnya. "Mau tahu panggilan
sayang Nisa padanya?, "Boneka Jepang." Kata Nisa sembari tersenyum
bahagia.
*****
"Aduh.. belum sore begini kok
jalanan sudah macet ya Yu?!," keluh Nisa. Sementara jauh di depan mereka
banyak orang-orang mengerumuni sebuah tong sampah yang berada di depan klinik
bersalin.
"Wanita tak bermoral, dikasi rezeki
sama Allah malah dibuang!, kalau nggak siap jadi ibu ya jangan menikah!," umpat
segerombolan ibu-ibu yang entah ditujukan pada siapa,
"Ada apa ya Yu?!," Nisa
bertanya-tanya. Jalanan kembali normal, kedua sahabat itu hampir tak merasakan
kalau habis terjebak kemacetan. Mereka tidak tahu ada peristiwa apa yang
terjadi barusan. Klinik tampak sepi, yang berbekas hanya tumpukan sampah-sampah
yang berserakan.
*****
Sesungguhnya rugilah orang-orang yang
membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka
mengharamkan apa yang Allah
telah rezekikan kepada mereka,
(semata-mata) mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka itu sesat dan
mereka tidak mendapat petunjuk. (QS. Al An 'am 6:140)
Janganlah kamu membunuh anak-anakmu
(karena takut) dari kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada
mereka. (QS. Al An 'am 6:151)
*****
"Innalillaahi..," Ayu sedikit
histeris saat membaca berita pagi yang ada di genggamannya. Tubuhnya lemas saat
mengetahui peristiwa sesungguhnya yang terjadi kemarin. "Orok Bayi
Ditemukan di Rumah Sakit Bersalin X". "Ya Allah, kenapa bisa tega
seorang ibu membunuh darah dagingnya sendiri, bukankah Engkau titipkan ia rahim
dan kelebihan rasa untuk lebih peka akan kasih sayang dan pengorbanan?,"
ucap Ayu sambil terus melanjutkan bacaannya,
Sementara pasangan lain bertahun-tahun
mendamba buah hati, lain halnya dengan pasangan "TB", mereka berusaha
keras untuk menghindari kelahiran anak dengan alasan ekonomi, Namun Allah
berkehendak lain, ibu B dinyatakan positif, maka terjadilah peristiwa tragis
ini.
*****
Sore yang cerah, usai membahas kasus
mengharukan, Ayu mengajak Nisa ke tempat favorit keluarga, taman bunga. Ia
mengambil peralatan menyiram kembang-kembang kesayangan ibunya. Di tengah
keasyikan bekerja, Ayu mencurahkan isi hatinya pada Nisa.
"Sa.. kalau difikir-fikir, merawat
anak itu sama seperti merawat tanaman-tanaman ini ya.., harus telaten,
disirami, dikasi pupuk, dibersihkan dari rumput-rumput, lengah dikit aja,
mereka tumbuh tak karu-karuan.
Ayu teringat dulu ketika kuliah, Ayu
rajin mengurus tanaman penelitian, ditinggal bentar aja, eh.. mereka pada layu,
mungkin karena sering diperhatikan ya? Jadi manja. Sementara waktu mepet
sekali.
Menurut penelitian, tanaman senang
mendengar musik klasik, hal itu akan membuat pertumbuhan mereka lebih baik,
karena itu Ayu bawa radio dari rumah ke kebun untuk mutarin mereka, ternyata
benar, mereka subur kembali.
Begitupula menurut penelitian para
ilmuwan dan musisi, bahwa musik klasik sangat baik untuk pertumbuhan bayi,
karena dalam musik itu terdapat lompatan-lompatan nada yang bisa merangsang
otaknya, pantaslah saja selama ini para kiyai dan ustadz selalu menyarankan
para ibu yang mengandung supaya lebih banyak mengaji ya.. sebab alunan suara
Qur'an membawa dampak yang sangat luar biasa bagi anaknya.
Oh ya Nisa, dulu Ayu pernah sampai nangis
lho ketika makan jagung, Ayu membayangkan pertama kali saat menanaminya, dari
biji, tumbuh tunas, daun dan tiba-tiba sebesar ini. Perasaanku sangat bahagia
sekali melihat perkembangan mereka, seperti ada ikatan bathin, mungkin rasa
inilah yang dimiliki orangtua kita pada anak-anaknya, ya..
Ucap Ayu, sejenak ia menghentikan
kalimatnya, "Sa, kini Ayu mulai menyadari kenapa Allah belum mengizinkan
Ayu menikah, Ia ingin Ayu mengabdi dulu pada orangtua. Ayu juga mulai memahami
kenapa Allah menghendaki Ayu masih sendiri, agar Ayu lebih menempa diri untuk
menjadi seorang ibu di bumi ini!..”
Subhanallah. (Nisa membathin), ia kagum
pada kecerdasan sahabatnya membaca Firman Allah dan rahasia cobaan Allah.
Tiba-tiba matanya tertegun melihat serumpun Melati yang tumbuh subur di taman
itu, dalam hati ia berkata, Melati itu semakin harum mewangi, Ya Allah.. aku memohon
pada-Mu, berikanlah yang terbaik bagi-Mu.
Copyright © Lembaga Dakwah dan
Taklim (L-Data) 2002
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan
pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (QS. Yaasin 36:36)
*****
“Ya Allah, siapakah gerangan sahabat
sejati yang Engkau pilihkan untukku?, yang mau menemaniku merenda hari-hari
untuk beribadah kepada-Mu, yang mau berbagi suka dan duka dalam mengharungi
hidup ini, yang menjadikanku kokoh kuat dalam menegakkan kalimat-Mu, agar..
diriku lebih mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau berikan, agar.. diriku
lebih dekat kepada-Mu..”
Nisa tertegun mendengar do'a Ayuning di
keheningan malam. Sahabatnya itu memintanya untuk menemani tidur karena
orangtua Ayu ke luar kota. Do'a itupun usailah sudah, wajah Ayu bersemu merah
ketika tahu Nisa terjaga dari tidurnya.
“Kamu mendengar do'aku Nisa?”, Nisa
tersenyum, “Apakah do'a itu yang s'lalu Ayu panjatkan pada Allah?”, Ayuning
diam, perlahan titik-titik embun jatuh dari kelopak matanya. “Aduhai sayang..”
Ujar Nisa seraya merangkul sahabatnya, perlahan ia menyeka air mata itu,
setelah agak tenang.
“Ayu.., apa yang menjadi keinginanmu
adalah cita-cita seluruh wanita mukminat di dunia ini, namun jikalau ia belum
terwujud, itu adalah rahasia Allah, Yang Menciptakan kita, bukankah Ia
menciptakan makhluk-Nya menurut ukuran-ukuran yang telah ditetapkan? kita
selaku hamba-Nya hanya bisa berusaha dan ikhtiar, dan hanya Allahlah yang
menentukan.
Bukankah Ayu mencintai Allah?, rasa itu
akan membuat Ayu yakin, Allah akan memilihkan yang terbaik untukmu. Demi Allah
Ayu.., Allah Maha Adil terhadap hamba-hamba-Nya, karena itu, bersyukurlah bahwa
Ia masih memberimu kesempatan untuk menjadi wanita yang lebih baik dari
sekarang.
Ayu harus kuat dalam mengitari perputaran
roda kehidupan ini, karena perkitarannya semakin hari semakin cepat. Jangan
pernah berhenti sesaatpun, Ayu..masih banyak yang perlu Ayu perhatikan, masih
banyak yang memerlukan perhatianmu. Kita datang ke alam ini sendirian, Ayu..
dan kita juga akan pulang sendirian. Ayo.. jangan sedih-sedih lagi, ya.. mana
senyum manisnya?..”
Ayu tersenyum pada Nisa, dari bibir
mungil itu keluar kata, “Tolong do'akan Ayu ya..” Nisa membalas senyuman tulus
itu, “Ia, Ayu.. Nisa do'akan” Mereka berdua sujud syukur pada Allah,
melanjutkan malam itu dengan tenggelam akan kerinduan beribadah kepada Allah.
Semenjak malam itu, Nisa lama tak bertemu Ayu, iapun
maklum dengan kesibukan sahabatnya.
*****
Fikiran Ayu menerawang, matanya menatap
lekat langit-langit kamar, seketika ia terjaga saat mendengar telpon berdering,
kriiing.. kriing... Samar-samar terdengar suara ibunya berbicara, "Ayu?,
dari siapa ya?, tunggu sebentar." Ibu bergegas ke kamarnya, "Ayu..,
ada telpon dari Herman."
Ini sudah kesekian kali pemuda itu
menelponnya, kalau sudah di udara, melayang.. lupa segala-galanya. Entahlah
iapun tidak tahu kenapa, ada getar-getar halus yang menyusup ke relung hatinya
saat berbicara dengan sosok insan yang satu ini, hampir tak sepatah katapun
yang bernilai sia-sia.
Yang mereka bicarakan seputar mencarikan
jalan agar anak-anak jalanan mampu mandiri tanpa meminta-minta, menanamkan
ajaran tauhid agar anak-anak tersebut terbentengi dari pihak-pihak yang ingin
meracuni fikiran mereka supaya berpindah agama, yach Herman punya kepekaan
sosial yang tinggi, sangat peduli terhadap nasib hamba-hamba Tuhan.
Pemuda seperti inilah yang didambakan Ayu
selama ini, dan rasa itu semakin kuat saat Herman berterus terang menyukai
kelembutannya, kecantikannya, dan betah berlama-lama berbicara dengannya, ah..
tetapi apakah mungkin persahabatan mereka dapat berganti menjadi sebuah ikatan
perkawinan? sedangkan ia tahu
kenyataannya bahwa Herman telah mempunyai calon istri?! dan apa yang
ditakutinya selama ini terbukti..
"Kamu baik-baik saja kan, Ayu?.. bulan depan saya akan menikah. Sebenarnya.. Herman mencintaimu Ayu, tetapi kami
telah dipertemukan lebih dulu. Seandainya saja saya lebih dulu mengenalmu..,
maafkan saya, Ayu.., " Ayuning tak sanggup mendengar kelanjutan kata-kata
itu, air matanya jatuh tanpa suara, ia berusaha keras
menyembunyikan kesedihan dan kekecewaannya, karena ia sadar semua yang terjadi
adalah atas kehendak Allah, jika ia tak terima sama artinya ia melawan takdir Allah.
Ayu masih belum mampu mengendalikan diri,
tak pernah diduganya akhir hubungannya akan jadi begini. Herman, pemuda yang
disangkanya adalah sahabat sejati yang dipilihkan Allah untuknya, ternyata..
perlahan dibukanya Diary Merah Jambu yang berisi ungkapan rasanya dengan pemuda
itu.
*****
Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah
Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman pada hari kiamat elak: Mana
orang-orang yang saling mencinta karena Keagungan-Ku? Hari ini Ku-naungi
mereka, dimana tidak ada naungan yang lain selain naungan-Ku. (HR. Muslim)
*****
Untukmu Sahabatku,
Sahabat, tahukah engkau?, nasihatmu
menduduki peringkat pertama di hatiku. Kemarin.. engkau mau mendengar
keluhanku, kemarin.. engkau beri jiwaku tetesan embun, dan kemudian.. kau
tinggalkan aku.
Akhirnya, diujung batas kesendirian ini,
aku temukan satu jawaban, bahwa kehidupan ini akan terasa indah, jika kita
senantiasa dekat dengan Allah, Ya Allah...
Sahabat, kini kau datang lagi
menghampiriku, dan bertanya, “Bagaimana khabarku saat ini?”, sambil tersenyum
aku berkata, "Alhamdulillah...", dan aku terharu saat mendengar,
bahwa engkau sayang padaku.
Wahai sahabatku, janganlah engkau bosan
untuk menasihatiku, jangan pula bosan untuk menyayangiku, bukankah kehidupan
ini akan terasa indah jika kita saling sayang?, saling cinta?, Mencintai karena
Allah. Sahabat, mencintai menjadikan kita kuat untuk tetap berpegang pada tali
Allah, dan mari kita tebarkan rasa cinta ini ke segenap penjuru bumi, agar
senantiasa damai hati insani.. Semoga Allah membalas segala kebaikanmu padaku,
Sayangku s'lalu untukmu.
Perlahan Ayu menutup Diarynya, air mata
mengucur deras dari kelopak matanya. "Ya Allah.. kenapa rasa ini harus
ada?, bagaimana mungkin aku memikirkan seseorang yang bukan Engkau takdirkan
untukku?!."
*****
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al
Baqarah 2:216)
*****
Dengan Nisalah Ayu selalu berbagi cerita
suka dukanya, begitupun sebaliknya. “Semua telah berakhir, Nisa!, aku harus
menerima kenyataan bahwa dia bukanlah untukku, walau terkadang aku masih
berharap Allah akan merubah segalanya, namun kecintaanku pada-Nya membuat aku
yakin, bahwa ini adalah yang terbaik yang diberikan-Nya.
Sebenarnya aku menaruh harapan besar pada
hamba Allah yang sholeh itu, untuk menjadi sahabat yang dapat kuajak bersama
mengelilingi perputaran roda ini, bagaikan Matahari dan Bulan yang silih
berganti menerangi alam, menjadi khalifah bagi insan taqwa di bumi ini.
Namun sekali lagi aku sadar, apa yang
menurutku baik belum tentu baik menurut-Nya, aku tidak tahu apa-apa, sedangkan
Allah Maha Mengetahui segalanya. Yang terpenting bagiku kini, menjalani hidup
ini bagai air yang mengalir, jika tiba saatnya nanti, insya Allah.” Kata-kata
mutiara itu meluncur deras dari bibirnya, terdengar begitu tegar,
“Apakah pemuda itu tahu perasaanmu,
Ayu?,” tanya Nisa. Ayuning tersenyum. “Ia tahu, Nisa.., dari perbincangan kami
yang panjang, dari persahabatan kami yang cukup lama, aku yakin ia juga
merasakan hal yang sama, tapi sudahlah.. Pemuda itu lebih dahulu mengenal
wanita itu daripadaku, ia juga memutuskan untuk menikahinya karena petunjuk
Allah. Semoga Allah memberkahi pernikahannya dan melimpahkan keberkahan atas pernikahannya.”
“Aamiin”, ucap Nisa.
“Mungkin wanita itu lebih baik dan lebih
taqwa dariku, ya Nisa?.” Sebelum sempat Nisa berkomentar, Ayu telah meralat
ucapannya. “Tapi bukankah yang berhak menilai baik dan taqwanya seseorang
hanyalah Allah?!..” “Iya, Ayu..” Nisa membenarkan ucapan sahabatnya. "Eh,
sudah jam 10, kita ke rumah Ana yuk." Kedua sahabat karib itupun pergi ke
rumah sahabatnya yang baru melahirkan.Di atas langit terlihat mendung.
*****
"Subhanallah lucunya..," mata
Ayu dan Nisa berbinar melihat bayi mungil Ana, buah hati itu terlihat sehat,
kulitnya putih dan rambutnya lebat sekali. Ayu sebenarnya ingin menggendong,
tapi khawatir terjadi apa-apa karena si mungil baru berusia 5 hari, sementara
di luar sana hujan turun dengan derasnya.
Ana begitu antusias menceritakan
pengalaman melahirkannya, dan Ayu begitu menikmatinya, sesekali ia tampak
merinding. Menghadapi masa-masa menstruasi saja sudah sedemikian menderita,
apalagi kalau melahirkan ya?, bathinnya. Perasaan cemas itu semakin
menjadi-jadi saat ia teringat Firman Allah yang menceritakan betapa sakitnya
Maryam melahirkan Nabi Isa, a.s. sehingga ia berkata;
"Aduhai, alangkah baiknya aku mati
sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan."
(QS. Maryam 19:23)
"Sebenarnya aku pingin operasi
caesar, supaya nggak sakit, tapi.. mulut ini mau bicara susahnya minta ampun,
akhirnya kupikir sudahlah, pasrah saja..," Ana terlihat menarik nafas.
"Melihat si mungil lahir, Subhanallah.. rasa sakitku mendadak hilang...
Maha Besar-Nya Allah, ya.." Ungkap Ana melukiskan kebahagiaannya.
Mendengar penuturan sahabatnya, ada
sesuatu yang menusuk hati Ayuning. Terkadang ia masih dihantui rasa takut jika
nanti sudah menikah. Membayangkan dirinya akan hamil dan punya anak. Iapun
menyadari kesibukannya dengan berbagai penelitian tumbuh-tumbuhan sampai
terkadang lupa waktu, mengurus diri sendiri saja sudah kalang kabut, apalagi
mengurus suami dan anak-anak? fikirnya.
Tapi rasa itu selalu ditangkisnya,
bukankah melahirkan adalah kodrat perempuan?!, bukankah anak adalah rezeki yang
tak ternilai?!, sementara banyak terjadi pasangan, akibat menunda kehamilannya
di awal pernikahan, beresiko tinggi tidak dianugerahi keturunan.
Yach.., mungkin Allah murka pada mereka.
"Duhai Allah, jadikanlah aku hamba-Mu yang bersyukur atas segala
karunia-Mu," Ayu berdo'a dalam hati.
"Kok melamun sich Ayu?," tanya
Ana menyadarkannya. "Eh.. bagaimana dengan pemuda itu?," Ayu sempat
cerita pada Ana tentang kedekatannya dengan Herman, mendengar pertanyaan Ana,
wajah Ayu berubah sendu, perlahan ia mulai menjelaskan,
"Ternyata dia bukan jodohku Ana, ia
akan menikah bulan depan." Melihat kedukaan Ayu, Nisa berusaha
mendinginkan suasana, "Ah.. kalau ada jodoh tak akan lari kemana..,"
serunya. "Hush.. aku belum siap jadi istri kedua!," sungut Ayu
pura-pura marah, diiringi tawa kedua sahabatnya. "Kalau kamu sudah punya
calon
Sa?," tanya Ana hati-hati, "Nisa sich menunggu pangeran dari
langit," ucapnya ringan.
Sejenak obrolan mereka terhenti melihat
kehadiran suami Ana, ia begitu perhatian sekali terhadap istri dan anaknya.
Karena tak ingin mengusik terlalu lama, iapun segera pergi.
"Punya suami itu enak lho Ayu,
Nisa.. ada tempat untuk berbagi, beda saat masih sendiri, perasaan kita selalu
gelisah, ada aja yang difikirkan. Bathin orang yang sudah menikah itu jauh
lebih tenang, karena arah tujuan hidup mereka jelas."
"Ah.. Ana, kamu bisa aja!,"
celoteh Ayu. "Nggak percaya?, buktikan aja sendiri!," Kata Ana meniru
iklan televisi, dengan maksud meyakinkan kedua sahabatnya.
Diam-diam Ayu asyik memperhatikan bayi
mungil Ana yang tertidur lelap, ada rasa keibuan yang mendorongnya untuk
memberanikan diri menggendong bayi itu, pelan dan sangat hati-hati. Nisa dan
Ana membantu, keduanya saling berpandangan.
Saat si mungil ada dipelukannya, perasaan
Ayu berbunga, sulit diungkap dengan kata-kata, yang jelas hatinya begitu
bahagia. Pelan diciumnya lembut bayi itu. Melihat sahabatnya, Nisa tak enak
hati mengganggu, tapi mereka masih akan pergi ke beberapa tempat, sedangkan
hari sudah siang, "Yu.. kita pulang yuk?.." katanya pelan, sementara
hujan di luar sana telah reda. Merekapun pamit, "Makasih ya, Ayu.. Nisa..
hati-hati di jalan." Ketika keduanya hampir di mulut pintu, "Sa..
nanti lihat-lihat ke atas ya.. kali aja pangerannya nyangkut di pohon,"
canda Ana.
*****
Pulang dari rumah Ana, mereka singgah ke
masjid terdekat untuk shalat Dzhuhur, kemudian melanjutkan perjalanan, Ayu
mengajak Nisa ke supermarket. Macam-macam yang dibelikannya untuk orangtua.
Nisa sudah sangat memahami sahabatnya
itu, seperti dirinya juga, Ayu sangat memperhatikan orangtua terutama ibunya,
karena melalui perantara wanita mulia itulah mereka mengerti betapa besar kasih
sayang Allah kepadanya. Mereka selalu ingin mensyukuri nikmat Allah dengan
berbuat baik pada orangtua yang telah mengandung, mendidik dan membesarkannya.
Tiba-tiba Nisa kehilangan sahabatnya,
cukup lama juga ia mencari kesana kemari, rupanya Ayu sedang asyik
memperhatikan baju-baju hamil yang dipajang di etalase. "Aduh Yu.. kirain
hilang.. rupanya di sini, mau beliin untuk siapa?," tanya Nisa, Ayu
sedikit tersipu ditanya begitu, malu-malu ia berkata, "Nggak untuk
siapa-siapa kok Sa.. Ayu senang aja," katanya sambil masih sibuk memperhatikan.
"Sa.. Ayu kok pingin pake baju ini ya?!", "Hah?!" Nisa
kaget, "Ini kan baju hamil,"
*****
Setelah memesan menu makan siang di
warung langganan, kedua gadis itu duduk tenang di bawah pepohonan rindang,
tempatnya teduh jauh dari polusi. Jam makan siang sudah lewat, warung tampak
sepi, sehingga keduanya merasa betah berlama-lama.
"Ayu.. Ayu.. kok jadi aneh begini
sich?!," Nisa tersenyum seraya geleng-geleng kepala membayangkan polah
sahabatnya, Nisa jadi teringat Nini, sudah pernah diceritain belum, ya?..
" Nini yang bernama lengkap Cahyani adalah adik Nisa yang sudah menikah
dalam usia yang masih sangat muda, 18 tahun.
"Dia itu paling seneng sama anak
kecil, lho Yu.., entah apa penyebabnya suatu ketika ia merengek manja pada
Nisa, "Mba'.. Aku pingin hamil.. tapi bagaimana mungkin.. akukan belum
punya suami..., carikan aku dong Mba'..."
Ya Allah, mulanya Nisa kaget juga, ada
apa dengan adikku?, kecil-kecil pingin hamil, punya anak?, ah, mungkin cuma
bercanda, "Nanti Mba' carikan ya sayang..," Nisa coba menghibur
hatinya.
Sejak saat itu dia rajin Qiyamullail,
berdo'a siang malam agar diberikan Allah jodoh yang baik dan anak yang shaleh,
Ninipun rajin mengaji, Nisa sampai terharu melihatnya.
Tak lama kemudian Allah mengabulkan
permintaannya, ia diperkenalkan dengan seorang ikhwan yang kebetulan sedang
mencari calon istri, keluarganyapun sayang pada Nini, akhirnya mereka menikah.
Nini diboyong suaminya ke Jakarta. Alhamdulillah, tiga bulan kemudian Allah
mewujudkan impiannya untuk memperoleh anak. Suatu hari ia curhat lagi,
"Mba'.. ternyata hamil itu rasanya
begini ya.. serba salah. Seperti inilah dulu Bunda mengandungku ya..,"
katanya, dan kalau bicara sama ibu, ia selalu menangis, "Bunda.. kalau
Nini punya salah, mohon dimaafkan ya..," katanya terisak.
Alhamdulillah, akhirnya Nini melahirkan
dengan selamat, bayinya perempuan, namanya Mira, manis sekali. Sebulan, dua
bulan Nini begitu menikmati menjadi seorang ibu. Namun kemudian,
"Bunda.. kok Mira hidungnya pesek?,
setiap pagi dipencet tapi nggak mancung-mancung juga, sudah gitu matanya sipit
lagi. Ada yang ngeledekin, Mira nanti sudah besar, kalau tertawa, nanti
teman-temannya sudah pada ilang, Miranya baru sadar, Ninikan jadi sebel. Kok
Mira nggak cantik kayak ibunya sich?!."
Mendengar keluhan Nini, ibu buru-buru
menasihatinya, alhamdulillah ia cepat istighfar dan kembali bersyukur pada
Allah. Kalau ingat Mira, Nisa jadi kangen sekali," Nisa berguman sambil
mengeluarkan sebuah foto dari dompetnya.
"Coba lihat Yu.., lucukan?!,"
Ayu menatap kagum foto yang ditunjukkan sahabatnya. "Mau tahu panggilan
sayang Nisa padanya?, "Boneka Jepang." Kata Nisa sembari tersenyum
bahagia.
*****
"Aduh.. belum sore begini kok
jalanan sudah macet ya Yu?!," keluh Nisa. Sementara jauh di depan mereka
banyak orang-orang mengerumuni sebuah tong sampah yang berada di depan klinik
bersalin.
"Wanita tak bermoral, dikasi rezeki
sama Allah malah dibuang!, kalau nggak siap jadi ibu ya jangan menikah!," umpat
segerombolan ibu-ibu yang entah ditujukan pada siapa,
"Ada apa ya Yu?!," Nisa
bertanya-tanya. Jalanan kembali normal, kedua sahabat itu hampir tak merasakan
kalau habis terjebak kemacetan. Mereka tidak tahu ada peristiwa apa yang
terjadi barusan. Klinik tampak sepi, yang berbekas hanya tumpukan sampah-sampah
yang berserakan.
*****
Sesungguhnya rugilah orang-orang yang
membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka
mengharamkan apa yang Allah
telah rezekikan kepada mereka,
(semata-mata) mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka itu sesat dan
mereka tidak mendapat petunjuk. (QS. Al An 'am 6:140)
Janganlah kamu membunuh anak-anakmu
(karena takut) dari kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada
mereka. (QS. Al An 'am 6:151)
*****
"Innalillaahi..," Ayu sedikit
histeris saat membaca berita pagi yang ada di genggamannya. Tubuhnya lemas saat
mengetahui peristiwa sesungguhnya yang terjadi kemarin. "Orok Bayi
Ditemukan di Rumah Sakit Bersalin X". "Ya Allah, kenapa bisa tega
seorang ibu membunuh darah dagingnya sendiri, bukankah Engkau titipkan ia rahim
dan kelebihan rasa untuk lebih peka akan kasih sayang dan pengorbanan?,"
ucap Ayu sambil terus melanjutkan bacaannya,
Sementara pasangan lain bertahun-tahun
mendamba buah hati, lain halnya dengan pasangan "TB", mereka berusaha
keras untuk menghindari kelahiran anak dengan alasan ekonomi, Namun Allah
berkehendak lain, ibu B dinyatakan positif, maka terjadilah peristiwa tragis
ini.
*****
Sore yang cerah, usai membahas kasus
mengharukan, Ayu mengajak Nisa ke tempat favorit keluarga, taman bunga. Ia
mengambil peralatan menyiram kembang-kembang kesayangan ibunya. Di tengah
keasyikan bekerja, Ayu mencurahkan isi hatinya pada Nisa.
"Sa.. kalau difikir-fikir, merawat
anak itu sama seperti merawat tanaman-tanaman ini ya.., harus telaten,
disirami, dikasi pupuk, dibersihkan dari rumput-rumput, lengah dikit aja,
mereka tumbuh tak karu-karuan.
Ayu teringat dulu ketika kuliah, Ayu
rajin mengurus tanaman penelitian, ditinggal bentar aja, eh.. mereka pada layu,
mungkin karena sering diperhatikan ya? Jadi manja. Sementara waktu mepet
sekali.
Menurut penelitian, tanaman senang
mendengar musik klasik, hal itu akan membuat pertumbuhan mereka lebih baik,
karena itu Ayu bawa radio dari rumah ke kebun untuk mutarin mereka, ternyata
benar, mereka subur kembali.
Begitupula menurut penelitian para
ilmuwan dan musisi, bahwa musik klasik sangat baik untuk pertumbuhan bayi,
karena dalam musik itu terdapat lompatan-lompatan nada yang bisa merangsang
otaknya, pantaslah saja selama ini para kiyai dan ustadz selalu menyarankan
para ibu yang mengandung supaya lebih banyak mengaji ya.. sebab alunan suara
Qur'an membawa dampak yang sangat luar biasa bagi anaknya.
Oh ya Nisa, dulu Ayu pernah sampai nangis
lho ketika makan jagung, Ayu membayangkan pertama kali saat menanaminya, dari
biji, tumbuh tunas, daun dan tiba-tiba sebesar ini. Perasaanku sangat bahagia
sekali melihat perkembangan mereka, seperti ada ikatan bathin, mungkin rasa
inilah yang dimiliki orangtua kita pada anak-anaknya, ya..
Ucap Ayu, sejenak ia menghentikan
kalimatnya, "Sa, kini Ayu mulai menyadari kenapa Allah belum mengizinkan
Ayu menikah, Ia ingin Ayu mengabdi dulu pada orangtua. Ayu juga mulai memahami
kenapa Allah menghendaki Ayu masih sendiri, agar Ayu lebih menempa diri untuk
menjadi seorang ibu di bumi ini!..”
Subhanallah. (Nisa membathin), ia kagum
pada kecerdasan sahabatnya membaca Firman Allah dan rahasia cobaan Allah.
Tiba-tiba matanya tertegun melihat serumpun Melati yang tumbuh subur di taman
itu, dalam hati ia berkata, Melati itu semakin harum mewangi, Ya Allah.. aku memohon
pada-Mu, berikanlah yang terbaik bagi-Mu.
Copyright © Lembaga Dakwah dan
Taklim (L-Data) 2002
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as