Nombok Dong
Pieree! Keciliin tape-nya! Suara Dea mengelegar,
saingan ama suara tape dari kamar Pieree. "Apaaa?" jawab Piere nggak
kalah menggelagar. "Keciliin tape-nya!" ulang Dea "Keciliin?
Emangnya aku tukang sulap?" Pieree cekikikan.
Dea jadi dongkol mirip ikan tongkol yang keselek engkol. Sudah berapa kali
Piere ngejawab dengan gaya slengean.
Dea yang kelewat kece itu punya adik yang nggak kalah kece. Namanya Piere,
anaknya jangkung, putih dan ada talinya, eh itu sih tiang bendera. Pokoknya
keluarga Dea itu ditakdirkan cakep-cakep. Bapaknya yang orang Prancis mirip
David Ginola, ibunya orang Sunda, rumahnya bersih lagi (idih apa hubungannya
coba) Kucing di rumahnya aja cakep sampe anjing-anjing di sekitar komplek pada
nguber-nguber gemes. Gemes ingin melumatnya.
Pieree yang baru naik kelas 3 es em pe itu emang lagi 'lucu-lucu'nya. Maklum,
ABG, anak baru gila, ledek Dea. Bayangin aja, sepatu untuk ke sekolah nggak mau
sama dengan sepatu untuk main ke sawah! Hiiii. Bajunya pengen yang ada cap
palunya alias Hammer. Kalo maen kemana-mana pasti peke minyak wangi. Lazimnya
ABG, selalu bikin masalah. Minggu kemaren dia minta diajarin nyetir mobil ke
Dea. Terang aja Dea sak kakak ogah-ogahan. Tapi dasar nekat, diam-diam Pieree
nyetir mobil keliling komplek bareng gengnya. Ketawa-ketiwi sambil ngebayangin
jadi Alain Prost atau Michael Scumacher sampe nggak sadar kalo di depan ada
tukang bakso, Piere panik, bantir setir dan alhamdulillah, sukses mencium pagar
tetangga. Terpaksa papanya turun tangan gantiin pager yang ringsek. Piere juga
kena hukuman, tabungannya dipecah buat ngebetulin bemper mobil yang penyok.
Meski demikian gokil, mamanya tetap sayang. Siapa lagi yang bisa disuruh buang
sampah selain Piere?Eh, enggak ding, Piere meski bandel tapi pinter. Di sekolah
aja termasuk top ten murid-murid pinter. Walaupun guru-guru juga sering dibikin
pusing. Ya, itulah Piere, meski bandel namun memang bandel.
"Assalamu'alaikum" Piere yang lagi nyuci sepeda heboh-nya jadi
bangun. Ngelongok keluar, ternyata ada seonggok manusia di pintu gerbang sedang
menenteng map.
"Walaikum salam, maaf Mas, ibunya lagi belanja. Kalo minta uang ronda
besok aja, tapi kalo saya inget ya?" teriaknya dari garasi mobil. Ery yang
mau ketemu Dea jadi dongkol. Masa tampang sekece ini dikira minta uang ronda.
"Eh, itu Piere ya? Saya Ery, temannya Dea, mau ketemu De"
"Oh, maaf, saya kira mau minta iuran ronda. Habis mukanya kembaran sih
sama pentungan hansip" Piere ketawa-ketiwi. Piere jalan ke pager lalu
membuka pintu pager, dan mempersilahkan Ery masuk.
"Deanya ada?" tanya Ery. "Ada, tapi kayaknya belum keluar dari
kepompongnya tuh. Dia kan lagi metamorfosis" jawab Piere sekenanya sambil
jalan balik ke tempat cuci sepeda. Ery hanya bengong, pantesan Dea setres,
adiknya gokil banget. Nggak lama kemudian Dea muncul
"Assalamu'alaikum, eh Ery, udah lama, Er?" sapa Dea sambil sumringah.
"Walaikum salam, baru aja"
"Bawa pesanan saya, khan?"
"Bawa nih, sekalian ada titipan buku dari anak-anak pengajian putri.
Mereka nggak sempat ke sini, jadi saya yang di suruh"
"Oh, I see, Eh, Ery minum dulu, ya? Mau apa? Coca cola? Sprite? Air jeruk?
Air putih?" Dea nawarin mirip pelayan warteg.
"Wah terima kasih, cuma saya lagi ada perlu. Buru-buru nih,
Assalamu'alaikum" Ery pamitan.
"Walaikum salam" Dea ngunci lagi pintu pager rumah. Sementara Piere
nongol di pintu rumah, "Itu Ery?" tanyanya. "Iya," jawab
Dea. "Boleh juga", "Boleh juga apa?" Dea penasaran.
"Boleh juga sih kalo diadu balap sama herder" lagi-lagi usilnya
kumat.
Piere akhir-akhir ini lagi gandrung banget sama album kram otak-nya Iwa K.
Hampir tiap pulang sekolah kaset itu diputer. Kadang-kadang sambil main basket
di lapangan basket di komplek, di setel juga kaset nombok dong-nya Iwa K.
"Saatnya sekarang .... hempaskan bola ke dalam keranjang. Dong nombok
dong, nombok dong, nombok dong" koor anak-anak di lapangan basket. Wah
kumpulan ABG di komplek itu memang heboh banget. Dandanannya pada modis-modis,
kaosnya aja dibeli dari Amrik langsung, Celtics, Houston, Rocket, Chicago Bulls
nemplok di kaos anak-anak. Termasuk Piere, tujuannya sih maen basket, tapi
sekalian ngecengin anak-anak dari komplek lain. Ya sambil menyelam nangkep ikan
begitu.
Piere ngaso dulu, keringatnya bercucuran mirip kue cucur, eh air mancur. Sambil
ngegantungin handuk ke leher dengan rakus dia nenggak es sirop. Sepintas mirip
tukang becak lho.
"Piere, besok hiking yuk?" kata Bobi sambil duduk di sebelahnya.
"hiking kemana?"
"Ya, ke gunung masak ke Tanjung Priok?"
"Lho kan biasanya elu jadi kuli pelabuhan?" ledek Piere. "Enak
aja, dia mah kuli pasar" Hendra nimpalin dari belakang. "Biarin ah,
yang penting halal" Bobi melakukan self defense. Maklum diantara anak-anak
komplek, Bobi yang punya bodi paling gede, item lagi. Maka sering diledekin
kuli. Tapi dia paling bermanfaat lho! Misalkan, kalo ada perlombaan tarik
tambang, Bobi suka dimanfaatin sebagai ... tambang" hiii
"Gimana nih, anak-anak udah Oke lo?" Bobi penasaran. "Siapa saja
yang mau mikut?" tanya Piere.
"Para kurcaci ini. Anak-anak cewek juga mau ikutan. Gimana? Seru
kan?"
"Anak cewek? Siapa saja?" sekarang Piere yang penasaran. "Ani,
Maudy, Ike, si Tami juga mau ikutan"
"Si Tami mau ikut?" mata Piere berbinar-binar. Nama itu memang masuk
dalam daftar buruannya.
Ransel ijonya Piere dipenuhi kaos, celana jeans, celana Hawai, makanan kecil.
Ada roti kecil, kacang kecil, biskuit kecil, dan nasih kecil. Nggak lupa dia
siapin juga panci mini, kompor mini, meja belajar, lemari pakaian, wastafel,
toilet yeeee emangnya kena gusuran. Eh, walkman? Bawa ah, lagi Dea nggak
bakalan tahu.
"Eh, walkman jangan dibawa, entar ilang lagi!". Masya Allah,
jantungnya hampir aja copot. Ternyata Dea udah berdiri di depan pintu kamarnya
sambil melotot. "Jangan dibawa walkmannya, kalo ilang mau
ngegantiin?" Dea nanya setengah ngancam. Piere jadi ciut, buru walkmanya
dikeluarin lagi. Dea keluar sambil nyomot snack dari meja Piere. Dasar Piere,
walkman itu dimasukin lagi ke dalam Ransel.
Pagi-pagi sekali, Piere sudah berkemas-kemas. Sementara maminya sudah ngasih
bekal dan memeriksa dengan teliti, jangan-jangan ulekan Mami kebawa.
"Piere, hati-hati ya di jalan, Jangan lupa sholat ya?" pesan mami
"Iya, mam, tenang aja. Piere sudah gede kok" Piere sun tangan dan
jreng, tancap gas di VW-nya Ipung. Semuanya 10 orang, 6 cowok dan 4 cewek.
Akhirnya, sampailah mereka di perkemahan di Sukabumi. Dengan antusias mereka
turun lalu membongkar segala macam perbekalan. Seperti sudah tradisi, anak-anak
perempuan selalu bawa banyak barang. Kayak tasnya Maudy, gemuk banget, isinya
ada makanan kecil, aneka T-shirt, beberapa buah jaket, pakaian santai, gaun
pesta dan sepatu kaca ...(emanya Cinderela) yang paling santai Bobi. Hanya bawa
pakaian dalam tiga biji, itupun karena beliau suka ngompol di malam hari.
Masalah makan dengan ikhlas Bobi ngandalin anak perempuan.
Karena mereka harus melewati jalan setapak maka VW Ipung terpaksa dititipkan di
tempat penitipan kendaraan. Apa boleh buat, mereka harus mengandalkan kekuatan
kaki untuk sampai ke tempat perkemahan. Piere jadi komandan regu.
"Berhubung Bobi yang badannya paling kekar diantara kita, maka dengan
hormat saya tugaskan beliau membawa semua perbekalan" Piere mulai membagi
tugas. "Horee, rasain lu Bob!" teriak anak perempuan. Bobi nggak bisa
menolak. Akhirnya semua tas dipegang, tiga tas nangkring di punggung, dua di
depan dan dua lagi ditentengnya.
"Tu ...wa... tu... wa" Piere ngasih semangat. Gantian, kadang Ipung
yang memimpin sambil nyanyi lagu syukur, terang aja diprotes anak-anak. Itu sih
bikin ngantuk. Hendra juga ikutan tapi lagunya lagu dangdutnya Evi Tamala yang
didemeninya, terus diulang-ulang sampe akhirnya ditimpukin anak-anak yang lain.
Sementara Bobi terseok-seok kelebihan beban, berjalan paling belakang, sambil
sesekali diawasi anak-anak perempuan, takut jatah makanan mereka disikat/
Baru setengan perjalan mereka hampir colaps. Akhirnya Piere memutuskan untuk
ngaso dulu. Lagian sudah waktunya dhuhur. "Kita sholat dulu yuk, Tuh ada
mushola" ajak Piere. Berebutan mereka menuju tempat wudhu. Ah, seger air
yang dingin itu membuat mereka semangat lagi. Mereka sholat berjamaah, Ipung
jadi imam sholat. Tapi, lho kok ada yang duduk-duduk saja di luar, nggak ikutan
sholat?
Piere yang habis sholat hampiri Hendra. "Hen, kok lu nggak sholat
sih?" tanya Piere. Hendra diam sambil nundukin kepalanya. "Datang
bulan ya?" canda Piere, tapi Hendra nggak ketawa, mesem pun nggak, malah
makin menunduk. Piere jadi bingung ... atau .......
"Kamu nggak bisa sholat Hen?" tanya Piere pelan. Masya Allah,
dirangkulnya bahu teman sekelasnya itu. "Yuk, gua ajarin" katanya
pelan sambil mengajaknya ke tempat wudhu. Hendra belajar sholat setelah
dibimbing Piere. Sambil menunggu Hendra sholat, Piere diam-diam menahan tangis.
Ah, ternyata ada juga kawanku yang tahu cara sholat.
Ih sirim benget" Tami ketakutan. Mereka sekarang harus melewati jembatan
gantung yang kecil. Dibawahnya mengalir sungai yang cukup deras. Terang aja
anak-anak perempuan pada menciut nyalinya. Anak cowok juga sebetulnya sih pada
gemetaran, tapi gengsi dong kalo sampe keliatan anak-anak cewek.
"Tenang-tenang, jangan panik, jembatan ini aman kok. Liat aja talinya kuat
begini" Piere sok menenangkan kawan-kawannya padahal dia sendiri panik
juga.
"Kalo gitu, anak cowok duluan jalan" Tami ngerengek. "Lho,
bukannya lady first?" tanya Piere, kontan dia dipelototin anak-anak cewek.
"Iya sori, deh, gimana kalo Ipung yang jalan duluan. Dia khan paling getol
sholat" Piere ngelirik Ipung.
"Piere, tega kamu mengorbankan teman sendiri. Itu tidak setia kawan
namanya. Giman kalo Hendra aja?" balas Ipung. "Kalian ini gimana sih?
Bukannya mencoba dulu malah becanda aja" Tami ngomel-ngomel.
"Yuk, kita jalan, tinggalin aja anak-anak pengecut itu" ajak Tami
pada teman-temannya. Tami jalan paling depan, kakinya mulai menginjak kayu
jembatan. Setelah dua, tiga langkah, anak-anak ngerasa jembatan itu mulai
goyah. Muka mereka jadi pucat kayak mayat, Hih nyesel juga sok berani. Tapi
berhubung gengsi mereka nyoba jalan terus. Semeter, dua meter sampai akhirnya
sampe di ujung jembatan. Puih, meski sukses mereka masih agak-agak gemetaran
juga. Mau ngomong sulit, apalagi kentut. Setelah ngatur nafas, baru mereka bisa
ngomong.
"Hoi, ayo berani nggak jalan terus?" teriak anak-anak cewek di
seberang. Tanpa pikir panjang, anak cowok ngebirit jalan di jembatan. Ngerasa
keenakan mereka goyangin jembatan. Kayunya diinjek keras-keras, akhirnya
jembatan goyang nggak karuan.
"Hoi. Hoi stop. Aduh, gua mau hatuh nih" teriak Bobi panik. Tapi
dengan tidak berkeprimanusiaan anak-anak terus menginjak kenceng-kenceng
jembatan gantung itu. Akhirnya Bobi mulai sempoyongan. Dia oleng ke kanan dan
ke kiri. Anak perempuan mulai jejeritan, baru mereka sadar ada yang nggak
beres. Tapi terlambat, Bobi kepeleset dengan sukses, Piere panik lari ke arah
Bobi, tas anak-anak jatuh satu demi satu ke bawah dan tenggelam ditelan sungai
yang deras. Anak-anak perempuan hanya bisa memandang terkesima, memandangi
sungai dan tepi bukit yang curam dengan tatapan kosonng. Tiba-tiba mereka
merasa ingin pulang ke rumah.
Mereka duduk melingkar. Merenungi nasib. Maudy masih sesenggukan menahan
tangis. Hendra terdiam, Ipung juga apalagi Bobi. Sementara Piere, selain
memikirkan kelompoknya dia juga merenungi nasib walkman Dea yang ikut hanyut.
Sementara itu, cuaca mulai gelap dan dingin. Itu juga yang menghalangi mereka
untuk kembali ke pangkalan. Akhirnya mereka mencari tempat yang lumayan aman,
meski tetap aja mereka kedinginan. Belum lagi kelaparan mulai menyergap, kacang
garing yang dibawa Tami udah habis. Supaya nggak gelap, mereka memasang dua
biji lampu senter.
Udara yang dingin membuat anak-anak merapatkan tubuhnya. Dengan berjaket saja
tidak cukup, maka mereka memeluk lutut sambil gigi bergeretak kedinginan. Bobi
udah mulai gelisah, nggak kuat menahan pipis karena dia bingung mau pipis
kemana, kemana-mana gelap Ih, syerem.
"Pung, anterin gue dong, gue kebelet nih, pengin pipis, tolong, Pung,
Pleas"
Ipung yang kedinginan jadi jengkel, dia diam aja. Tapi karena Bobi dengan
gencar merayu, akhirnya Ipung menyerah juga. Diantarnya sohibnya itu.
"Bentar ya, gua ama Ipung mau jalan-jalan dulu" kata Bobi sumringah.
"Jalan-jalan kemana? Diculik jin lu!" Piere bengong.
Udah belum Bob?" tanya Ipung kesel, kakinya mulai gatel digigitin nyamuk.
"Udah" jawab Bobi tersenyum lega. Satu beban sudah hilang. "Lega
rasanya, thanks Pung, kamu emang benar-benar teman dalam suka maupun duka"
Puji Bobi. Mereka mulai berjalan baru beberapa langkah Bobi dan Ipung mulai
cemas. "Bob, kita lewat sini nggak ya tadi?" Ipung mulai cemas. "Aduh
Ipung, mana sempat gua ngapalin jalan. Gua kan lagi kebelet" kata Bobi
juga ikutan panik. Keduanya mulai ketakutan, apalagi ditambah suara
binatang-binatang malam terdengar menakutkan. Mulai terbayang di benak Bobi,
monster-monster macam Zombi, Frankenstein sampai kuntilanak. Ipung juga
ketakutan, kudunya serasa ada yang niup-niup, soalnya kemaren ada tetangganya
yang meninggal. Nah, tetangganya itu konon kabarnya suka miara kucing. Trus
kenapa? Ya nggak apa-apa, emangnya nggak boleh miara kucing. Ih nggak lucu deh.
Dari kejauhan tiba-tiba ada cahaya merah berjalan. Cahaya itu mati lalu nyala
lagi, begitu seterusnya. Dan cahaya itu mendekati mereka. Bobi dan Ipung makin
gugup, cahaya itu makin mendekat, cahaya itu disertai bayangan besar di
belakangnya, sekilas mirip hantu scarecrow. Makin dekat. Makin dekat dan....
"Hantuuuuuu" teriak Bobi. "Setan pocong, sundel bolong!"
Ipung juga nggak kalah heboh.
'Tenang-tenang, saya bukan hantu, saya bukan hantu" teriak bayangan hitam
itu. Bobi dan Ipung mulai tidak teriak lagi meski nafas mereka masih
ngos-ngosan.
"Bu ... bu ... bu kan hantu? Lalu a.... aa. Pa? Tanya Ipung gagap.
"Saya bukan hantu, tapi saya genderuwo" Kontan anak-anak itu pingsan
dengan sukses.
Bobi terbangun mencium bau balsem. Di pinggirnya, Ipung duduk sambil makan roti
coklat. Demi melihat roti coklat Bobi makin segera sadar dan terduduk.
"Kita dimana Pung? Tanyanya. "Di Sukabumi, mau roti?" Ipung
ngasih segepok roti. Hanya sebentar saja roti itu sudah meluncur ke dalam perut
Bobi yang gendut.
"Eh, udah bangun yang gendut itu?' tanya seseorang , Bobi kaget.
"Lho, mas ini siapa?" tanyanya penuh curiga. "Saya Ery, habisin
tuh rotinya" kata Ery, tapi dia segera bengong melihat rotinya sudah raib.
"Sebentar ya, saya juga bawa teman koq, Indro namanya" Ery keluar
sebentar.
Tak lama kemudian dia masuk bareng Indro. Begitu Indro masuk, kontan Ipung dan
Bobi menjerit pendek dan jatuh pingsan lagi.
"Oh begitu critanya bisa barengan ketemu disini" komentar Hendra.
Akhirnya Ery dan Indro ikut mengantarkan Ipung dan Bobi ke basecamp mereka.
Ternyata Ery dan Indro lagi ngerjain tugas sekolah. Pelajaran biologi, yaitu
membikin gambar-gambar binatang malam. Karena Ery yang jago motret, akhirnya
dia yang diutus oleh sekolah bersama Indro. Semula Indro menyangka mereka bakal
jalan-jalan ke diskotik atau ke mal-mal mencari binatang malam. Lho emangnya
ada binatang malam di diskotik? Ada cuma itu namanya kupu-kupu malam.
Tapi nggak disangka kalo Ery bakalan ketemu anak-anak bengal di sini. Ery dan
Indro juga kaget mendengar perbekalan anak-anak raib ditelan sungai. Ery merasa
terharu dan Iba.
"Jadi kalian belum makan dari kemaren sore?" tanya Ery.
"Beluumm" koor anak-anak.
"Ya, coba sukarelawan tolong masakin mi instan dari base camp kita"
perintah Ery
Hanya sebentar saja mereka sudah balik lagi, masak air dengan kompor Ery, masak
mie sepuluh bungkus. Ery dan Indro hanya geleng-geleng kepala melihat anak-anak
itu demikian giras menggasak mie.
Kamu ketua regunya?" tanya Ery. Piere menganggukkan kepala. Ery dan Piere
duduk di depan api anggun yang dibuat supaya badan hangat. Mereka kebagian
giliran jaga. Sementara anak-anak putri tidur di dalam tenda yang dibawa Ery
dan Indro, anak-anak laki tiduran atau tepatnya bertumpuk di sliping bag gede
punya Indro, sepintas mirip sarden.
"Kenapa kamu bawa anak-anak cewek?" Ery nanya lagi. Piere bengong,
"Maksudnya?" tanyanya heran. "Apa kamu nggak tahu, itukan
bahaya. Lagian nggak boleh kan perempuan jalan-jalan bareng lelaki yang bukan
mahromnya" kata Ery. "Eh, kamu tahu mahram nggak?" tanya Ery
lagi.
"Saya nggak tahu karena saya nggak pernah ngaji" Piere menjawab
pelan. "Papa sama Mama nggak pernah nyuruh saya ngaji".
"Kalo begitu kamu harus ngaji. Kamu udah gede."Sambung Ery. Piere
terdiam Dia jadi malu dan nggak enak hati. "Terus gimana dengan anak-anak
itu sekarang?"sekarang Piere yang nanya. Ery diam sebentar.
"Indro bawa hand phone, kamu pinjem hand ponenya, kasih tahu supaya
anak-anak perempuan itu dijemput sama bokapnya. Gimana?"
"Ok, sekarang bangunin anak-anak sudah shubuh nih" kata Ery sambil
bangun berjalan ke anak-anak cowok.
Agak siangan rombongan Piere mau pulang. Sekarang ada satu mobil tambahan.
Setelah mendengar anaknya nelangsa di tempat perkemahan, kotan papinya Tami
nyuruh kakaknya Tami nyusul, mobil yang tarikannya wus, wus itu sudah nongkrong
di pos penjagaan. Khusus ngangkutin anak-anak perempuan. Mobil TKW, ledek Ery.
"Kalian nggak ikut pulang?" tanya Piere. "Nggak ah, masih betah.
Lagian kalau pulang juga disuruh ngesiin bak. Mendingan di sini santai"
jawab Indro slengean.
"Indro rencananya mau indekost disini, sekalian jadi kuncen" ledek
Ery.
"Kalo gitu kita pulang duluan deh" Ipung nyalamin Ery dan Indro,
anak-anak juga ngantri, mirip acara beres pengajian di mesjid.
"Jangan lupa ngaji ya, Piere" kata Ery. "Insya Allah" Jawab
Piere.
Tak lama kemudian dua mobil itu pun jalan meninggalkan bumi perkemahan. Tinggal
Ery dan Indro yang harus berkemas-kemas.
Ditulis Ery and the gank
Pieree! Keciliin tape-nya! Suara Dea mengelegar,
saingan ama suara tape dari kamar Pieree. "Apaaa?" jawab Piere nggak
kalah menggelagar. "Keciliin tape-nya!" ulang Dea "Keciliin?
Emangnya aku tukang sulap?" Pieree cekikikan.
Dea jadi dongkol mirip ikan tongkol yang keselek engkol. Sudah berapa kali
Piere ngejawab dengan gaya slengean.
Dea yang kelewat kece itu punya adik yang nggak kalah kece. Namanya Piere,
anaknya jangkung, putih dan ada talinya, eh itu sih tiang bendera. Pokoknya
keluarga Dea itu ditakdirkan cakep-cakep. Bapaknya yang orang Prancis mirip
David Ginola, ibunya orang Sunda, rumahnya bersih lagi (idih apa hubungannya
coba) Kucing di rumahnya aja cakep sampe anjing-anjing di sekitar komplek pada
nguber-nguber gemes. Gemes ingin melumatnya.
Pieree yang baru naik kelas 3 es em pe itu emang lagi 'lucu-lucu'nya. Maklum,
ABG, anak baru gila, ledek Dea. Bayangin aja, sepatu untuk ke sekolah nggak mau
sama dengan sepatu untuk main ke sawah! Hiiii. Bajunya pengen yang ada cap
palunya alias Hammer. Kalo maen kemana-mana pasti peke minyak wangi. Lazimnya
ABG, selalu bikin masalah. Minggu kemaren dia minta diajarin nyetir mobil ke
Dea. Terang aja Dea sak kakak ogah-ogahan. Tapi dasar nekat, diam-diam Pieree
nyetir mobil keliling komplek bareng gengnya. Ketawa-ketiwi sambil ngebayangin
jadi Alain Prost atau Michael Scumacher sampe nggak sadar kalo di depan ada
tukang bakso, Piere panik, bantir setir dan alhamdulillah, sukses mencium pagar
tetangga. Terpaksa papanya turun tangan gantiin pager yang ringsek. Piere juga
kena hukuman, tabungannya dipecah buat ngebetulin bemper mobil yang penyok.
Meski demikian gokil, mamanya tetap sayang. Siapa lagi yang bisa disuruh buang
sampah selain Piere?Eh, enggak ding, Piere meski bandel tapi pinter. Di sekolah
aja termasuk top ten murid-murid pinter. Walaupun guru-guru juga sering dibikin
pusing. Ya, itulah Piere, meski bandel namun memang bandel.
"Assalamu'alaikum" Piere yang lagi nyuci sepeda heboh-nya jadi
bangun. Ngelongok keluar, ternyata ada seonggok manusia di pintu gerbang sedang
menenteng map.
"Walaikum salam, maaf Mas, ibunya lagi belanja. Kalo minta uang ronda
besok aja, tapi kalo saya inget ya?" teriaknya dari garasi mobil. Ery yang
mau ketemu Dea jadi dongkol. Masa tampang sekece ini dikira minta uang ronda.
"Eh, itu Piere ya? Saya Ery, temannya Dea, mau ketemu De"
"Oh, maaf, saya kira mau minta iuran ronda. Habis mukanya kembaran sih
sama pentungan hansip" Piere ketawa-ketiwi. Piere jalan ke pager lalu
membuka pintu pager, dan mempersilahkan Ery masuk.
"Deanya ada?" tanya Ery. "Ada, tapi kayaknya belum keluar dari
kepompongnya tuh. Dia kan lagi metamorfosis" jawab Piere sekenanya sambil
jalan balik ke tempat cuci sepeda. Ery hanya bengong, pantesan Dea setres,
adiknya gokil banget. Nggak lama kemudian Dea muncul
"Assalamu'alaikum, eh Ery, udah lama, Er?" sapa Dea sambil sumringah.
"Walaikum salam, baru aja"
"Bawa pesanan saya, khan?"
"Bawa nih, sekalian ada titipan buku dari anak-anak pengajian putri.
Mereka nggak sempat ke sini, jadi saya yang di suruh"
"Oh, I see, Eh, Ery minum dulu, ya? Mau apa? Coca cola? Sprite? Air jeruk?
Air putih?" Dea nawarin mirip pelayan warteg.
"Wah terima kasih, cuma saya lagi ada perlu. Buru-buru nih,
Assalamu'alaikum" Ery pamitan.
"Walaikum salam" Dea ngunci lagi pintu pager rumah. Sementara Piere
nongol di pintu rumah, "Itu Ery?" tanyanya. "Iya," jawab
Dea. "Boleh juga", "Boleh juga apa?" Dea penasaran.
"Boleh juga sih kalo diadu balap sama herder" lagi-lagi usilnya
kumat.
Piere akhir-akhir ini lagi gandrung banget sama album kram otak-nya Iwa K.
Hampir tiap pulang sekolah kaset itu diputer. Kadang-kadang sambil main basket
di lapangan basket di komplek, di setel juga kaset nombok dong-nya Iwa K.
"Saatnya sekarang .... hempaskan bola ke dalam keranjang. Dong nombok
dong, nombok dong, nombok dong" koor anak-anak di lapangan basket. Wah
kumpulan ABG di komplek itu memang heboh banget. Dandanannya pada modis-modis,
kaosnya aja dibeli dari Amrik langsung, Celtics, Houston, Rocket, Chicago Bulls
nemplok di kaos anak-anak. Termasuk Piere, tujuannya sih maen basket, tapi
sekalian ngecengin anak-anak dari komplek lain. Ya sambil menyelam nangkep ikan
begitu.
Piere ngaso dulu, keringatnya bercucuran mirip kue cucur, eh air mancur. Sambil
ngegantungin handuk ke leher dengan rakus dia nenggak es sirop. Sepintas mirip
tukang becak lho.
"Piere, besok hiking yuk?" kata Bobi sambil duduk di sebelahnya.
"hiking kemana?"
"Ya, ke gunung masak ke Tanjung Priok?"
"Lho kan biasanya elu jadi kuli pelabuhan?" ledek Piere. "Enak
aja, dia mah kuli pasar" Hendra nimpalin dari belakang. "Biarin ah,
yang penting halal" Bobi melakukan self defense. Maklum diantara anak-anak
komplek, Bobi yang punya bodi paling gede, item lagi. Maka sering diledekin
kuli. Tapi dia paling bermanfaat lho! Misalkan, kalo ada perlombaan tarik
tambang, Bobi suka dimanfaatin sebagai ... tambang" hiii
"Gimana nih, anak-anak udah Oke lo?" Bobi penasaran. "Siapa saja
yang mau mikut?" tanya Piere.
"Para kurcaci ini. Anak-anak cewek juga mau ikutan. Gimana? Seru
kan?"
"Anak cewek? Siapa saja?" sekarang Piere yang penasaran. "Ani,
Maudy, Ike, si Tami juga mau ikutan"
"Si Tami mau ikut?" mata Piere berbinar-binar. Nama itu memang masuk
dalam daftar buruannya.
Ransel ijonya Piere dipenuhi kaos, celana jeans, celana Hawai, makanan kecil.
Ada roti kecil, kacang kecil, biskuit kecil, dan nasih kecil. Nggak lupa dia
siapin juga panci mini, kompor mini, meja belajar, lemari pakaian, wastafel,
toilet yeeee emangnya kena gusuran. Eh, walkman? Bawa ah, lagi Dea nggak
bakalan tahu.
"Eh, walkman jangan dibawa, entar ilang lagi!". Masya Allah,
jantungnya hampir aja copot. Ternyata Dea udah berdiri di depan pintu kamarnya
sambil melotot. "Jangan dibawa walkmannya, kalo ilang mau
ngegantiin?" Dea nanya setengah ngancam. Piere jadi ciut, buru walkmanya
dikeluarin lagi. Dea keluar sambil nyomot snack dari meja Piere. Dasar Piere,
walkman itu dimasukin lagi ke dalam Ransel.
Pagi-pagi sekali, Piere sudah berkemas-kemas. Sementara maminya sudah ngasih
bekal dan memeriksa dengan teliti, jangan-jangan ulekan Mami kebawa.
"Piere, hati-hati ya di jalan, Jangan lupa sholat ya?" pesan mami
"Iya, mam, tenang aja. Piere sudah gede kok" Piere sun tangan dan
jreng, tancap gas di VW-nya Ipung. Semuanya 10 orang, 6 cowok dan 4 cewek.
Akhirnya, sampailah mereka di perkemahan di Sukabumi. Dengan antusias mereka
turun lalu membongkar segala macam perbekalan. Seperti sudah tradisi, anak-anak
perempuan selalu bawa banyak barang. Kayak tasnya Maudy, gemuk banget, isinya
ada makanan kecil, aneka T-shirt, beberapa buah jaket, pakaian santai, gaun
pesta dan sepatu kaca ...(emanya Cinderela) yang paling santai Bobi. Hanya bawa
pakaian dalam tiga biji, itupun karena beliau suka ngompol di malam hari.
Masalah makan dengan ikhlas Bobi ngandalin anak perempuan.
Karena mereka harus melewati jalan setapak maka VW Ipung terpaksa dititipkan di
tempat penitipan kendaraan. Apa boleh buat, mereka harus mengandalkan kekuatan
kaki untuk sampai ke tempat perkemahan. Piere jadi komandan regu.
"Berhubung Bobi yang badannya paling kekar diantara kita, maka dengan
hormat saya tugaskan beliau membawa semua perbekalan" Piere mulai membagi
tugas. "Horee, rasain lu Bob!" teriak anak perempuan. Bobi nggak bisa
menolak. Akhirnya semua tas dipegang, tiga tas nangkring di punggung, dua di
depan dan dua lagi ditentengnya.
"Tu ...wa... tu... wa" Piere ngasih semangat. Gantian, kadang Ipung
yang memimpin sambil nyanyi lagu syukur, terang aja diprotes anak-anak. Itu sih
bikin ngantuk. Hendra juga ikutan tapi lagunya lagu dangdutnya Evi Tamala yang
didemeninya, terus diulang-ulang sampe akhirnya ditimpukin anak-anak yang lain.
Sementara Bobi terseok-seok kelebihan beban, berjalan paling belakang, sambil
sesekali diawasi anak-anak perempuan, takut jatah makanan mereka disikat/
Baru setengan perjalan mereka hampir colaps. Akhirnya Piere memutuskan untuk
ngaso dulu. Lagian sudah waktunya dhuhur. "Kita sholat dulu yuk, Tuh ada
mushola" ajak Piere. Berebutan mereka menuju tempat wudhu. Ah, seger air
yang dingin itu membuat mereka semangat lagi. Mereka sholat berjamaah, Ipung
jadi imam sholat. Tapi, lho kok ada yang duduk-duduk saja di luar, nggak ikutan
sholat?
Piere yang habis sholat hampiri Hendra. "Hen, kok lu nggak sholat
sih?" tanya Piere. Hendra diam sambil nundukin kepalanya. "Datang
bulan ya?" canda Piere, tapi Hendra nggak ketawa, mesem pun nggak, malah
makin menunduk. Piere jadi bingung ... atau .......
"Kamu nggak bisa sholat Hen?" tanya Piere pelan. Masya Allah,
dirangkulnya bahu teman sekelasnya itu. "Yuk, gua ajarin" katanya
pelan sambil mengajaknya ke tempat wudhu. Hendra belajar sholat setelah
dibimbing Piere. Sambil menunggu Hendra sholat, Piere diam-diam menahan tangis.
Ah, ternyata ada juga kawanku yang tahu cara sholat.
Ih sirim benget" Tami ketakutan. Mereka sekarang harus melewati jembatan
gantung yang kecil. Dibawahnya mengalir sungai yang cukup deras. Terang aja
anak-anak perempuan pada menciut nyalinya. Anak cowok juga sebetulnya sih pada
gemetaran, tapi gengsi dong kalo sampe keliatan anak-anak cewek.
"Tenang-tenang, jangan panik, jembatan ini aman kok. Liat aja talinya kuat
begini" Piere sok menenangkan kawan-kawannya padahal dia sendiri panik
juga.
"Kalo gitu, anak cowok duluan jalan" Tami ngerengek. "Lho,
bukannya lady first?" tanya Piere, kontan dia dipelototin anak-anak cewek.
"Iya sori, deh, gimana kalo Ipung yang jalan duluan. Dia khan paling getol
sholat" Piere ngelirik Ipung.
"Piere, tega kamu mengorbankan teman sendiri. Itu tidak setia kawan
namanya. Giman kalo Hendra aja?" balas Ipung. "Kalian ini gimana sih?
Bukannya mencoba dulu malah becanda aja" Tami ngomel-ngomel.
"Yuk, kita jalan, tinggalin aja anak-anak pengecut itu" ajak Tami
pada teman-temannya. Tami jalan paling depan, kakinya mulai menginjak kayu
jembatan. Setelah dua, tiga langkah, anak-anak ngerasa jembatan itu mulai
goyah. Muka mereka jadi pucat kayak mayat, Hih nyesel juga sok berani. Tapi
berhubung gengsi mereka nyoba jalan terus. Semeter, dua meter sampai akhirnya
sampe di ujung jembatan. Puih, meski sukses mereka masih agak-agak gemetaran
juga. Mau ngomong sulit, apalagi kentut. Setelah ngatur nafas, baru mereka bisa
ngomong.
"Hoi, ayo berani nggak jalan terus?" teriak anak-anak cewek di
seberang. Tanpa pikir panjang, anak cowok ngebirit jalan di jembatan. Ngerasa
keenakan mereka goyangin jembatan. Kayunya diinjek keras-keras, akhirnya
jembatan goyang nggak karuan.
"Hoi. Hoi stop. Aduh, gua mau hatuh nih" teriak Bobi panik. Tapi
dengan tidak berkeprimanusiaan anak-anak terus menginjak kenceng-kenceng
jembatan gantung itu. Akhirnya Bobi mulai sempoyongan. Dia oleng ke kanan dan
ke kiri. Anak perempuan mulai jejeritan, baru mereka sadar ada yang nggak
beres. Tapi terlambat, Bobi kepeleset dengan sukses, Piere panik lari ke arah
Bobi, tas anak-anak jatuh satu demi satu ke bawah dan tenggelam ditelan sungai
yang deras. Anak-anak perempuan hanya bisa memandang terkesima, memandangi
sungai dan tepi bukit yang curam dengan tatapan kosonng. Tiba-tiba mereka
merasa ingin pulang ke rumah.
Mereka duduk melingkar. Merenungi nasib. Maudy masih sesenggukan menahan
tangis. Hendra terdiam, Ipung juga apalagi Bobi. Sementara Piere, selain
memikirkan kelompoknya dia juga merenungi nasib walkman Dea yang ikut hanyut.
Sementara itu, cuaca mulai gelap dan dingin. Itu juga yang menghalangi mereka
untuk kembali ke pangkalan. Akhirnya mereka mencari tempat yang lumayan aman,
meski tetap aja mereka kedinginan. Belum lagi kelaparan mulai menyergap, kacang
garing yang dibawa Tami udah habis. Supaya nggak gelap, mereka memasang dua
biji lampu senter.
Udara yang dingin membuat anak-anak merapatkan tubuhnya. Dengan berjaket saja
tidak cukup, maka mereka memeluk lutut sambil gigi bergeretak kedinginan. Bobi
udah mulai gelisah, nggak kuat menahan pipis karena dia bingung mau pipis
kemana, kemana-mana gelap Ih, syerem.
"Pung, anterin gue dong, gue kebelet nih, pengin pipis, tolong, Pung,
Pleas"
Ipung yang kedinginan jadi jengkel, dia diam aja. Tapi karena Bobi dengan
gencar merayu, akhirnya Ipung menyerah juga. Diantarnya sohibnya itu.
"Bentar ya, gua ama Ipung mau jalan-jalan dulu" kata Bobi sumringah.
"Jalan-jalan kemana? Diculik jin lu!" Piere bengong.
Udah belum Bob?" tanya Ipung kesel, kakinya mulai gatel digigitin nyamuk.
"Udah" jawab Bobi tersenyum lega. Satu beban sudah hilang. "Lega
rasanya, thanks Pung, kamu emang benar-benar teman dalam suka maupun duka"
Puji Bobi. Mereka mulai berjalan baru beberapa langkah Bobi dan Ipung mulai
cemas. "Bob, kita lewat sini nggak ya tadi?" Ipung mulai cemas. "Aduh
Ipung, mana sempat gua ngapalin jalan. Gua kan lagi kebelet" kata Bobi
juga ikutan panik. Keduanya mulai ketakutan, apalagi ditambah suara
binatang-binatang malam terdengar menakutkan. Mulai terbayang di benak Bobi,
monster-monster macam Zombi, Frankenstein sampai kuntilanak. Ipung juga
ketakutan, kudunya serasa ada yang niup-niup, soalnya kemaren ada tetangganya
yang meninggal. Nah, tetangganya itu konon kabarnya suka miara kucing. Trus
kenapa? Ya nggak apa-apa, emangnya nggak boleh miara kucing. Ih nggak lucu deh.
Dari kejauhan tiba-tiba ada cahaya merah berjalan. Cahaya itu mati lalu nyala
lagi, begitu seterusnya. Dan cahaya itu mendekati mereka. Bobi dan Ipung makin
gugup, cahaya itu makin mendekat, cahaya itu disertai bayangan besar di
belakangnya, sekilas mirip hantu scarecrow. Makin dekat. Makin dekat dan....
"Hantuuuuuu" teriak Bobi. "Setan pocong, sundel bolong!"
Ipung juga nggak kalah heboh.
'Tenang-tenang, saya bukan hantu, saya bukan hantu" teriak bayangan hitam
itu. Bobi dan Ipung mulai tidak teriak lagi meski nafas mereka masih
ngos-ngosan.
"Bu ... bu ... bu kan hantu? Lalu a.... aa. Pa? Tanya Ipung gagap.
"Saya bukan hantu, tapi saya genderuwo" Kontan anak-anak itu pingsan
dengan sukses.
Bobi terbangun mencium bau balsem. Di pinggirnya, Ipung duduk sambil makan roti
coklat. Demi melihat roti coklat Bobi makin segera sadar dan terduduk.
"Kita dimana Pung? Tanyanya. "Di Sukabumi, mau roti?" Ipung
ngasih segepok roti. Hanya sebentar saja roti itu sudah meluncur ke dalam perut
Bobi yang gendut.
"Eh, udah bangun yang gendut itu?' tanya seseorang , Bobi kaget.
"Lho, mas ini siapa?" tanyanya penuh curiga. "Saya Ery, habisin
tuh rotinya" kata Ery, tapi dia segera bengong melihat rotinya sudah raib.
"Sebentar ya, saya juga bawa teman koq, Indro namanya" Ery keluar
sebentar.
Tak lama kemudian dia masuk bareng Indro. Begitu Indro masuk, kontan Ipung dan
Bobi menjerit pendek dan jatuh pingsan lagi.
"Oh begitu critanya bisa barengan ketemu disini" komentar Hendra.
Akhirnya Ery dan Indro ikut mengantarkan Ipung dan Bobi ke basecamp mereka.
Ternyata Ery dan Indro lagi ngerjain tugas sekolah. Pelajaran biologi, yaitu
membikin gambar-gambar binatang malam. Karena Ery yang jago motret, akhirnya
dia yang diutus oleh sekolah bersama Indro. Semula Indro menyangka mereka bakal
jalan-jalan ke diskotik atau ke mal-mal mencari binatang malam. Lho emangnya
ada binatang malam di diskotik? Ada cuma itu namanya kupu-kupu malam.
Tapi nggak disangka kalo Ery bakalan ketemu anak-anak bengal di sini. Ery dan
Indro juga kaget mendengar perbekalan anak-anak raib ditelan sungai. Ery merasa
terharu dan Iba.
"Jadi kalian belum makan dari kemaren sore?" tanya Ery.
"Beluumm" koor anak-anak.
"Ya, coba sukarelawan tolong masakin mi instan dari base camp kita"
perintah Ery
Hanya sebentar saja mereka sudah balik lagi, masak air dengan kompor Ery, masak
mie sepuluh bungkus. Ery dan Indro hanya geleng-geleng kepala melihat anak-anak
itu demikian giras menggasak mie.
Kamu ketua regunya?" tanya Ery. Piere menganggukkan kepala. Ery dan Piere
duduk di depan api anggun yang dibuat supaya badan hangat. Mereka kebagian
giliran jaga. Sementara anak-anak putri tidur di dalam tenda yang dibawa Ery
dan Indro, anak-anak laki tiduran atau tepatnya bertumpuk di sliping bag gede
punya Indro, sepintas mirip sarden.
"Kenapa kamu bawa anak-anak cewek?" Ery nanya lagi. Piere bengong,
"Maksudnya?" tanyanya heran. "Apa kamu nggak tahu, itukan
bahaya. Lagian nggak boleh kan perempuan jalan-jalan bareng lelaki yang bukan
mahromnya" kata Ery. "Eh, kamu tahu mahram nggak?" tanya Ery
lagi.
"Saya nggak tahu karena saya nggak pernah ngaji" Piere menjawab
pelan. "Papa sama Mama nggak pernah nyuruh saya ngaji".
"Kalo begitu kamu harus ngaji. Kamu udah gede."Sambung Ery. Piere
terdiam Dia jadi malu dan nggak enak hati. "Terus gimana dengan anak-anak
itu sekarang?"sekarang Piere yang nanya. Ery diam sebentar.
"Indro bawa hand phone, kamu pinjem hand ponenya, kasih tahu supaya
anak-anak perempuan itu dijemput sama bokapnya. Gimana?"
"Ok, sekarang bangunin anak-anak sudah shubuh nih" kata Ery sambil
bangun berjalan ke anak-anak cowok.
Agak siangan rombongan Piere mau pulang. Sekarang ada satu mobil tambahan.
Setelah mendengar anaknya nelangsa di tempat perkemahan, kotan papinya Tami
nyuruh kakaknya Tami nyusul, mobil yang tarikannya wus, wus itu sudah nongkrong
di pos penjagaan. Khusus ngangkutin anak-anak perempuan. Mobil TKW, ledek Ery.
"Kalian nggak ikut pulang?" tanya Piere. "Nggak ah, masih betah.
Lagian kalau pulang juga disuruh ngesiin bak. Mendingan di sini santai"
jawab Indro slengean.
"Indro rencananya mau indekost disini, sekalian jadi kuncen" ledek
Ery.
"Kalo gitu kita pulang duluan deh" Ipung nyalamin Ery dan Indro,
anak-anak juga ngantri, mirip acara beres pengajian di mesjid.
"Jangan lupa ngaji ya, Piere" kata Ery. "Insya Allah" Jawab
Piere.
Tak lama kemudian dua mobil itu pun jalan meninggalkan bumi perkemahan. Tinggal
Ery dan Indro yang harus berkemas-kemas.
Ditulis Ery and the gank
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as