Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    teleskop robotik

    ratri
    ratri
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 281
    Join date : 01.04.10
    Age : 36
    Lokasi : di hati si admin

    teleskop robotik Empty teleskop robotik

    Post by ratri Fri Jun 18, 2010 8:24 pm

    Anak Bandung
    Bangun Teleskop Robotik

    EsGe









    SATU lagi kisah
    anak negeri yang sukses menimba ilmu dan meniti karier di negeri orang. Namanya
    Mohamad Ridwan Hidayat, M.Sc. Pria yang lahir di Bandung, 36 tahun lalu itu,
    dikenal sebagai seorang astronom andal. Di Indonesia mungkin tidak banyak orang
    yang mengenalnya. Namun, kalangan ilmuwan di Malaysia banyak yang mengenal
    Ridwan sebagai astronom jempolan. Pasalnya, gelar S1 dan S2 di bidang
    astronomi, ia raih di Universitas Kebangsaan Malaysia, di Bangi, Selangor.



    Karena keahliannya itu, Ridwan kerap
    dipercaya pemerintahan Malaysia untuk menjalankan projek nasionalnya, khususnya
    di bidang astronomi. Tak salah kiranya Ridwan juga didaulat untuk
    mempresentasikan sebuah projek nasional Malaysia lainnya di bidang astronomi,
    dalam acara Asia Pacific Regional IAU Meeting (APRIM) 2005 di Nusa Dua Bali.
    Kertas kerja yang ia paparkan dalam bahasa Inggris itu ialah sebuah projek
    Robotic Telescope pertama di Malaysia, yang nantinya juga menjadi observatorium
    terbesar pertama di Malaysia.



    Observatorium nasional itu terletak di
    Pulau Langkawi, dekat perbatasan Malaysia-Thailand. Projek itu dimulai sejak
    akhir 2003, dan direncanakan bakal rampung pada Desember 2005. Perdana Menteri
    Malaysia rencananya akan meresmikan difungsikannya observatorium tersebut.



    Dalam projek itu, Ridwan memegang
    tanggung jawab sebagai manajer projeknya. Ridwan juga yang mendesain sistem,
    membuat konsepnya, dan mengintegrasikan sistem-sistem tersebut hingga bisa
    diaplikasikan nantinya. Ia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang terlibat
    penuh dalam projek tersebut.



    Ridwan memaparkan bahwa projek
    tersebut dimotori oleh Agency Angkasa Negara atau National Space Agency
    Malaysia (semacam Lapan di Indonesia). "Pemerintah Malaysia sangat
    mendukung projek ini karena pemerintah di sana sangat concern soal dunia sains,
    terutama tentang angkasa. Mereka juga memberi dana yang besar pada projek
    ini," katanya.



    Dijelaskannya,
    teleskop yang dipasang di observatorium ini memiliki diameter lensa 60
    sentimeter dengan autosistem CCD, dan mampu melakukan imaging, fotometri,
    spektroskopi, serta astrometri. Teleskop seharga 1,5 juta ringgit Malaysia itu
    (sekira Rp 3,9 miliar) dikirim dari Amerika. Teleskop juga dilengkapi dengan
    kamera All Sky yang berguna untuk memantau langit secara keseluruhan.



    Sebenarnya di Malaysia sudah ada empat
    observatorium yaitu di Kuala Lumpur (Observatorium Negara), Malaka
    (Observatorium Al Quarizmi), Trengganu (Observatorium Kusza) dan Observatorium
    Syekh Tahir. Yang membedakan observatorium Langkawi dengan empat lainnya ialah,
    selain lebih canggih, juga mampu dikontrol via internet. "Itulah kenapa
    disebut robotic telescope. Jadi, kita mampu menjalankannya secara otomatiks,
    dan dikontrol via internet," jelas Ridwan.



    Kedatangannya ke APRIM 2005, selain
    untuk mengenalkan observatorium itu ke khalayak, juga hendak menjalin kerja
    sama dengan Indonesia tentang astronomi, khususnya Departemen Astronomi ITB.
    "Saya sudah menghubungi Departemen Astronomi ITB, dan mereka menyambut
    baik kerja sama ini," tutur Ridwan.



    Dengan kerja sama itu, nantinya para
    ilmuwan astronomi di Indonesia bisa memakai observatorium Malaysia di Langkawi.
    "Tidak perlu datang ke lokasi. Cukup dikontrol via internet di Indonesia.
    Namun kalau mau secara manual pun tetap bisa," ungkap Ridwan. Begitu pula
    sebaliknya, ilmuwan astronomi Malaysia diperkenankan memakai Observatorium
    Bosscha di Lembang.



    Mengapa dengan Indonesia? "Karena
    di ASEAN, baru observatorium di Indonesia yang juga telah memakai sistem
    robotic telescope," ungkap Ridwan. Ke depannya, ada rencana untuk membuat
    jaringan se-ASEAN dengan membangun observatorium yang memakai teleskop
    berdiameter 2 meter (lensanya).



    "Tempatnya mungkin sesuai hasil
    observasi pihak Astronomi ITB yaitu di NTT," kata Ridwan. Pemilihan NTT
    (Nusa Tenggara Timur) sebagai observatorium regional dilihat dari berbagai
    faktor. "Tempat yang paling bagus untuk observatorium ialah yang paling
    minimum curah hujan, dan yang paling minimum tutupan awan. Dan, dari data-data
    pihak ITB yang diperoleh dari BMG dan citra satelit, NTT-lah daerah yang pas
    untuk itu," katanya.






    Teleskop
    warisan



    Selain terjun dalam projek pembangunan
    observatorium nasional Malaysia, Ridwan juga banyak terlibat dalam
    projek-projek penelitian lainnya terkait astronomi di Malaysia. Sebelumnya, ia
    turut berkiprah dalam pembuatan dan pemasangan kamera All Sky dengan sistem
    kamera Fish Eye di Antartika di akhir 2004. "Kamera All Sky yang
    dilengkapi dengan kamera CCD itu, berguna untuk memonitor langit secara keseluruhan
    karena sudut yang dicapai bisa 180 derajat," ujarnya.



    Projek penelitian itu merupakan kerja
    sama antara Malaysia dengan New Zealand. Dipilih Antartika karena di sana
    selama enam bulan matahari tidak bersinar, dan enam bulan berikutnya matahari
    bersinar terus. "Dari situ didapat penampakan langit yang berbeda dengan
    di ekuator (khatulistiwa). Kita bisa memantau perputaran bintang, juga
    aktivitas aurora di langit selatan," kata Ridwan.



    Langit. Kata itulah yang memicu Ridwan
    untuk menggeluti bidang astronomi. "Dari kecil, saya memang suka melihat
    langit. Dan ayah saya mendukung kesukaan saya itu," tutur Ridwan.



    Dukungan itu
    berupa hadiah teleskop refraktor 60 mm buatan Jepang. Hidayat Suhari, ayah
    Ridwan, memberikan hadiah itu saat Ridwan masih berusia 8 tahun. Dengan
    teleskop itu, Ridwan kecil kian tergila-gila dengan hobinya. Hampir tiap malam
    ia meneropong langit dari kamar atau loteng rumah di Jln. Sanggar Hurip,
    Soekarno-Hatta.



    Benda langit yang paling ia ingat saat
    melihat melalui teleskopnya ialah bulan dan Planet Saturnus. "Sebelumnya,
    lihat nyala bulan saja bagi saya sudah begitu indah. Ketika ada teleskop, saya
    bisa lihat kawah-kawahnya. Kalau Saturnus, Subhanallah, saya bisa melihat
    cincinnya itu dengan teleskop. Padahal sebelumnya hanya melihat titik kuningnya
    saja," tutur Ridwan mengenang.



    Sejak di SD yaitu SD Merdeka, hingga
    bangku SMP di SMP 2, Ridwan terus memperdalam hobinya soal astronomi dengan
    otodidak, seperti membaca buku-buku soal astronomi. Hobinya kian terarah saat
    menginjak bangku SMA di SMAN 5 Bandung. Ketika itu ia dikenalkan oleh temannya
    kepada Prof. Dr. Bambang Hidayat. Ternyata temannya itu masih ada hubungan
    saudara dengan Bambang Hidayat.



    Prof. Dr. Bambang Hidayat adalah
    astronom terpandang di Indonesia juga di dunia internasional. Meski kini sudah
    purnabakti dari Departemen Astronomi ITB, tenaganya masih dibutuhkan sebagai
    dosen luar biasa, atau sumber ilmu bagi mahasiswanya.



    "Pak Bambanglah yang menyarankan
    saya untuk mempelajari ilmu astronomi di luar Indonesia. Makanya saya pergi ke
    Malaysia yaitu University Kebangsaan Malaysia," ujar Ridwan, yang pernah
    sekelas dengan pemusik Yofie Widianto saat di SMAN 5.



    Di universitas itu, astronomi bukan
    jurusan tersendiri tapi substudi dari jurusan Fisika. Setelah lulus S-1 di tahun
    1992, Ridwan meminta nasihat kepada Prof. Bambang tentang ke mana ia harus
    meneruskan. "Apakah saya harus kembali ke Indonesia atau tidak. Beliau
    bilang, 'Kamu jangan terlalu nasionalis. Dapatkan kepakaran di luar. Kalau
    sudah matang baru pulang'. Begitu katanya," tutur Ridwan.



    Ia lalu mengambil S-2 juga di
    universitas yang sama dengan tesisnya "Pemakaian Kamera CCD Untuk
    Fotometri Astronomi", dan lulus di tahun 1994. "Sekarang saya
    berencana ambil S-3. Kalau ada jalan, insya Allah saya mau ambil di
    Jerman," tuturnya.



    Sejak menggeluti astronomi, ia merasa
    makin dekat dengan Sang Khalik. "Setiap melihat ke langit, memberi
    ketenangan batin. Dan bagi seorang Muslim, makin mendekatkan kepadaNya karena
    alam semesta yang cerdas ini pasti ciptaan-Nya. Makin kita pelajari makin sadar
    kita ini kecil sekali," ujarnya.



    Ridwan bermaksud memberi
    "kesadaran" tersebut kepada anak-anak dari istrinya Anna Mardiana
    yang seorang lulusan S-2 Pertanian Unpad. "Baru anak pertama saya, Jaish
    Muhammad, mulai ada minat dengan astronomi. Umurnya 8 tahun, sama seperti saat
    saya pertama kali tertarik soal astronomi," ucapnya. Untuk itu, teleskop
    pemberian ayahnya yang masih terawat, Ridwan wariskan kepada Jaish. Ia
    berharap, melalui teleskop itu anaknya kian tertarik ke astronomi. Dan yang
    lebih penting, melalui benda itu, Jaish dan tiga anaknya yang lain, kian dekat
    dengan Yang Maha Segalanya.



    Sumber : Suara Pembaruan (31 Juli 2005)

      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 2:15 am