Sulami,
Sosok perempuan revolusioner yang
senantiasa berjuang demi kaumnya.
Apapun yang dikatakan orang tentang GERWANI (Gerakan
Wanita Indonesia) adalah sebuah kebencian mendalam akan sosok
perempuan-perempuan pelacur dan amoral, yang tega melakukan perbuatan keji dan
kejam terhadap tujuh jenderal pada peristiwa G/30/S/PKI.
Sepenggal kalimat singkat di atas sudah cukup menggambarkan
bagaimana blackprop terhadap
organisasi wanita yang cukup besar pada masa kolonial hindia belanda, jaman
pendudukan jepang hingga awal kemerdekaan yaitu GERWANI (Gerakan Wanita
Indonesia). Segala fitnah yang dilancarkan oleh Angkatan Darat di bawah
kepemimpinan jenderal Soeharto pada peristiwa G/30/S/PKI tahun 1965 lalu di
tambah lagi dengan propaganda media massa pada saat itu telah berhasil meracuni
opini publik, sehingga terbentuk pikiran-pikiran yang keliru terhadap
organisasi-organisasi massa komunis (PKI) dan terutama terhadap organisasi
perempuan Gerwani. Menurut Soeharto, mereka (Gerwani, red) terlibat dalam
peristiwa pembunuhan tujuh jenderal, yang selanjutnya di sebut Pahlawan
Revolusi. Bahkan mitos selama ini menceritakan, bahwa perempuan-perempuan
Gerwani menari-nari provokatif, dengan rambut semrawut dan dada telanjang
mengelilingi mayat jenderal-jenderal itu dan selanjutnya bermain-main dengan
kemaluan mereka. Akhirnya mereka mencungkili mata para jenderal itu, dan
memotong kemaluan mereka. Betapa mengerikan perbuatan tersebut dan lebih
mengerikan lagi ternyata hal itu hanyalah berita bohong yang sampai saat ini
masih dipercaya di kalangan masyarakat Indonesia.
Menguak kebenaran
Sampai akhirnya tahun
1987 sejarawan Ben Anderson membongkar sebagian kebohongan Orde Baru tentang
peristiwa 1 Oktober 1965 atau biasa disingkat Gestapu. Ia menerjemahkan dan
membuat analisis berdasarkan laporan dokter yang memeriksa jenazah tujuh
perwira yang dibunuh di Lubang Buaya. Laporan itu dengan jelas menyatakan tidak
ada alat kelamin yang dipotong, mata yang dicungkil dan sayatan silet di
sekujur tubuh. Dengan kata lain bahwa propaganda yang ditiupkan Angkatan Darat
dan disebarluaskan oleh media massa sekitar tahun 1965-1966 adalah bohong
belaka.
Kudeta yang bisa
dikatakan paling besar sepanjang sejarah bangsa Indonesia ini, telah memakan
korban 800.000 ribu hingga satu juta manusia yang tidak bersalah. Dalam kondisi
yang sedang panas dan tuduhan keterlibatan Gerwani semakin kencang dihembuskan,
Sulami yang saat itu menjabat sebagai sekjen (Sekretaris Jenderal) II DPP
Gerwani mulai sadar bahwa dirinya juga menjadi sasaran penangkapan. Angkatan
darat mulai menyisir perkampungan dan perkantoran yang diduga terlibat Gestapu.
Setelah setahun hidup sebagai buronan, akhirnya Sulami tertangkap juga. Penjara
menjadi pilihan yang tak dapat dihindari lagi. Setelah
sebelumnya menjalani interogasi dan berbagai macam penyiksaan, tanpa dihadapkan
ke pengadilan Sulami mendekam dalam tahanan selama sembilan tahun. Namun,
penjara tidak membuatnya ciut, akan tetapi sebaliknya semakin meneguhkan
hatinya bahwa suatu saat nanti kebenaran akan terungkap.
Demi kebenaran itulah, dalam masa
tahanannya Sulami menulis sebuah buku yang diberi judul “Perempuan, Kebenaran
dan Penjara” (Kisah nyata wanita dipenjara selama 20 tahun karena tuduhan makar
dan subversi). Dalam buku ini Sulami menceritakan pengalamannya sejak jaman
perjuangan, apa yang dialaminya dalam
tahanan bersama dengan kawan-kawan seperjuangan lainnya. Penyiksaan-penyiksaan
oleh sipir-sipir penjara, bahkan pelecehan seksual yang dialami oleh
kawan-kawannya di rumah tahanan tersebut. Hingga kerinduannya pada kampung
halaman tercinta.
Setelah sembilan tahun meringkuk di
tempat yang tak seharusnya, Sulami akhirnya di hadapkan ke pengadilan. Hal
inilah yang memunculkan pertanyaan besar dalam benaknya, mengapa setelah
sembilan tahun di penjara baru hari ini ada pengadilan untuk dirinya? Bukankah
penguasa bisa langsung menjatuhkan hukuman padanya tanpa butuh fakta, bantahan,
dan argumen atau alibi apapun?
Di pengadilannya, Sulami membantah keterlibatannya
dalam peristiwa makar dan subversi seperti yang dituduhkan padanya. Pengadilan
menjadi ajang kebebasan untuknya bercerita tentang apa yang dirasakan dan
diketahuinya. Serta kejahatan yang dilakukan penguasa pada peristiwa ‘65. Akan
tetapi pengadilan pada masa orde baru bukanlah pengadilan yang membela kebenaran,
melainkan pengadilan yang menyelamatkan kekuasaan.
Akhirnya, Sulami divonis 20 tahun
potong masa tahanan dengan tuduhan makar dan subversi seperti yang dituduhkan
sebelumnya. Walaupun harus meringkuk kembali dalam penjara, Sulami merasa lega
sebab statusnya jelas sebagai tahanan politik. Maka ia menjalani kehidupan di
bui seperti sembilan tahun sebelumnya.
Sulami dan Gerwani
Sulami sebagai salah satu tokoh Gerwani, aktif melakukan kegiatan
kursus-kursus pemberantasan buta huruf di kalangan rakyat miskin di desa-desa,
memberi penyuluhan tentang seks pada perempuan dan anak-anak, serta mengajak
perempuan berjuang melawan poligami. Sebab ia menilai poligami pada hakekatnya
merendahkan martabat perempuan. Karena Lelaki merasa lebih maju dan bisa
menjadi tulang punggung penghidupan keluarga, maka lelaki merasa pantas untuk
melakukan praktek poligami.
Sulami berpandangan bahwa poligami adalah bentuk
lain penindasan kaum perempuan, sebab secara psikologis perempuan merasa
tersiksa jika mengalami perkawinan ber-madu. Tetapi karena budaya feodal yang
masih mengakar, perempuan dibatasi aksesnya sehingga tidak dapat berbuat
apa-apa kecuali menerima keputusan suaminya untuk beristri lagi. Selain itu,
Sulami dibawah Gerwani juga aktif memperjuangkan persamaan hak laki-laki dan
perempuan di dalam perburuhan, dan hak-hak perempuan pekerja seks.
Pada dasarnya organisasi ini berdiri untuk
menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi kaum perempuan terutama perempuan
kelas menengah ke bawah, yang notabene berpendidikan rendah bahkan sama sekali
buta huruf. Gerwani bergerak bersama ibu-ibu rumah tangga, menyikapi
permasalahan-permasalahan dan isu-isu feminis yang berkaitan dengan kebutuhan
sehari-hari. Karena salah satu prinsip organisasinya adalah garis massa. Sesuai
kebutuhan anggota (dalam hal ini perempuan, red).
Aktif di YPKP
Selepas dari bui, Sulami bersama kawan-kawan
di antaranya Pramudya Ananta Toer, Hasan Raid, Koesalah Subagyo Toer, Sumini
Martono, dr. Ribka Tjiptaning dan Soeharno mendirikan Yayasan Penelitian Korban
Pembunuhan (YPKP) atau Indonesian
Institute for The Study of 1965/1966 Massacre, yang dikuatkan dengan Akte
Notaris No 1/7 April 1999 dan di tanda tangani oleh notaris Ny. Nanny Wahjudi
SH.
Yayasan tersebut didirikan untuk meneliti dan
mengungkapkan data pembunuhan massal 1965/1966 seakurat mungkin. Sehingga
angka-angka jumlah korban tidak lagi menjadi angka kira-kira dan praktek
pembunuhan dan perlakuan brutal tersebut tidak hanya menjadi dongeng. Dengan
angka-angka dan pengungkapan praktek, YPKP berusaha menunjukkan bahwa perbuatan
di masa lalu itu bukan hanya tidak benar dan tidak sah, melainkan sangat salah
dan keliru untuk kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, Sulami dalam sambutan
deklarasi pendirian YPKP menyatakan bahwa Jenderal Besar Soeharto sebagai
pelaksana utama pembunuhan perlakuan yang salah dan keliru tersebut harus
dimintai pertanggung jawaban.
Sulami selaku ketua YPKP bersama anggota
lainnya terus melakukan penelitian dengan membongkar makam para korban
pembunuhan massal tersebut. Di usianya yang sudah mencapai 74 tahun tidak
menghalanginya untuk terus bekerja menguak kejahatan pemerintah orde baru.
Sayang sekali, sebelum semua tujuan mulianya tercapai, Tuhan telah mengakhirkan
perjuangannya di usia 76 tahun. Tepat pada bulan oktober 2002, Sulami wafat.
Wafatnya Sulami, bukan berarti mati pula
semangat revolusionernya. Akan tetapi sebaliknya, justeru akan semakin
mengobarkan jiwa perlawanan, terutama bagi perempuan. Bahwa perjuangan
perempuan hari ini pada hakekatnya bukanlah melawan laki-laki, tapi lebih pada
membebaskan diri dari budaya feodal yang mengungkung kebebasan perempuan untuk
berfikir dan bertindak maju. Selain itu, perempuan harus terus berjuang untuk
mengembalikan fitrahnya sebagai manusia yang seutuhnya, tanpa dominasi dari
pihak manapun. Tunduk tertindas atau bangkit melawan, sebab diam dalam
ketertindasan sama halnya dengan penghianatan.
Nama : Sulami
Lahir : 1926
Meninggal : oktober 2002
Profesi : sekretaris jenderal GERWANI
Organisasi terakhir : Pendiri dan Ketua YPKP (Yayasan Peneliti Korban
Pembunuhan) 1965/1966
Beberapa buku karya Ibu Sulami :
1. "Si Bagus Menentang Arus" Sepenggal Cerita
Masa
Lalu, penerbit : Cipta
Lestari, Jakarta, Juni 2001
2. " Merentang Purnama" Sragen di duduki
Belanda,
penerbit : Cipta Lestari,
Jakarta, Januari 2001
3. "Perempuan-kebenaran dan Penjara"
Kisah nyata wanita
dipenjara 20 tahun karena tuduhan
makar dan subversi,
Penerbit : Cipta Lestari, Juni 1999
4. "Perempuan Dalam Arus Zaman" (Buku
Seri ke-2
tentang Kartini), Penerbit :
Cipta Lestari, Agustus 2001
5." Kebenaran tentang Gerwani, Aspek Gender Rezim
Soeharto", Rangkuman : WF.
Wertheim, Sulami dan Sri
Suharti, Penerbit : Cipta
Lestari, Maret 2002
Pesan terakhirnya apa ya...?Kurikulum vitenya juga
digambarkan dong didalam isi...Kayaknya loncat-loncat ya ceritanya, tentang
sulami ja, jalan hidupnya dan prinsip hidupnya.
Sosok perempuan revolusioner yang
senantiasa berjuang demi kaumnya.
Apapun yang dikatakan orang tentang GERWANI (Gerakan
Wanita Indonesia) adalah sebuah kebencian mendalam akan sosok
perempuan-perempuan pelacur dan amoral, yang tega melakukan perbuatan keji dan
kejam terhadap tujuh jenderal pada peristiwa G/30/S/PKI.
Sepenggal kalimat singkat di atas sudah cukup menggambarkan
bagaimana blackprop terhadap
organisasi wanita yang cukup besar pada masa kolonial hindia belanda, jaman
pendudukan jepang hingga awal kemerdekaan yaitu GERWANI (Gerakan Wanita
Indonesia). Segala fitnah yang dilancarkan oleh Angkatan Darat di bawah
kepemimpinan jenderal Soeharto pada peristiwa G/30/S/PKI tahun 1965 lalu di
tambah lagi dengan propaganda media massa pada saat itu telah berhasil meracuni
opini publik, sehingga terbentuk pikiran-pikiran yang keliru terhadap
organisasi-organisasi massa komunis (PKI) dan terutama terhadap organisasi
perempuan Gerwani. Menurut Soeharto, mereka (Gerwani, red) terlibat dalam
peristiwa pembunuhan tujuh jenderal, yang selanjutnya di sebut Pahlawan
Revolusi. Bahkan mitos selama ini menceritakan, bahwa perempuan-perempuan
Gerwani menari-nari provokatif, dengan rambut semrawut dan dada telanjang
mengelilingi mayat jenderal-jenderal itu dan selanjutnya bermain-main dengan
kemaluan mereka. Akhirnya mereka mencungkili mata para jenderal itu, dan
memotong kemaluan mereka. Betapa mengerikan perbuatan tersebut dan lebih
mengerikan lagi ternyata hal itu hanyalah berita bohong yang sampai saat ini
masih dipercaya di kalangan masyarakat Indonesia.
Menguak kebenaran
Sampai akhirnya tahun
1987 sejarawan Ben Anderson membongkar sebagian kebohongan Orde Baru tentang
peristiwa 1 Oktober 1965 atau biasa disingkat Gestapu. Ia menerjemahkan dan
membuat analisis berdasarkan laporan dokter yang memeriksa jenazah tujuh
perwira yang dibunuh di Lubang Buaya. Laporan itu dengan jelas menyatakan tidak
ada alat kelamin yang dipotong, mata yang dicungkil dan sayatan silet di
sekujur tubuh. Dengan kata lain bahwa propaganda yang ditiupkan Angkatan Darat
dan disebarluaskan oleh media massa sekitar tahun 1965-1966 adalah bohong
belaka.
Kudeta yang bisa
dikatakan paling besar sepanjang sejarah bangsa Indonesia ini, telah memakan
korban 800.000 ribu hingga satu juta manusia yang tidak bersalah. Dalam kondisi
yang sedang panas dan tuduhan keterlibatan Gerwani semakin kencang dihembuskan,
Sulami yang saat itu menjabat sebagai sekjen (Sekretaris Jenderal) II DPP
Gerwani mulai sadar bahwa dirinya juga menjadi sasaran penangkapan. Angkatan
darat mulai menyisir perkampungan dan perkantoran yang diduga terlibat Gestapu.
Setelah setahun hidup sebagai buronan, akhirnya Sulami tertangkap juga. Penjara
menjadi pilihan yang tak dapat dihindari lagi. Setelah
sebelumnya menjalani interogasi dan berbagai macam penyiksaan, tanpa dihadapkan
ke pengadilan Sulami mendekam dalam tahanan selama sembilan tahun. Namun,
penjara tidak membuatnya ciut, akan tetapi sebaliknya semakin meneguhkan
hatinya bahwa suatu saat nanti kebenaran akan terungkap.
Demi kebenaran itulah, dalam masa
tahanannya Sulami menulis sebuah buku yang diberi judul “Perempuan, Kebenaran
dan Penjara” (Kisah nyata wanita dipenjara selama 20 tahun karena tuduhan makar
dan subversi). Dalam buku ini Sulami menceritakan pengalamannya sejak jaman
perjuangan, apa yang dialaminya dalam
tahanan bersama dengan kawan-kawan seperjuangan lainnya. Penyiksaan-penyiksaan
oleh sipir-sipir penjara, bahkan pelecehan seksual yang dialami oleh
kawan-kawannya di rumah tahanan tersebut. Hingga kerinduannya pada kampung
halaman tercinta.
Setelah sembilan tahun meringkuk di
tempat yang tak seharusnya, Sulami akhirnya di hadapkan ke pengadilan. Hal
inilah yang memunculkan pertanyaan besar dalam benaknya, mengapa setelah
sembilan tahun di penjara baru hari ini ada pengadilan untuk dirinya? Bukankah
penguasa bisa langsung menjatuhkan hukuman padanya tanpa butuh fakta, bantahan,
dan argumen atau alibi apapun?
Di pengadilannya, Sulami membantah keterlibatannya
dalam peristiwa makar dan subversi seperti yang dituduhkan padanya. Pengadilan
menjadi ajang kebebasan untuknya bercerita tentang apa yang dirasakan dan
diketahuinya. Serta kejahatan yang dilakukan penguasa pada peristiwa ‘65. Akan
tetapi pengadilan pada masa orde baru bukanlah pengadilan yang membela kebenaran,
melainkan pengadilan yang menyelamatkan kekuasaan.
Akhirnya, Sulami divonis 20 tahun
potong masa tahanan dengan tuduhan makar dan subversi seperti yang dituduhkan
sebelumnya. Walaupun harus meringkuk kembali dalam penjara, Sulami merasa lega
sebab statusnya jelas sebagai tahanan politik. Maka ia menjalani kehidupan di
bui seperti sembilan tahun sebelumnya.
Sulami dan Gerwani
Sulami sebagai salah satu tokoh Gerwani, aktif melakukan kegiatan
kursus-kursus pemberantasan buta huruf di kalangan rakyat miskin di desa-desa,
memberi penyuluhan tentang seks pada perempuan dan anak-anak, serta mengajak
perempuan berjuang melawan poligami. Sebab ia menilai poligami pada hakekatnya
merendahkan martabat perempuan. Karena Lelaki merasa lebih maju dan bisa
menjadi tulang punggung penghidupan keluarga, maka lelaki merasa pantas untuk
melakukan praktek poligami.
Sulami berpandangan bahwa poligami adalah bentuk
lain penindasan kaum perempuan, sebab secara psikologis perempuan merasa
tersiksa jika mengalami perkawinan ber-madu. Tetapi karena budaya feodal yang
masih mengakar, perempuan dibatasi aksesnya sehingga tidak dapat berbuat
apa-apa kecuali menerima keputusan suaminya untuk beristri lagi. Selain itu,
Sulami dibawah Gerwani juga aktif memperjuangkan persamaan hak laki-laki dan
perempuan di dalam perburuhan, dan hak-hak perempuan pekerja seks.
Pada dasarnya organisasi ini berdiri untuk
menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi kaum perempuan terutama perempuan
kelas menengah ke bawah, yang notabene berpendidikan rendah bahkan sama sekali
buta huruf. Gerwani bergerak bersama ibu-ibu rumah tangga, menyikapi
permasalahan-permasalahan dan isu-isu feminis yang berkaitan dengan kebutuhan
sehari-hari. Karena salah satu prinsip organisasinya adalah garis massa. Sesuai
kebutuhan anggota (dalam hal ini perempuan, red).
Aktif di YPKP
Selepas dari bui, Sulami bersama kawan-kawan
di antaranya Pramudya Ananta Toer, Hasan Raid, Koesalah Subagyo Toer, Sumini
Martono, dr. Ribka Tjiptaning dan Soeharno mendirikan Yayasan Penelitian Korban
Pembunuhan (YPKP) atau Indonesian
Institute for The Study of 1965/1966 Massacre, yang dikuatkan dengan Akte
Notaris No 1/7 April 1999 dan di tanda tangani oleh notaris Ny. Nanny Wahjudi
SH.
Yayasan tersebut didirikan untuk meneliti dan
mengungkapkan data pembunuhan massal 1965/1966 seakurat mungkin. Sehingga
angka-angka jumlah korban tidak lagi menjadi angka kira-kira dan praktek
pembunuhan dan perlakuan brutal tersebut tidak hanya menjadi dongeng. Dengan
angka-angka dan pengungkapan praktek, YPKP berusaha menunjukkan bahwa perbuatan
di masa lalu itu bukan hanya tidak benar dan tidak sah, melainkan sangat salah
dan keliru untuk kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, Sulami dalam sambutan
deklarasi pendirian YPKP menyatakan bahwa Jenderal Besar Soeharto sebagai
pelaksana utama pembunuhan perlakuan yang salah dan keliru tersebut harus
dimintai pertanggung jawaban.
Sulami selaku ketua YPKP bersama anggota
lainnya terus melakukan penelitian dengan membongkar makam para korban
pembunuhan massal tersebut. Di usianya yang sudah mencapai 74 tahun tidak
menghalanginya untuk terus bekerja menguak kejahatan pemerintah orde baru.
Sayang sekali, sebelum semua tujuan mulianya tercapai, Tuhan telah mengakhirkan
perjuangannya di usia 76 tahun. Tepat pada bulan oktober 2002, Sulami wafat.
Wafatnya Sulami, bukan berarti mati pula
semangat revolusionernya. Akan tetapi sebaliknya, justeru akan semakin
mengobarkan jiwa perlawanan, terutama bagi perempuan. Bahwa perjuangan
perempuan hari ini pada hakekatnya bukanlah melawan laki-laki, tapi lebih pada
membebaskan diri dari budaya feodal yang mengungkung kebebasan perempuan untuk
berfikir dan bertindak maju. Selain itu, perempuan harus terus berjuang untuk
mengembalikan fitrahnya sebagai manusia yang seutuhnya, tanpa dominasi dari
pihak manapun. Tunduk tertindas atau bangkit melawan, sebab diam dalam
ketertindasan sama halnya dengan penghianatan.
Nama : Sulami
Lahir : 1926
Meninggal : oktober 2002
Profesi : sekretaris jenderal GERWANI
Organisasi terakhir : Pendiri dan Ketua YPKP (Yayasan Peneliti Korban
Pembunuhan) 1965/1966
Beberapa buku karya Ibu Sulami :
1. "Si Bagus Menentang Arus" Sepenggal Cerita
Masa
Lalu, penerbit : Cipta
Lestari, Jakarta, Juni 2001
2. " Merentang Purnama" Sragen di duduki
Belanda,
penerbit : Cipta Lestari,
Jakarta, Januari 2001
3. "Perempuan-kebenaran dan Penjara"
Kisah nyata wanita
dipenjara 20 tahun karena tuduhan
makar dan subversi,
Penerbit : Cipta Lestari, Juni 1999
4. "Perempuan Dalam Arus Zaman" (Buku
Seri ke-2
tentang Kartini), Penerbit :
Cipta Lestari, Agustus 2001
5." Kebenaran tentang Gerwani, Aspek Gender Rezim
Soeharto", Rangkuman : WF.
Wertheim, Sulami dan Sri
Suharti, Penerbit : Cipta
Lestari, Maret 2002
Pesan terakhirnya apa ya...?Kurikulum vitenya juga
digambarkan dong didalam isi...Kayaknya loncat-loncat ya ceritanya, tentang
sulami ja, jalan hidupnya dan prinsip hidupnya.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as