Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    jejak sulami "gerwani"

    sumanto
    sumanto
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Libra Jumlah posting : 123
    Join date : 03.07.10
    Age : 59
    Lokasi : di belakangmu

    jejak sulami "gerwani" Empty jejak sulami "gerwani"

    Post by sumanto Wed Jul 07, 2010 3:21 pm

    Sulami,


    Sosok perempuan revolusioner yang
    senantiasa berjuang demi kaumnya.






    Apapun yang dikatakan orang tentang GERWANI (Gerakan
    Wanita Indonesia) adalah sebuah kebencian mendalam akan sosok
    perempuan-perempuan pelacur dan amoral, yang tega melakukan perbuatan keji dan
    kejam terhadap tujuh jenderal pada peristiwa G/30/S/PKI.



    Sepenggal kalimat singkat di atas sudah cukup menggambarkan
    bagaimana blackprop terhadap
    organisasi wanita yang cukup besar pada masa kolonial hindia belanda, jaman
    pendudukan jepang hingga awal kemerdekaan yaitu GERWANI (Gerakan Wanita
    Indonesia). Segala fitnah yang dilancarkan oleh Angkatan Darat di bawah
    kepemimpinan jenderal Soeharto pada peristiwa G/30/S/PKI tahun 1965 lalu di
    tambah lagi dengan propaganda media massa pada saat itu telah berhasil meracuni
    opini publik, sehingga terbentuk pikiran-pikiran yang keliru terhadap
    organisasi-organisasi massa komunis (PKI) dan terutama terhadap organisasi
    perempuan Gerwani. Menurut Soeharto, mereka (Gerwani, red) terlibat dalam
    peristiwa pembunuhan tujuh jenderal, yang selanjutnya di sebut Pahlawan
    Revolusi. Bahkan mitos selama ini menceritakan, bahwa perempuan-perempuan
    Gerwani menari-nari provokatif, dengan rambut semrawut dan dada telanjang
    mengelilingi mayat jenderal-jenderal itu dan selanjutnya bermain-main dengan
    kemaluan mereka. Akhirnya mereka mencungkili mata para jenderal itu, dan
    memotong kemaluan mereka. Betapa mengerikan perbuatan tersebut dan lebih
    mengerikan lagi ternyata hal itu hanyalah berita bohong yang sampai saat ini
    masih dipercaya di kalangan masyarakat Indonesia.


    Menguak kebenaran


    Sampai akhirnya tahun
    1987 sejarawan Ben Anderson membongkar sebagian kebohongan Orde Baru tentang
    peristiwa 1 Oktober 1965 atau biasa disingkat Gestapu. Ia menerjemahkan dan
    membuat analisis berdasarkan laporan dokter yang memeriksa jenazah tujuh
    perwira yang dibunuh di Lubang Buaya. Laporan itu dengan jelas menyatakan tidak
    ada alat kelamin yang dipotong, mata yang dicungkil dan sayatan silet di
    sekujur tubuh. Dengan kata lain bahwa propaganda yang ditiupkan Angkatan Darat
    dan disebarluaskan oleh media massa sekitar tahun 1965-1966 adalah bohong
    belaka.



    Kudeta yang bisa
    dikatakan paling besar sepanjang sejarah bangsa Indonesia ini, telah memakan
    korban 800.000 ribu hingga satu juta manusia yang tidak bersalah. Dalam kondisi
    yang sedang panas dan tuduhan keterlibatan Gerwani semakin kencang dihembuskan,
    Sulami yang saat itu menjabat sebagai sekjen (Sekretaris Jenderal) II DPP
    Gerwani mulai sadar bahwa dirinya juga menjadi sasaran penangkapan. Angkatan
    darat mulai menyisir perkampungan dan perkantoran yang diduga terlibat Gestapu.
    Setelah setahun hidup sebagai buronan, akhirnya Sulami tertangkap juga.
    Penjara
    menjadi pilihan yang tak dapat dihindari lagi. Setelah
    sebelumnya menjalani interogasi dan berbagai macam penyiksaan, tanpa dihadapkan
    ke pengadilan Sulami mendekam dalam tahanan selama sembilan tahun. Namun,
    penjara tidak membuatnya ciut, akan tetapi sebaliknya semakin meneguhkan
    hatinya bahwa suatu saat nanti kebenaran akan terungkap.



    Demi kebenaran itulah, dalam masa
    tahanannya Sulami menulis sebuah buku yang diberi judul “Perempuan, Kebenaran
    dan Penjara” (Kisah nyata wanita dipenjara selama 20 tahun karena tuduhan makar
    dan subversi). Dalam buku ini Sulami menceritakan pengalamannya sejak jaman
    perjuangan, apa yang dialaminya dalam
    tahanan bersama dengan kawan-kawan seperjuangan lainnya. Penyiksaan-penyiksaan
    oleh sipir-sipir penjara, bahkan pelecehan seksual yang dialami oleh
    kawan-kawannya di rumah tahanan tersebut. Hingga kerinduannya pada kampung
    halaman tercinta.



    Setelah sembilan tahun meringkuk di
    tempat yang tak seharusnya, Sulami akhirnya di hadapkan ke pengadilan. Hal
    inilah yang memunculkan pertanyaan besar dalam benaknya, mengapa setelah
    sembilan tahun di penjara baru hari ini ada pengadilan untuk dirinya? Bukankah
    penguasa bisa langsung menjatuhkan hukuman padanya tanpa butuh fakta, bantahan,
    dan argumen atau alibi apapun?



    Di pengadilannya, Sulami membantah keterlibatannya
    dalam peristiwa makar dan subversi seperti yang dituduhkan padanya. Pengadilan
    menjadi ajang kebebasan untuknya bercerita tentang apa yang dirasakan dan
    diketahuinya. Serta kejahatan yang dilakukan penguasa pada peristiwa ‘65. Akan
    tetapi pengadilan pada masa orde baru bukanlah pengadilan yang membela kebenaran,
    melainkan pengadilan yang menyelamatkan kekuasaan.



    Akhirnya, Sulami divonis 20 tahun
    potong masa tahanan dengan tuduhan makar dan subversi seperti yang dituduhkan
    sebelumnya. Walaupun harus meringkuk kembali dalam penjara, Sulami merasa lega
    sebab statusnya jelas sebagai tahanan politik. Maka ia menjalani kehidupan di
    bui seperti sembilan tahun sebelumnya.



    Sulami dan Gerwani


    Sulami sebagai salah satu tokoh Gerwani, aktif melakukan kegiatan
    kursus-kursus pemberantasan buta huruf di kalangan rakyat miskin di desa-desa,
    memberi penyuluhan tentang seks pada perempuan dan anak-anak, serta mengajak
    perempuan berjuang melawan poligami. Sebab ia menilai poligami pada hakekatnya
    merendahkan martabat perempuan. Karena Lelaki merasa lebih maju dan bisa
    menjadi tulang punggung penghidupan keluarga, maka lelaki merasa pantas untuk
    melakukan praktek poligami.


    Sulami berpandangan bahwa poligami adalah bentuk
    lain penindasan kaum perempuan, sebab secara psikologis perempuan merasa
    tersiksa jika mengalami perkawinan ber-madu. Tetapi karena budaya feodal yang
    masih mengakar, perempuan dibatasi aksesnya sehingga tidak dapat berbuat
    apa-apa kecuali menerima keputusan suaminya untuk beristri lagi. Selain itu,
    Sulami dibawah Gerwani juga aktif memperjuangkan persamaan hak laki-laki dan
    perempuan di dalam perburuhan, dan hak-hak perempuan pekerja seks.


    Pada dasarnya organisasi ini berdiri untuk
    menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi kaum perempuan terutama perempuan
    kelas menengah ke bawah, yang notabene berpendidikan rendah bahkan sama sekali
    buta huruf. Gerwani bergerak bersama ibu-ibu rumah tangga, menyikapi
    permasalahan-permasalahan dan isu-isu feminis yang berkaitan dengan kebutuhan
    sehari-hari. Karena salah satu prinsip organisasinya adalah garis massa. Sesuai
    kebutuhan anggota (dalam hal ini perempuan, red).


    Aktif di YPKP


    Selepas dari bui, Sulami bersama kawan-kawan
    di antaranya Pramudya Ananta Toer, Hasan Raid, Koesalah Subagyo Toer, Sumini
    Martono, dr. Ribka Tjiptaning dan Soeharno mendirikan Yayasan Penelitian Korban
    Pembunuhan (YPKP) atau Indonesian
    Institute for The Study of 1965/1966 Massacre
    , yang dikuatkan dengan Akte
    Notaris No 1/7 April 1999 dan di tanda tangani oleh notaris Ny. Nanny Wahjudi
    SH.


    Yayasan tersebut didirikan untuk meneliti dan
    mengungkapkan data pembunuhan massal 1965/1966 seakurat mungkin. Sehingga
    angka-angka jumlah korban tidak lagi menjadi angka kira-kira dan praktek
    pembunuhan dan perlakuan brutal tersebut tidak hanya menjadi dongeng. Dengan
    angka-angka dan pengungkapan praktek, YPKP berusaha menunjukkan bahwa perbuatan
    di masa lalu itu bukan hanya tidak benar dan tidak sah, melainkan sangat salah
    dan keliru untuk kehidupan
    bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, Sulami dalam sambutan
    deklarasi pendirian YPKP menyatakan bahwa Jenderal Besar Soeharto sebagai
    pelaksana utama pembunuhan perlakuan yang salah dan keliru tersebut harus
    dimintai pertanggung jawaban.


    Sulami selaku ketua YPKP bersama anggota
    lainnya terus melakukan penelitian dengan membongkar makam para korban
    pembunuhan massal tersebut. Di usianya yang sudah mencapai 74 tahun tidak
    menghalanginya untuk terus bekerja menguak kejahatan pemerintah orde baru.
    Sayang sekali, sebelum semua tujuan mulianya tercapai, Tuhan telah mengakhirkan
    perjuangannya di usia 76 tahun. Tepat pada bulan oktober 2002, Sulami wafat.


    Wafatnya Sulami, bukan berarti mati pula
    semangat revolusionernya. Akan tetapi sebaliknya, justeru akan semakin
    mengobarkan jiwa perlawanan, terutama bagi perempuan. Bahwa perjuangan
    perempuan hari ini pada hakekatnya bukanlah melawan laki-laki, tapi lebih pada
    membebaskan diri dari budaya feodal yang mengungkung kebebasan perempuan untuk
    berfikir dan bertindak maju. Selain itu, perempuan harus terus berjuang untuk
    mengembalikan fitrahnya sebagai manusia yang seutuhnya, tanpa dominasi dari
    pihak manapun. Tunduk tertindas atau bangkit melawan, sebab diam dalam
    ketertindasan sama halnya dengan penghianatan.


    Nama : Sulami


    Lahir : 1926


    Meninggal : oktober 2002


    Profesi : sekretaris jenderal GERWANI


    Organisasi terakhir : Pendiri dan Ketua YPKP (Yayasan Peneliti Korban
    Pembunuhan) 1965/1966



    Beberapa buku karya Ibu Sulami :


    1. "Si Bagus Menentang Arus" Sepenggal Cerita
    Masa



    Lalu, penerbit : Cipta
    Lestari, Jakarta, Juni 2001



    2. " Merentang Purnama" Sragen di duduki
    Belanda,



    penerbit : Cipta Lestari,
    Jakarta, Januari 2001



    3. "Perempuan-kebenaran dan Penjara"
    Kisah nyata wanita



    dipenjara 20 tahun karena tuduhan
    makar dan subversi,



    Penerbit : Cipta Lestari, Juni 1999


    4. "Perempuan Dalam Arus Zaman" (Buku
    Seri ke-2



    tentang Kartini), Penerbit :
    Cipta Lestari, Agustus 2001



    5." Kebenaran tentang Gerwani, Aspek Gender Rezim


    Soeharto", Rangkuman : WF.
    Wertheim, Sulami dan Sri



    Suharti, Penerbit : Cipta
    Lestari, Maret 2002





    Pesan terakhirnya apa ya...?Kurikulum vitenya juga
    digambarkan dong didalam isi...Kayaknya loncat-loncat ya ceritanya, tentang
    sulami ja, jalan hidupnya dan prinsip hidupnya.

      Similar topics

      -

      Waktu sekarang Sat Nov 23, 2024 3:20 am