Anatomi
Resistensi Dalam Transformasi
( Antara Penolakan Versus Dukungan )
Oleh : Heri
Kuswara SE,SKom
Abstraksi
Esensi dari transformasi
adalah perubahan organisasi (Organization Change). Dalam implementasinya
perubahan ini dapat berupa apa yang dikerjakan (fungsi), cara mengerjakannya,
mekanisme kerjanya, mutasi karyawan, pergantian atasan/bawahan sampai kepada
tata letak ruang kerja dll. Sudah barang
tentu spektrum dari perubahan ini tidak harus merata di semua lini. Perubahan
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai strategis yang akan
dicapai. Jadi jelas respon karyawan terhadap perubahan tersebut akan
beraneka ragam karena keharusan dalam men-transformasi suatu organisasi akan berdampak pada kelangsungan mereka (karyawan) di perusahaan
tersebut.
Artikel singkat ini tidak
akan membahas mengenai perubahan (transformasi) organisasiitu sendiri namun
membahas mengenai respon karyawan dalam suatu organisasi (perusahaan) terhadap
perubahan itu sendiri.
I. Latar Belakang
Mengapa manusia Alergi dengan perubahan ? jawabannya sangat sederhana
: karena manusia rasional, ingin
mempertahankan hidup. Jawaban ini tidaklah dibesar-besarkan. Alam mengajari
semua mahluk hidup untuk menghemat energinya. Ular jarang bergerak bukan karena
malas tapi untuk menghemat energinya, kura-kura, kerang dan sejenisnya jarang
sekali bergerak ataupun mengeluarkan kepalanya itupun bukan berarti malas
tetapi bagaimana mengatur energinya agar dapat digunakan pada kondisi yang
tepat. Perubahan lingkungan, rumah, pekerjaan, apapun akan menguras lebih
banyak energi, bahkan perubahan diluar batas kemampuan dan batas toleransi
dapat mengorbankan hal yang prinsip dan
melanggar norma-norma yang berlaku.
Pada
dasarnya manusia hampir sama dengan mahluk lainnya yaitu tidak suka dengan
perubahan. Secara alami manusia membuat “pola” dalam tindakan, respon dan
berfikir. Kebanyakan pola atau persepsi ini memang banyak menghemat energi.
Sebagaimana kita tidak perlu mempertimbangkan, jika di pipi kita menempel
seekor nyamuk, secara refleks kita ayunkan tangan untuk menampar pipi kita.
Perubahan terhadap persepsi dan pola tindak, jelas kurang disukai karena kita
harus memprogram ulang respon kita.
Sekarang
jelas bahwa secara anatominya, resistensi terhadap perubahan adalah rasional
dan seringkali juga tindakan pengamanan untuk “survive”, meskipun seringkali resistensi juga menghambat kemajuan
budaya manusia. Perlu sebuah jawaban dari pertanyaan bagaimana seharusnya “melawan” resistensi ?
II. Pembahasan
Resistensi
tidak selalu terlihat, karena implementasi dari
resistensi itu sendiri berbeda-beda. Ada yang hanya sekedar “tidak ikut”, apatis,
sampai pada aksi “perlawanan”, tergantung dari kadar perubahan maupun kekuatan
individu/komunitas yang resisten. Sikap resisten akan terlihat jelas apabila
program transformasi diwujudkan, ada yang bersikap mencoba mencari titik lemah
dari transformasi tersebut ataupun berusaha menjauhinya.
a. Sumber-sumber resistensi
Secara garis besar sumber resistensi dapat dibedakan
menjadi dua kategori yaitu, resistensi yang bersumber dari individu/perorangan
dan resistensi yang bersumber dari organisasi/kelompok.
1. Resistensi dari individu
Setidaknya ada lima
faktor utama kenapa individu/karyawan menolak perubahan (transformasi) yakni habit, keamanan, ekonomi, ketakutan dan
distorsi informasi.
Faktor
pertama Habit atau kebiasaan. Yang dimaksudkan disini bukanlah kebiasaan untuk
menolak perubahan sich. Tetapi habit
untuk mengerjakan sesuatau sesuai dengan cara/metode yang telah dipahami.
Sebagai contoh dulu di di tahun 96 ke
bawah kita sudah terbiasa belajar dan mengajar dengan software yang serba Under
Dos, sesuai dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat diperkenalkanlah
software-software yang berbasis Under Windows. Pada umumnya selain kaget kita
sulit untuk memahaminya karena untuk beradaptasi terhadap perubahan tersebut,
jelas kita membutuhkan waktu dan upaya yang sangat ekstra. Contoh sederhana lain adalah banyak diantara
kita dalam memecahkan persoalan sudah terbiasa dengan satu alternatif solusi,
karena menganggap alternatif solusi lain akan banyak menghabiskan energi
(pemborosan energi).
Faktor
kedua adalah keamanan. Keamanan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. ( setidaknya teori Maslow). Perubahan selalu
akan membawa perubahan konfigurasi terhadap keamanan individu. Ancaman terhadap keamanan ini dapat
bervariasi, mulai dari kehilangan teman, rotasi, kehilangan peran, kehilangan
andalan bahkan sampai pada kehilangan pekerjaan (PHK/Permintaan diri). Baik
promosi, restrukturisasi, rotasi, sistem mutasi, Tugas Struktural dan
Fungsional, PHK secara langsung/tidak langsung yang ada di dalam suatu
institusi jelas berimplikasi pada karyawan itu sendiri, resistennya adalah
karyawan baik individu ataupun komunitas akan melakukan “perlawanan”, sinisme
yang ditujukan kepada pengambil kebijakan (police maker) selaku konseptor
perubahan itu sendiri. “Hujatan, cercaan, makian” dari kadar rendah sampai
tinggi baik dalam bentuk unjuk “gigi” ataupun unjuk rasa sebagai akumulasi dari
kekecewaan para resisten tersebut.
Faktor ketiga adalah ekonomi. Level atau gradasi dari
alasan ekonomi ini cukup beragam mulai dari turun atau ditiadakannya bonus,
hilangnya kesempatan promosi jabatan (stagnas) sampai kehilangan pekerjaan itu
sendiri. Barangkali motif ini yang
paling banyak muncul dari kasus-kasus resistensi terhadap perubahan. Hal ini
wajar karena dilihat dari sudut pandang organisasi, salah satu variabel penting
dari perubahan adalah efesiensi, cutting
cost. Mesikpun tidak selalu,
efesiensi sering berdampak pada turunnya penerimaan karyawan. Di setiap
Institusi atau pada institusi kita mungkin ? sering dijumpai promosi jabatan,
bahkan tidak jarang hal ini menjadi head
line (topik pembicaraan) pada setiap kesempatan baik iming-iming dari
atasan dalam berbagai rapat sampai pada
bisik-bisik (ngerumpi) sesama kita dalam melepas kepenatan dan kejenuhan
(intermezo). Idealnya promosi jabatan adalah perbaikan status ekonomi,
namun dirasa tanggungjawab yang
dibebankan tidak seimbang dengan penyesuaian salary (income) atau
Ujung Ujungnya Duit juga, UUD. Meskipun pada prakteknya manifestasi dari
resistensi ini dapat beragam.
Faktor
Keempat adalah Takut terhadap Ketidaktahuan (far of the unknown). Siapa sih yang senang dikatakan “tulalit”,
“Botol” atau “Jaka sembung bawa golok” dan istilah – istilah lain yang
mempunyai makna yang sama. Satu contoh perubahan dari sistem manual ke
komputerisasi ( mesin tik -> PC ), Upgrading Software, Upgrading
Hardware dengan teknologi terkini, ini
memungkinkan munculnya resistensi dari karyawan karena kekhawatiran terancam
mutasi, stagnas, perampingan karyawan bahkan sampai dirumahkan. Program – program perubahan
dibidang teknologi dan komputerisasi ini biasanya mendapat resistensi dengan alasan
ketidaktahuan.
Faktor
kelima adalah Distorsi informasi. Manusia memandang realita melalui persepsinya.
Sekali dia mengartikan suatu realita, dia akan menolak perubahan yang merusak
keyakinannya.
2.
Resistensi dari Organisasi
Ternyata organisasipun mempunyai daya resistensi
terhadap perubahan (transformasi). Sepertinya, hukum-hukum fisika juga berlaku
di organisasi, bahwa untuk mengubah suatu struktur diperlukan energi aktivasi.
Namun pada prakteknya resistensi
organisasi mudah untuk ditemukan. Lihatlah organisasi pemerintah, presiden
datang silih berganti, menteri datang dan pergi tapi kinerja masing-masing
departemen tetap saja tidak ada
perubahan yang berarti. Demikian juga
perguruan tinggi yang sering meng-klaim sebagai institusi ilmiah,
masyarakat intelektual, corong reformasi dan transformasi justru paling sulit (egois) untuk berubah.
Sistem pendidikan kita barangkali tidak
mengalami perubahan yang paling signifikan selama berpuluh tahun. Kenapa
demikian dapat dijelaskan dengan lima
faktor resisitensi dibawah ini :
Faktor pertama,
kelembaman struktur (structural inertia). Organisasi seolah mempunyai daya untuk mempertahankan
stabilitasnya (lembam-enggan untuk berubah), lebih – lebih organisasi yang
merasa telah mapan. Dengan sistem yang ada, job
description, nilai-nilai kolektif, tata tertib, disiplin organisasi,
mendorong karyawan untuk behavior.
Sepertinya ada organization way of live. Contoh kecil pada salah satu institusi, untuk meningkatkan
sinerginya dilakukan restrukturisasi besar-besaran dari low level management sampai pada high level management, atau yang paling sederhana adalah pada salah
satu bagian (unit kerja) untuk memperbaiki kinerjanya supaya sinergi dengan
unit kerja (bagian) yang lainnya dilakukan penambahan tenaga profesional,
perubahan sistem dan konsep kerja. Namun tetap hal tersebut tidak menjadikan
lebih baik, sepertinya ada kekuatan yang
tidak kelihatan yang menyebabkan organisasi dan unit kerja tersebut
mempertahankan “tradisinya”. Untuk transformasi, kekuatan ini jelas menjadi
salah satu faktor resistensi.
Faktor
kedua adalah Keterbatasan Fokus perubahan. Perubahan yang hanya difokuskan pada salah
satu bagian (unit kerja) tanpa diikuti oleh bagian-bagian lainnya akan
menimbulkan ketimpangan, kesenjangan. Hal ini jelas akan berdampak buruk secara
keseluruhan. Institusi sebagai sebuah sistem yang setiap unitnya
saling berhubungan dan saling terkait akan menjadi tidak bersinergi.
Perumusan visi, misi, perencanaan strategis dan nilai strategis pada suatu unit kerja
(bagian) tanpa diikuti oleh unit kerja lainnya, hal tersebut akan menimbulkan
kemandekan organisasi. Perubahan sistem perencanaan strategis (strategic planning- goal setting) tidak
akan efektif tanpa merubah sistem penilaian kinerja, selanjutnya perubahan
penilaian kinerja terkait dengan sistem gaji-fasilitas, sistem promosi dan
rotasi. Sehingga jika kita merubah suatu sistem tanpa diikuti perubahan sistem
terkait maka perubahan tersebut akan ditelan “kelembaman” dan kembali ke sistem
yang lama. Silahkan anda berikan contoh
pada institusi anda ?………..
Faktor
ketiga adalah Kelembaman Group (group
inertia). Resistensi ini terjadi karena adanya solidaritas kelompok.
Seringkali kita temui bahwa seorang individu sebenarnya mau berubah atau bahkan
ingin menjadi agent of change, namun jika
dalam kelompok tersebut sebagian besar anggota group menentang, energi itu bisa
hilang begitu saja. Istilah fisika mengatakan bahwa energi yang mendorong
perubahan masih dibawah energi ambang yang diperlukan untuk bergerak.
Faktor
keempat adalah ancaman terhadap keahlian. Asset yang sangat utama dan tidak berwujud
dalam suatu organisasi adalah pengetahuan dan keahlian yang dimiliki secara
kelompok (SDM bersama). Katakanlah suatu lembaga/Biro yang menangani
Organisasi, disana sudah ada pengetahuan, pengalaman, keterampilan baik yang
tertulis maupun yang tersimpan dalam ingatan anggotanya, bagaimana caranya
mereorganisasi. Artinya bahwa jika biro/bagian tersebut dilikuidasi, sudah
barang tentu akan ada suatu tekanan resistensi dari anggota, yang merasa
terancam bahwa pengetahuan yang mereka miliki akan tidak “dipakai” lagi. Karena
asset pengetahuan seperti ini tidak mudah untuk memperolehnya, perlu energi
yang banyak dan waktu yang lama.
Faktor
kelima adalah acaman terhadap relationships. Relationships yang sudah
mapan juga memerlukan waktu yang lama untuk membangun dan meningkatkannya.
Perubahan apapun yang akan mengancam relationships ini akan mendapat resistensi
Faktor
keenam adalah ancaman terhadap alokasi sumber daya manusia. Resistensi semacam ini
banyak muncul dari leader. Baik leader organisasi ataupun leader bagian (unit kerja). Sumber daya
disini adalah baik alokasi sumber daya anggaran ataupun alokasi sumber daya
manusia. Resistensi alokasi SDM ini sangat sering terjadi di setiap organisasi
atau bagian, tidak jarang leader pada
setiap organisasi atau bagian tetap
mempertahankan personil SDM-nya dengan berbagai alasan. Latar belakang dari
Resistensi ini cukup beragam, mulai dari terciptanya solidaritas, hubungan
baik, ketergantungan sampai pada rasa
mempertahankan “Rezim”.
Faktor – faktor diatas dapat berdiri sendiri atau
muncul bersamaan. Semakin banyak faktor yang berperan, semakin besar pula
resistensi yang muncul.
b. Solusi Resistensi
Sebenarnya tidak ada jalan pintas untuk mengatasi
resistensi ini. Namun demikian ada beberapa cara yang dapat dikombinasikan
sesuai dengan sebab-sebab terjadinya resistensi.
1. Komunikasi.
Apa sebenarnya yang harus dikomunikasikan ?. Pada setiap organisasi
sering kali kita mendengar istilah komunikasi,
sosialisasi, koordinasi, konfirmasi dan si.. si.. yang lainnya. Sebagai
konseptor (leader atau police maker lainnya) seringkali mengkomunikasikan
program-program perubahan, keuntungan-keuntungan, dll. Sebenarnya yang perlu
dikomunikasikan adalah the logic of
change, mengapa perlu perubahan. Manusia rela untuk berubah jika perubahan
itu akan menguntungkan dirinya. Ini dipahami melalui logika (umumnya), bukan
melalui doktrin. Yang sering terjadi adalah bias dalam menterjemahkan
keuntungan ini, sering berjangka pendek. Sebagai contoh adalah bagaimana
mengkomunikasikan budaya “ngirit”, etos
kerja, efesiensi dan efektivitas kerja sehingga dapat menguntungkan organisasi
yang pada gilirannya (Insya Allah) akan menguntungkan karyawan secara
keseluruhan.
2. Partisipasi
setiap individu akan memiliki rasa sence of belonging, sence of critis,
dll, manakala ada keterpanggilan ikut merumuskan transformasi atau perubahan
tersebut. Ini mudah dipahami karena individu yang ikut “merubah” sangat jelas
tidak akan resisten terhadap perubahan tersebut. Asalkan perubahan tersebut
didapat dari hasil konsensus bersama.
3. Fasilitas
dan dukungan
Adanya Program Training (pelatihan), seminar,
diskusi, loka karya dan penjelasan-penjelasan serta dukungan moril dan materil
terhadap karyawan akan mengurangi resistensi. Memang cara ini tidak mudah dan
cukup makan waktu dan biaya tapi setidaknya program – program diatas sudah
merupakan nilai strategis dan program nyata pada setiap crass periode sebuah institusi yang ingin berubah kearah yang lebih
baik, sehingga dapat meminimalisir
resistensi yang muncul. Jadi untuk
kelompok-kelompok yang sangat diharapkan
mendukung cara ini sangat tepat untuk diterapkan.
1.
Negosiasi
Cara ini dapat diterapkan apabila resistensi datang
dari komunitas atau kelompok baik skala kecil atau besar yang cukup mempunyai
pengaruh. Cara ini cukup beresiko besar bagi organisasi karena adanya special treatment, bagi komunitas atau
kelompok tersebut.
2.
Coercion.
Cara ini dlilakukan dengan penggunaan “power” dan bahkan ancaman. Cara ini
haruslah sebagai cara terakhir, bila cara lain tidak berhasil untuk menggiring
kedalam perubahan.
Selain lima
cara diatas masih banyak lagi cara lain yang dapat diterapkan, tergantung dari
jenis resistensi yang muncul.
III. Catatan penutup
Mengatasi resistensi hanyalah salah satu aspek dari managing change. Pemahaman terhadap
aspek resistensi ini, bukan hanya perlu bagi agen of change, tapi bagi
kita semua sebagi anggota suatu organisasi. Alasannya adalah pertama,
karena perubahan itu akan terus terjadi dimasa yang akan datang. Kedua adalah resistensi pada dasarnya
natural. Seringkali, tanpa kita sadari,
karena respon yang natural itu, kita menjadi begitu menolak perubahan.
Dengan pisau analisa diatas kita dapat merenung,
mencoba mencari tahu, mengapa kita resist.
Dengan mengetahui penyebabnya, kita menjadi lebih terbuka terhadap perubahan,
dan bukan tidak mungkin kita menjadi agent
of change bagi diri kita sendiri.
Kita memang hanya dapat berubah jika kita setuju untuk itu. Sebagaimana
Immanuel Kant : seseorang disebut merdeka jika kewarasan akalnya menyetujui
keputusan yang diambilnya. Caaaaaaaaaaaaaaaaagggggggghhh.
Daftar Bacaan
1. Jim stewart , managing
Change Through Training and Depelovment, edisi terjemahan 1997, PT Gramedia
Pustaka Utama
2. 1001 Cara memberdayakan
karyawan Sudarmaji SP, Prestasi Pustaka, Jakarta 2003. Judul Asli : 1001 Ways to Energize Employees, Bob Nelson
3. Prinsip Kekuasaan, Drs Arvin
Saputra, Bina Rupa Aksara, Jakarta 2002
Judul Asli : The Power Principle, Blaine Lee.
*
Penulis adalah :
1. Ketua Umum Generasi Muda Asal Garut di Jakarta (GEMA ASGAR Periode Th.2005-2007)
2. Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Garut Sejabotabek (KEMAGA
Periode Th. 1998-2002)
3. Akademisi di salah Satu Perguruan Tinggi Jakarta
Resistensi Dalam Transformasi
( Antara Penolakan Versus Dukungan )
Oleh : Heri
Kuswara SE,SKom
Abstraksi
Esensi dari transformasi
adalah perubahan organisasi (Organization Change). Dalam implementasinya
perubahan ini dapat berupa apa yang dikerjakan (fungsi), cara mengerjakannya,
mekanisme kerjanya, mutasi karyawan, pergantian atasan/bawahan sampai kepada
tata letak ruang kerja dll. Sudah barang
tentu spektrum dari perubahan ini tidak harus merata di semua lini. Perubahan
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai strategis yang akan
dicapai. Jadi jelas respon karyawan terhadap perubahan tersebut akan
beraneka ragam karena keharusan dalam men-transformasi suatu organisasi akan berdampak pada kelangsungan mereka (karyawan) di perusahaan
tersebut.
Artikel singkat ini tidak
akan membahas mengenai perubahan (transformasi) organisasiitu sendiri namun
membahas mengenai respon karyawan dalam suatu organisasi (perusahaan) terhadap
perubahan itu sendiri.
I. Latar Belakang
Mengapa manusia Alergi dengan perubahan ? jawabannya sangat sederhana
: karena manusia rasional, ingin
mempertahankan hidup. Jawaban ini tidaklah dibesar-besarkan. Alam mengajari
semua mahluk hidup untuk menghemat energinya. Ular jarang bergerak bukan karena
malas tapi untuk menghemat energinya, kura-kura, kerang dan sejenisnya jarang
sekali bergerak ataupun mengeluarkan kepalanya itupun bukan berarti malas
tetapi bagaimana mengatur energinya agar dapat digunakan pada kondisi yang
tepat. Perubahan lingkungan, rumah, pekerjaan, apapun akan menguras lebih
banyak energi, bahkan perubahan diluar batas kemampuan dan batas toleransi
dapat mengorbankan hal yang prinsip dan
melanggar norma-norma yang berlaku.
Pada
dasarnya manusia hampir sama dengan mahluk lainnya yaitu tidak suka dengan
perubahan. Secara alami manusia membuat “pola” dalam tindakan, respon dan
berfikir. Kebanyakan pola atau persepsi ini memang banyak menghemat energi.
Sebagaimana kita tidak perlu mempertimbangkan, jika di pipi kita menempel
seekor nyamuk, secara refleks kita ayunkan tangan untuk menampar pipi kita.
Perubahan terhadap persepsi dan pola tindak, jelas kurang disukai karena kita
harus memprogram ulang respon kita.
Sekarang
jelas bahwa secara anatominya, resistensi terhadap perubahan adalah rasional
dan seringkali juga tindakan pengamanan untuk “survive”, meskipun seringkali resistensi juga menghambat kemajuan
budaya manusia. Perlu sebuah jawaban dari pertanyaan bagaimana seharusnya “melawan” resistensi ?
II. Pembahasan
Resistensi
tidak selalu terlihat, karena implementasi dari
resistensi itu sendiri berbeda-beda. Ada yang hanya sekedar “tidak ikut”, apatis,
sampai pada aksi “perlawanan”, tergantung dari kadar perubahan maupun kekuatan
individu/komunitas yang resisten. Sikap resisten akan terlihat jelas apabila
program transformasi diwujudkan, ada yang bersikap mencoba mencari titik lemah
dari transformasi tersebut ataupun berusaha menjauhinya.
a. Sumber-sumber resistensi
Secara garis besar sumber resistensi dapat dibedakan
menjadi dua kategori yaitu, resistensi yang bersumber dari individu/perorangan
dan resistensi yang bersumber dari organisasi/kelompok.
1. Resistensi dari individu
Setidaknya ada lima
faktor utama kenapa individu/karyawan menolak perubahan (transformasi) yakni habit, keamanan, ekonomi, ketakutan dan
distorsi informasi.
Faktor
pertama Habit atau kebiasaan. Yang dimaksudkan disini bukanlah kebiasaan untuk
menolak perubahan sich. Tetapi habit
untuk mengerjakan sesuatau sesuai dengan cara/metode yang telah dipahami.
Sebagai contoh dulu di di tahun 96 ke
bawah kita sudah terbiasa belajar dan mengajar dengan software yang serba Under
Dos, sesuai dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat diperkenalkanlah
software-software yang berbasis Under Windows. Pada umumnya selain kaget kita
sulit untuk memahaminya karena untuk beradaptasi terhadap perubahan tersebut,
jelas kita membutuhkan waktu dan upaya yang sangat ekstra. Contoh sederhana lain adalah banyak diantara
kita dalam memecahkan persoalan sudah terbiasa dengan satu alternatif solusi,
karena menganggap alternatif solusi lain akan banyak menghabiskan energi
(pemborosan energi).
Faktor
kedua adalah keamanan. Keamanan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. ( setidaknya teori Maslow). Perubahan selalu
akan membawa perubahan konfigurasi terhadap keamanan individu. Ancaman terhadap keamanan ini dapat
bervariasi, mulai dari kehilangan teman, rotasi, kehilangan peran, kehilangan
andalan bahkan sampai pada kehilangan pekerjaan (PHK/Permintaan diri). Baik
promosi, restrukturisasi, rotasi, sistem mutasi, Tugas Struktural dan
Fungsional, PHK secara langsung/tidak langsung yang ada di dalam suatu
institusi jelas berimplikasi pada karyawan itu sendiri, resistennya adalah
karyawan baik individu ataupun komunitas akan melakukan “perlawanan”, sinisme
yang ditujukan kepada pengambil kebijakan (police maker) selaku konseptor
perubahan itu sendiri. “Hujatan, cercaan, makian” dari kadar rendah sampai
tinggi baik dalam bentuk unjuk “gigi” ataupun unjuk rasa sebagai akumulasi dari
kekecewaan para resisten tersebut.
Faktor ketiga adalah ekonomi. Level atau gradasi dari
alasan ekonomi ini cukup beragam mulai dari turun atau ditiadakannya bonus,
hilangnya kesempatan promosi jabatan (stagnas) sampai kehilangan pekerjaan itu
sendiri. Barangkali motif ini yang
paling banyak muncul dari kasus-kasus resistensi terhadap perubahan. Hal ini
wajar karena dilihat dari sudut pandang organisasi, salah satu variabel penting
dari perubahan adalah efesiensi, cutting
cost. Mesikpun tidak selalu,
efesiensi sering berdampak pada turunnya penerimaan karyawan. Di setiap
Institusi atau pada institusi kita mungkin ? sering dijumpai promosi jabatan,
bahkan tidak jarang hal ini menjadi head
line (topik pembicaraan) pada setiap kesempatan baik iming-iming dari
atasan dalam berbagai rapat sampai pada
bisik-bisik (ngerumpi) sesama kita dalam melepas kepenatan dan kejenuhan
(intermezo). Idealnya promosi jabatan adalah perbaikan status ekonomi,
namun dirasa tanggungjawab yang
dibebankan tidak seimbang dengan penyesuaian salary (income) atau
Ujung Ujungnya Duit juga, UUD. Meskipun pada prakteknya manifestasi dari
resistensi ini dapat beragam.
Faktor
Keempat adalah Takut terhadap Ketidaktahuan (far of the unknown). Siapa sih yang senang dikatakan “tulalit”,
“Botol” atau “Jaka sembung bawa golok” dan istilah – istilah lain yang
mempunyai makna yang sama. Satu contoh perubahan dari sistem manual ke
komputerisasi ( mesin tik -> PC ), Upgrading Software, Upgrading
Hardware dengan teknologi terkini, ini
memungkinkan munculnya resistensi dari karyawan karena kekhawatiran terancam
mutasi, stagnas, perampingan karyawan bahkan sampai dirumahkan. Program – program perubahan
dibidang teknologi dan komputerisasi ini biasanya mendapat resistensi dengan alasan
ketidaktahuan.
Faktor
kelima adalah Distorsi informasi. Manusia memandang realita melalui persepsinya.
Sekali dia mengartikan suatu realita, dia akan menolak perubahan yang merusak
keyakinannya.
2.
Resistensi dari Organisasi
Ternyata organisasipun mempunyai daya resistensi
terhadap perubahan (transformasi). Sepertinya, hukum-hukum fisika juga berlaku
di organisasi, bahwa untuk mengubah suatu struktur diperlukan energi aktivasi.
Namun pada prakteknya resistensi
organisasi mudah untuk ditemukan. Lihatlah organisasi pemerintah, presiden
datang silih berganti, menteri datang dan pergi tapi kinerja masing-masing
departemen tetap saja tidak ada
perubahan yang berarti. Demikian juga
perguruan tinggi yang sering meng-klaim sebagai institusi ilmiah,
masyarakat intelektual, corong reformasi dan transformasi justru paling sulit (egois) untuk berubah.
Sistem pendidikan kita barangkali tidak
mengalami perubahan yang paling signifikan selama berpuluh tahun. Kenapa
demikian dapat dijelaskan dengan lima
faktor resisitensi dibawah ini :
Faktor pertama,
kelembaman struktur (structural inertia). Organisasi seolah mempunyai daya untuk mempertahankan
stabilitasnya (lembam-enggan untuk berubah), lebih – lebih organisasi yang
merasa telah mapan. Dengan sistem yang ada, job
description, nilai-nilai kolektif, tata tertib, disiplin organisasi,
mendorong karyawan untuk behavior.
Sepertinya ada organization way of live. Contoh kecil pada salah satu institusi, untuk meningkatkan
sinerginya dilakukan restrukturisasi besar-besaran dari low level management sampai pada high level management, atau yang paling sederhana adalah pada salah
satu bagian (unit kerja) untuk memperbaiki kinerjanya supaya sinergi dengan
unit kerja (bagian) yang lainnya dilakukan penambahan tenaga profesional,
perubahan sistem dan konsep kerja. Namun tetap hal tersebut tidak menjadikan
lebih baik, sepertinya ada kekuatan yang
tidak kelihatan yang menyebabkan organisasi dan unit kerja tersebut
mempertahankan “tradisinya”. Untuk transformasi, kekuatan ini jelas menjadi
salah satu faktor resistensi.
Faktor
kedua adalah Keterbatasan Fokus perubahan. Perubahan yang hanya difokuskan pada salah
satu bagian (unit kerja) tanpa diikuti oleh bagian-bagian lainnya akan
menimbulkan ketimpangan, kesenjangan. Hal ini jelas akan berdampak buruk secara
keseluruhan. Institusi sebagai sebuah sistem yang setiap unitnya
saling berhubungan dan saling terkait akan menjadi tidak bersinergi.
Perumusan visi, misi, perencanaan strategis dan nilai strategis pada suatu unit kerja
(bagian) tanpa diikuti oleh unit kerja lainnya, hal tersebut akan menimbulkan
kemandekan organisasi. Perubahan sistem perencanaan strategis (strategic planning- goal setting) tidak
akan efektif tanpa merubah sistem penilaian kinerja, selanjutnya perubahan
penilaian kinerja terkait dengan sistem gaji-fasilitas, sistem promosi dan
rotasi. Sehingga jika kita merubah suatu sistem tanpa diikuti perubahan sistem
terkait maka perubahan tersebut akan ditelan “kelembaman” dan kembali ke sistem
yang lama. Silahkan anda berikan contoh
pada institusi anda ?………..
Faktor
ketiga adalah Kelembaman Group (group
inertia). Resistensi ini terjadi karena adanya solidaritas kelompok.
Seringkali kita temui bahwa seorang individu sebenarnya mau berubah atau bahkan
ingin menjadi agent of change, namun jika
dalam kelompok tersebut sebagian besar anggota group menentang, energi itu bisa
hilang begitu saja. Istilah fisika mengatakan bahwa energi yang mendorong
perubahan masih dibawah energi ambang yang diperlukan untuk bergerak.
Faktor
keempat adalah ancaman terhadap keahlian. Asset yang sangat utama dan tidak berwujud
dalam suatu organisasi adalah pengetahuan dan keahlian yang dimiliki secara
kelompok (SDM bersama). Katakanlah suatu lembaga/Biro yang menangani
Organisasi, disana sudah ada pengetahuan, pengalaman, keterampilan baik yang
tertulis maupun yang tersimpan dalam ingatan anggotanya, bagaimana caranya
mereorganisasi. Artinya bahwa jika biro/bagian tersebut dilikuidasi, sudah
barang tentu akan ada suatu tekanan resistensi dari anggota, yang merasa
terancam bahwa pengetahuan yang mereka miliki akan tidak “dipakai” lagi. Karena
asset pengetahuan seperti ini tidak mudah untuk memperolehnya, perlu energi
yang banyak dan waktu yang lama.
Faktor
kelima adalah acaman terhadap relationships. Relationships yang sudah
mapan juga memerlukan waktu yang lama untuk membangun dan meningkatkannya.
Perubahan apapun yang akan mengancam relationships ini akan mendapat resistensi
Faktor
keenam adalah ancaman terhadap alokasi sumber daya manusia. Resistensi semacam ini
banyak muncul dari leader. Baik leader organisasi ataupun leader bagian (unit kerja). Sumber daya
disini adalah baik alokasi sumber daya anggaran ataupun alokasi sumber daya
manusia. Resistensi alokasi SDM ini sangat sering terjadi di setiap organisasi
atau bagian, tidak jarang leader pada
setiap organisasi atau bagian tetap
mempertahankan personil SDM-nya dengan berbagai alasan. Latar belakang dari
Resistensi ini cukup beragam, mulai dari terciptanya solidaritas, hubungan
baik, ketergantungan sampai pada rasa
mempertahankan “Rezim”.
Faktor – faktor diatas dapat berdiri sendiri atau
muncul bersamaan. Semakin banyak faktor yang berperan, semakin besar pula
resistensi yang muncul.
b. Solusi Resistensi
Sebenarnya tidak ada jalan pintas untuk mengatasi
resistensi ini. Namun demikian ada beberapa cara yang dapat dikombinasikan
sesuai dengan sebab-sebab terjadinya resistensi.
1. Komunikasi.
Apa sebenarnya yang harus dikomunikasikan ?. Pada setiap organisasi
sering kali kita mendengar istilah komunikasi,
sosialisasi, koordinasi, konfirmasi dan si.. si.. yang lainnya. Sebagai
konseptor (leader atau police maker lainnya) seringkali mengkomunikasikan
program-program perubahan, keuntungan-keuntungan, dll. Sebenarnya yang perlu
dikomunikasikan adalah the logic of
change, mengapa perlu perubahan. Manusia rela untuk berubah jika perubahan
itu akan menguntungkan dirinya. Ini dipahami melalui logika (umumnya), bukan
melalui doktrin. Yang sering terjadi adalah bias dalam menterjemahkan
keuntungan ini, sering berjangka pendek. Sebagai contoh adalah bagaimana
mengkomunikasikan budaya “ngirit”, etos
kerja, efesiensi dan efektivitas kerja sehingga dapat menguntungkan organisasi
yang pada gilirannya (Insya Allah) akan menguntungkan karyawan secara
keseluruhan.
2. Partisipasi
setiap individu akan memiliki rasa sence of belonging, sence of critis,
dll, manakala ada keterpanggilan ikut merumuskan transformasi atau perubahan
tersebut. Ini mudah dipahami karena individu yang ikut “merubah” sangat jelas
tidak akan resisten terhadap perubahan tersebut. Asalkan perubahan tersebut
didapat dari hasil konsensus bersama.
3. Fasilitas
dan dukungan
Adanya Program Training (pelatihan), seminar,
diskusi, loka karya dan penjelasan-penjelasan serta dukungan moril dan materil
terhadap karyawan akan mengurangi resistensi. Memang cara ini tidak mudah dan
cukup makan waktu dan biaya tapi setidaknya program – program diatas sudah
merupakan nilai strategis dan program nyata pada setiap crass periode sebuah institusi yang ingin berubah kearah yang lebih
baik, sehingga dapat meminimalisir
resistensi yang muncul. Jadi untuk
kelompok-kelompok yang sangat diharapkan
mendukung cara ini sangat tepat untuk diterapkan.
1.
Negosiasi
Cara ini dapat diterapkan apabila resistensi datang
dari komunitas atau kelompok baik skala kecil atau besar yang cukup mempunyai
pengaruh. Cara ini cukup beresiko besar bagi organisasi karena adanya special treatment, bagi komunitas atau
kelompok tersebut.
2.
Coercion.
Cara ini dlilakukan dengan penggunaan “power” dan bahkan ancaman. Cara ini
haruslah sebagai cara terakhir, bila cara lain tidak berhasil untuk menggiring
kedalam perubahan.
Selain lima
cara diatas masih banyak lagi cara lain yang dapat diterapkan, tergantung dari
jenis resistensi yang muncul.
III. Catatan penutup
Mengatasi resistensi hanyalah salah satu aspek dari managing change. Pemahaman terhadap
aspek resistensi ini, bukan hanya perlu bagi agen of change, tapi bagi
kita semua sebagi anggota suatu organisasi. Alasannya adalah pertama,
karena perubahan itu akan terus terjadi dimasa yang akan datang. Kedua adalah resistensi pada dasarnya
natural. Seringkali, tanpa kita sadari,
karena respon yang natural itu, kita menjadi begitu menolak perubahan.
Dengan pisau analisa diatas kita dapat merenung,
mencoba mencari tahu, mengapa kita resist.
Dengan mengetahui penyebabnya, kita menjadi lebih terbuka terhadap perubahan,
dan bukan tidak mungkin kita menjadi agent
of change bagi diri kita sendiri.
Kita memang hanya dapat berubah jika kita setuju untuk itu. Sebagaimana
Immanuel Kant : seseorang disebut merdeka jika kewarasan akalnya menyetujui
keputusan yang diambilnya. Caaaaaaaaaaaaaaaaagggggggghhh.
Daftar Bacaan
1. Jim stewart , managing
Change Through Training and Depelovment, edisi terjemahan 1997, PT Gramedia
Pustaka Utama
2. 1001 Cara memberdayakan
karyawan Sudarmaji SP, Prestasi Pustaka, Jakarta 2003. Judul Asli : 1001 Ways to Energize Employees, Bob Nelson
3. Prinsip Kekuasaan, Drs Arvin
Saputra, Bina Rupa Aksara, Jakarta 2002
Judul Asli : The Power Principle, Blaine Lee.
*
Penulis adalah :
1. Ketua Umum Generasi Muda Asal Garut di Jakarta (GEMA ASGAR Periode Th.2005-2007)
2. Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Garut Sejabotabek (KEMAGA
Periode Th. 1998-2002)
3. Akademisi di salah Satu Perguruan Tinggi Jakarta
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as