Since I Don't Have You
Pagi-pagi Ogi udah dengerin jeritannya Axl Rose yang sendu lewat "Since I
Don't Have You" dalam album Spaghetti Incident-nya Guns 'N Roses. Hari
benar-benar masih pagi. Hal yang tak lazim bagi anak semanis Ogi untuk mendengarkan
'ceramahnya' para pengusung musik heavy metal itu. Lantunan syair yang
dibawakan Axl Roses dan kelompok Bedil Karo Kembang-nya ibarat doa-doa indah
yang manjur dalam telinga Ogi. Tak terasa bibirnya mengikuti bait-bait lagu
itu. "I don't have anything. And I don't have hopes and dreams. I don't
have anything. Since I don't have you..." Enak didengar? Lumayan. Maklum
mantan vokalis grup band. Jadi nyetel aja ngikutin tembang kayak begituan mah.
Namun, omong-omong, kenapa Ogi bisa begitu sentimentil? Jangan-jangan ada udang
di balik bakwan nih. Soal, nggak biasanya begitu sedih. Ogi masih menggenggam
secarik kertas putih yang sudah belepotan dengan tulisan tangan yang rapi.
Surat yang ia dapatkan dari pengurus rohis dua hari yang lalu. Sesekali ia
membaca surat itu. Surat yang ternyata membuat gemuruh di dadanya semakin
kencang dan tak tertahankan. Tersenyum, tapi lantas wajahnya tak bisa
disembunyikan dari rasa kecewa.
"Jadi juga kamu pergi, Leony!" Ogi setengah bergumam. Lalu ia
menyandarkan kepalanya pada lipatan kedua tangannya. Ia berbaring di kasur.
Kupingnya tetap mendengarkan jeritan sindennya kelompok Bedil Karo Kembang, Axl
Rose membawakan Since I Don't have You. Weleh, weleh. Ternyata surat yang ada
dalam genggaman Ogi adalah surat dari Leony. Tapi, kok kenapa bikin Ogi jadi
begitu? Ada yang aneh dalam suratnya Leony?
Ya, Leony ternyata harus kembali mengembara mengikuti tugas bapaknya ke luar
jawa. Maklum, karir bapaknya sedang naik. Itu pun katanya sebagai syarat untuk
promosi jabatannya. Leony terpaksa harus ikut, karena konon bapaknya nggak tega
kalo anak perempuan semata wayangnya harus ditinggalin di Jakarta sendirian.
Tapi apa hubungannya dengan Ogi? Bukankah surat tersebut adalah surat kepada
semua anggota rohis sebagai ucapan perpisahan karena nggak bisa berjuang
bersama dalam waktu dan tempat yang sama? Dan surat itu kan surat biasa,
ungkapan dari seseorang yang tidak hanya menganggap anak-anak rohis sebagai
bilangan, tetapi juga diperhitungkan. Jadi, wajar kan kalo curahan hatinya
dituangkan dalam surat kepada rekan-rekan seperjuangannya. Kedengarannya memang
heroik dan bahkan romantis. Itu lah isi surat Leony kepada rekan-rekannya yang
aktif di rohis.
"Kamu belum tahu apa yang sebenarnya ada di hatiku," Ogi kembali
ngomong sendiri. "Hari-hari yang indah bersamamu, meski tak pernah
mengungkapkan kata cinta, sangat membekas dalam diriku, Leony. Sepertinya
terlalu manis untuk dilupakan. Aku membutuhkanmu, justeru di saat aku
melupakanmu" ucapnya pelan. "Sebenarnya aku mencintaimu. Namun, kamu
belum mendengar kata itu diucapkan dari bibirku," Ogi seolah menyesal. O,
itu toh yang membuat Ogi jadi murung, dan mukanya tampak masam, persis nasi
uduk yang udah nggak dimakan selama empat hari? Masam banget! Ternyata Ogi
diam-diam mencintai Leony.
Hari minggu yang cerah. Matahari sebenarnya sudah mulai beranjak dari kaki
langit. Mulai merayap seiring dengan berubahnya waktu. Sinarnya begitu hangat
untuk mengusir embun yang sejak malam tadi menggelayut di dedaunan. Betul-betul
suasana yang menyenangkan. Namun tidak untuk Ogi. Ogi kemudian menatap VCD yang
ada di hadapannya. Sebuah film romantis, namun tragis, Message in a Bottle yang
diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Nicholas Sparks. Ia tersenyum
sendiri. "Ah, kadang-kadang memang kita harus menjalani hidup seperti
dalam sebuah film. Ternyata cinta tak selamanya harus berakhir bahagia."
Aksi diamnya Ogi itu tak ada yang memprotes, soalnya papa dan mamanya sedang ke
luar kota. Kalo pembantunya, Bi Iyam, nggak bakalan berani mengusik posisinya.
Ogi benar-benar jadi pemuda melankolis pagi ini.
Senin pagi yang cerah. Dan hari pertama Leony resmi meninggalkan anak-anak
rohis SMU Jingga. Kegalauan dalam hati Ogi semakin menjadi-jadi, ketika ia
melewati tempat bersejarah saat ia harus berlama-lama ngerumpi bareng Jamil
soal Leony. Sebuah bangku di sisi taman sebelah utara, yang biasa dipakai Ogi
dan Jamil untuk ngetem sambil ngerumpi.
Ia duduk sendiri. Wajahnya menatap kosong pohon kembang kertas yang mulai
tumbuh subur. Ogi belum bisa menghapus bayangan indah tentang Leony.
"Gi!" suara jelek yang sangat akrab di telinganya membuyarkan lamunan
Ogi. "Mil, bilang salam dulu, kek. Bikin kaget aku aja!" Ogi setengah
protes pada sahabat karibnya. "Sori. Sori. Kalo aku ternyata membuatmu
terkaget-kaget. Tenang sobat!" Jamil menenangkan suasana. "Eh, Gi.
Kayaknya enak juga nih kalo dengerin lagu ini. Cocok buat kamu!" Jamil
menyodorkan walkman nyentriknya pada Ogi."Tumben kamu Mil, pake
membawa-bawa benda keramat ini. Ngomong-ngomong sumbunya udah dipasang belum
nih?" Ogi malah ngeguyonin."Enak aja, emangnya kompor?" Jamil
mendelik. Ogi segera menekan tombol play walkman-nya Jamil. Tapi sebentar
kemudian Ogi melepaskan earphone-nya.
"Wah, kamu ngeledek, ya? Makin membuat aku terlena dong? Kamu tahu aja
suasana hatiku. Pantesnya lagu Tommy Page ini dengernya malam-malam. Supaya
bisa curhat." Ogi mengomentari lagu Shoulder to Cry On-nya Tommy Page di
kaset Jamil. "Tuh, kan. Benar juga tebakanku. Pasti kamu lagi mikirin Leony.
Terang saja selama ini kamu kan sniper ulung, cuma sayang belum teruji, karena
belum pernah melepaskan tembakan jitu ke dalam relung hatinya. Baru sebatas
ngincer doang!" Jamil tetap menggoda sambil tertawa terkekeh.
"Hush, sembarangan! Jangan kenceng-kenceng, Mil!" Ogi mendelik. Lalu
sejenak kemudian, keduanya tertawa lebar sambil tunjuk-tunjuk hidung.
***
Kata orang, cinta itu memang indah. Cinta adalah energi yang mampu memberikan
kekuatan yang dahsyat. Dalam tataran cinta antar lawan jenis, sering kali cinta
membuat pelakunya tertawa sekaligus menangis. Cinta memang unik. Datang tanpa
diundang dan pergi pun tanpa diminta. Tiba-tiba ada dan mengalir dalam jiwa.
Kita pun hanyut dalam menikmatinya. Makanya nggak salah-salah amat kalau
akhirnya Ebiet G. Ade, seniman yang puisinya sering dimusikalisasi ini
bertanya: "Apakah ada bedanya, saat kita bertemu dengan saat kita
berpisah?" Jawabnya, masih dalam lagu yang sama, sama-sama nikmat! Percaya
atu tidak, terserah.
Kalau api cinta sudah membara kadang kala sulit untuk dipadamkan. Sam yang
diperankan Tom Hanks yang begitu kesepian gara-gara ditinggal mati oleh istri
tercintanya, mendadak jatuh hati kepada seorang wanita cantik dan keibuan yang
berhasil diperankan dengan mantap oleh Meg Ryan dalam film Sleepless In
Seattle. Munculnya pun sederhana saja. Anaknya Sam menelepon sebuah stasiun
radio yang sedang menyiarkan acara semacam dari hati ke hati.
Si anak mengungkapkan bahwa ayahnya tak pernah bisa tidur sejak ditinggal mati
ibunya. Tanpa sengaja, seorang wanita yang berhati lembut yang diperankan
dengan cantik oleh Meg Ryan juga sedang mendengarkan siaran radio tersebut di
mobilnya. Ia terenyuh dengan omongan si anak itu. Akhirnya ia mencari. Bertemu
dan happy ending.
Pun cinta kadangkala tumbuh hanya karena merasa iba dengan curahan hati
seseorang. Seperti Robin Wright Penn yang memerankan Theresa Osborne. Ia yang
kesepian akibat perceraian kemudian jatuh cinta gara-gara menemukan sebuah
botol yang terapung-apung di pantai. Setelah diambil, ia membuka botol dan
didapatinya secarik kertas bertuliskan curahan hati seorang pria dengan begitu
romantis--karena ditinggal mati istrinya--di botol itu hanya tertulis inisial
"G". Yang belakangan ketahuan bahwa pria itu adalah Garret Blake yang
diperankan dengan matang oleh Kevin Costner dalam film Message in a Bottle.
Ogi juga sedang dilanda kegalauan hati gara-gara sang dewi pujaan meninggalkan
dirinya dan semua rekan-rekan rohis di sekolahnya, untuk pindah ke luar jawa.
Yang, entah kapan bisa bertemu kembali. Sangat sulit bagi Ogi untuk
membayangkan perpisahan itu. Maklum, ia punya kisah kasih, meski Leony sendiri
mungkin tak pernah merasakannya. Tentu saja karena Ogi belum memberikan harapan
pada Leony tentang keinginannya. Namun Ogi tetap merasa bahwa jiwanya hampa.
Ogi merasa sudah kehilangan harapan dan mimpi sejak Leony pergi. I Don't Have
Anything, since I don't have you, begitu katanya. Duh, betapa sentimentilnya
Ogi. Love is Blind kata Tiffany. Ya, wajar, anak seumuran Ogi masih pantas
untuk menilai cinta dari sudut egonya.
Jamil sang sohib sempat dibikin pusing dengan tingkah Ogi yang nggak biasanya.
Ogi jadi pemurung. Ibarat pemain sepakbola yang tak punya mental juara, baru
kemasukan satu gol saja sudah pasrah. Ogi benar-benar menjadi tak bergairah.
Ibarat tanaman yang kekurangan air. Lemas dan loyo, meski Jamil selalu
memberikan bodoran-bodoran khasnya. "Ah, aku kayaknya badut yang udah
nggak lucu lagi," kata Jamil frustasi karena bodorannya nggak mampu
membuat teman akrabnya ngakak atau sekadar senyum."Mil, ternyata anak
pengajian juga bisa sakit hati, ya?" Ogi setengah nggak
percaya."He..he.. lha iya. Namanya juga manusia. Pasti dong punya
perasaan. Gimana sih kamu ini? Wajar, Gi!" Jamil ngeledekin. "Berarti
wajar juga kan kalo aku begini?" Ogi mengajukan pembelaan.
"Lho, wajar sih wajar, tapi jangan keterusan sentimentil begitu,"
Jamil kali ini rada serius. "Kamu menuduh aku frustasi?" Ogi menuding
Jamil."Kok, kamu jadi perasa banget, Gi?" Jamil heran.
"Memangnya nggak boleh, kalau aku mencintai seseorang?" Ogi malah
ngelantur. "Boleh-boleh saja. Itu hak kamu. Tapi kita juga mesti tahu
diri, bahwa cinta jangan sampai mematikan akal sehat kita," Jamil kembali
nasihatin Ogi. "Tapi, Mil.." Ogi memotong. "Tapi apa? Tapi aku
nggak bisa melupakan begitu saja soal Leony. Itu kan yang akan kamu
katakan?" Jamil menekan. "Mil, kamu kok bukannya memberikan solusi.
Malah memojokkan aku, sih?" Ogi bingung."Justru aku memberikan yang
terbaik buat kamu," Jamil nggak bisa nahan kekesalannya.
Kali ini dua sahabat itu terlihat tegang. "Ah.. bilang saja bahwa kamu
juga mencintai Leony. Iya kan? Dan kamu berusaha memalingkan aku tentang Leony,
supaya kamu bisa mengejar Leony dengan bebas. Begitu kan?" Ogi malah
tambah ngaco. "Gi, kamu sadar nggak sih dengan apa yang kamu
katakan?" Jamil melotot. Ogi tertegun, ia menelan ludah. Matanya
berkaca-kaca. Matanya menatap kosong pohon kembang kertas yang bunganya mulai
berjatuhan ditiup angin. Pikirannya menerawang menembus mega-mega. Menembus
dimensi ruang dan waktu.
"Gi, kamu memang punya hak untuk mencintai siapa saja, termasuk Leony.
Tapi ingat bahwa Leony pun punya hak untuk mencintai siapapun yang dia
inginkan. Lagi pula kamu ini aneh. Belum mengungkapkan kok sudah menganggap
memiliki Leony. Kamu hanya mengejar bayangan, Gi. Bukan diri Leony!" Jamil
kembali nasihatin Ogi."Tapi ini hanya soal waktu, Mil! Its a matter of
time!" Ogi berargumen."Gi, kamu jangan menipu dirimu. Jangan-jangan
kamu hanya bertepuk sebelah tangan. Cinta itu harus diekspresikan. Harus
diwujudkan dalam tingkah laku. Percuma saja kamu menyatakan cinta, namun tak
diwujudkan dalam tindakan nyata. Cinta itu butuh pengorbanan, Gi. Cinta itu
perjuangan!" Jamil panjang lebar.
"Jadi, kamu menganggap bahwa aku belum berjuang?" Ogi menatap lekat
wajah sahabatnya itu. "Belum! Kamu belum bisa dikatakan telah berjuang.
Kalo sudah berjuang pasti akan berani berkorban dan menghadapi kenyataan,"
"Tapi..." Ogi nggak ngelanjutin bicaranya."Tapi aku belum berani
mengatakannya. Itu kan yang akan kamu sampaikan?" Jamil memotong.
"Mil, tolonglah. Jangan kamu menambah beban," Ogi memelas.
"Gi, kamu nggak pantas melakukan ini. Aku tahu betul gimana kamu. Aku
ngerti suasana hati kamu. Aku berusaha empati terhadapmu. Tapi, tolong kamu
jangan bermain dengan perasaan-perasaan yang cengeng dan konyol seperti itu.
Aku berusaha untuk menolongmu. Asalkan kamu juga mau menolong dirimu
sendiri," "Maksudmu?" "Aku tahu, masalah ini hanya aku dan
kamu yang tahu. Aku sahabatmu, Gi. Aku nggak rela bila sohib sejak masa
jahiliyah sampai udah hijrah ini harus menderita dan selalu menguber bayangan
yang tak pasti. Lagi pula perjalanan kita masih panjang. Masih muda usia.
Perjuangan dakwah juga masih memerlukan orang-orang seperti kita. Kita jangan
hanyut dalam perasaan-perasaan yang justeru akan membuat kewajiban kita tak
terlaksana. Anggap ini sebagai ujian dari Allah. Toh kembang tak hanya setaman,
kan? Lagi pula cinta kepada Allah jauh lebih tinggi nilainya," Jamil
panjang lebar meyakinkan Ogi. Ogi kembali tertegun. Ia melihat ke langit. Matanya
asyik menatap sekawanan burung yang terbang gesit. Licah seperti tak memiliki
beban.
"Gi, kamu bisa kirim surat dan mengatakan terus terang kepadanya,"
Jamil menyadarkan lamunan Ogi. "Aku belum berani!" "Ya, sudah
lupakan!" "Tidak bisa, Mil!" Ogi ngotot.
"Jangan egois. Kamu bisa melupakannya ketika ada bunga lain yang mampu
mencairkan dinding es yang kamu bangun. Aku yakin bahwa suatu saat seiring
dengan perubahan waktu, kamu bisa melupakan Leony. Dan yang terpenting, kamu
kan belum tahu tentang Leony. Siapa tahu ia malah memimpikan bersanding dengan
Arya atau Koko atau arjuna lain di rohis ini. Atau malah ia sudah berencana
dengan teman lamanya ketika di Bandung. Kita nggak tahu kan? Karena dalamnya
lautan masih bisa diselami. Tapi dalamnya hati manusia, nggak ada yang tahu
kecuali Allah. Iya nggak?" Jamil nyeramahin Ogi.
"Tapi aku belum menemukan yang lebih dari dia.." "Bohong! Kamu
sendiri pernah mengatakan kepadaku, bahwa Rosa adalah pilihan kedua kamu!"
Jamil kembali memotong. Ogi tertegun. Ia bahkan tersentak. Ogi menatap lekat
wajah Jamil seolah tak ingin melepaskannya. Dan Jamil pun balas menatap tajam
wajah Ogi. "Gi, kamu pernah bicara bahwa kamu mencintai Rosa. Hanya saja
kamu belum berani mengatakannya. Dan keburu datang Leony yang ternyata
bayangannya mampu mengalahkan pikiran-pikiranmu tentang Rosa," Jamil
nyerocos. "Sudah. Sudah Mil, kita pulang saja! Waktu sudah sore. Sekolahan
sudah sepi," Ogi bangkit.
Jamil menjawab dengan mengangkat kedua bahunya. Akhirnya dua makhluk itu
beranjak meninggalkan taman sekolah yang sejak selesai sholat dhuhur mereka
tempati.
"Mil, boleh nggak sih aku mengkhitbah seseorang saat ini?" Ogi ingin
keyakinan. "Eh, nggak boleh!" suara Jamil di ujung telepon.
"Lho, kok nggak boleh?" Ogi heran."Iya, nggak boleh malah haram
kalau yang kamu khitbah adalah aku," Jamil cengengesan. "Dasar!"
Ogi nahan ketawa. "Boleh-boleh aja. Asal kamu serius mau
menikahinya," Jamil meyakinkan. "Ya, aku mau menikahinya. Tapi nanti
setelah kuliah. Kamu mau bantu?" "Huu....masih lama dong!"
"Tapi kan ini proses, Mil!" Ogi beralasan. "Iya. Tapi
kelamaan!""Aku serius, Mil!" Ogi ngotot. "Bene serius,
nih?" Jamil setengah nggak percaya."Mengapa tidak?" Ogi nantang.
"Leony?" Jamil pendek.
"Tidak. Tekadku sudah bulat: Harus melupakan Leony!" Ogi bertekad
sambil menirukan slogan salah satu parpol peserta pemilu."Wah, hebat kamu,
Gi. Aku nggak sedang bermimpi, kan. Dan aku nggak salah dengar, kan?"
Jamil seolah nggak percaya dengan keputusan sohibnya yang tiba-tiba. "Kamu
nggak mimpi, Mil. Bayangan Leony ingin kuhapus agar tak pernah menghantui
kehidupanku. Mil, kadangkala kita harus mengubur segala keinginan. Keinginan
yang tak tertahankan sekalipun. Aku sadar, bahwa tak selamanya hidup ini bisa
memilih, kadangkala harus menerima apa adanya. Meski pedih sekalipun." Ogi
panjang lebar. "Alhamdulillah!" Jamil bersyukur. "Terima kasih,
Mil. Kamu telah mampu membuka pikiranku tentang hidup, semalaman aku nggak bisa
tidur memikirkan dia dan nasihat-nasihat kamu." "Dia, siapa? Jamil
mengejar. "Ya, Rosa dan Leony. Siapa lagi?" Ogi tertawa. "Jadi
kamu memilih Rosa?" Jamil meyakinkan tebakannya."Begitulah!" Ogi
memantapkan."Mil. Halo, halo?" "Ya, aku masih ada di sini,
Gi!" "Kenapa kamu diam? "Nggak, cuma kaget aja," Jamil
beralasan."Ya, udah. Kalau begitu tolong ya, sampaikan sama Rosa!"
"Hah? Aku?" Jamil keselek. "Lho, kenapa tidak? Kamu kan
sohibku." Ogi kaget.
"Iya, iya. Aku siap bantu kamu, Gi!" Jamil sedikit grogi. "Aku
tunggu kabar baiknya ya, Mil. Yuk Assalamu'alaikum!" Ogi nutup pembicaraan
via teleponnya. "Ya, wa'alaikumsalam. Klik!"
***
Ogi deg-degan menunggu kabar itu dari Jamil. Ogi sudah bulat untuk mengkhitbah
Rosa dan berencana menikahinya setelah lulus sekolah nanti, sambil kuliah. Ya,
paling tidak setahun lagi. Ia berpikir mudah-mudahan bisa menjaga hubungannya
sesuai syariat Islam bila sampai jadi dengan Rosa. Ogi menunggu Jamil di taman
sebelah utara yang biasa dipakai mangkal kalau lagi santai.
Lama juga menunggu Jamil. Ogi gelisah. Maklum Jamil akan membawa keputusan
paling bersejarah dalam hidupnya. Matanya menatap kembang-kembang kertas.
Kadang-kadang berkelebat bayangan Leony. Tapi Ogi berusaha keras untuk
menepisnya. "Gi! Melamun aja kamu!" "Eh, kamu Mil. Ngucapin
salam kenapa sih? Bikin kaget orang saja." Ogi setengah kesal.
"Gimana, berhasil?" Ogi nggak sabar. "Sabar kawan!"
"Ayo dong, Mil!" Ogi makin deg-degan. "Gi, kamu benar-benar mau
melupakan Leony?" Jamil pelan. "Kok, kamu bertanya itu lagi
sih?" Ogi heran. "Baca ini!" Jamil menyodorkan surat dari Rosa.
"Maksudmu, apa?" "Sudah, baca saja!" Jamil bikin penasaran
Ogi. Ogi buru-buru membuka lalu membacanya.
"Yang terhormat, Saudaraku, Ogi Assalamu'alaikum wr. Wb. Alhamdulillah
segala puji hanya milik Allah. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada junjungan kita semua, Nabi Muhammad saw. keluarga, sahabat dan umatnya
yang setia meneladani beliau dalam seluruh aspek kehidupannya. Amin.
Langsung saja. Terus terang Aku kaget dengan ungkapan hatimu yang disampaikan
Jamil. Aku sangat berterima kasih atas niat baikmu terhadapku. Aku merasa
mendapat sesuatu yang sulit untuk digambarkan dengan kata-kata. Sulit
diterjemahkan dalam sebuah rangkaian tulisan. Ogi, Aku sangat gembira mendengar
niatanmu. Dan Aku pun sangat ingin untuk bisa memenuhi itu. Namun, Aku harap kamu
juga mau mengerti perasaan wanita. Kaget, ya? Jadi, begini. Sebagai seorang
wanita Aku sendiri sering merasa kesulitan bila harus menyakiti hati orang
lain, apalagi teman sendiri. Kamu kenal Leony kan? Ia telah mengungkapkan isi
hatinya kepadaku, bahwa ia berharap bisa hidup berdampingan denganmu di masa
yang akan datang."
Glek! Ogi kaget setengah hidup. "Kenapa Gi?" Jamil heran. Tapi Ogi
tak menghiraukan pertanyaan Jamil. Ogi kembali melanjutkan dengan hati makin
deg-degan. Kali ini Jamil pun ikutan baca. "Ya, Leony sangat mencintaimu.
Ia hanya berani mengungkapkan kepadaku. Tentu saja, karena perempuan tak
seberani pria dalam mengungkapkan perasaannya. Lagi pula, aneh bila wanita
duluan yang harus mengungkapkan perasaannya pada pria. Jadi, Aku juga tak ingin
membuatnya menderita. Meski Aku sendiri sebenarnya bahagia menerima pinanganmu.
Tapi menurutmu, kalau cinta harus memilih, pilihlah Leony. Ia berhak merasakan
kebahagiaan itu.
Pagi-pagi Ogi udah dengerin jeritannya Axl Rose yang sendu lewat "Since I
Don't Have You" dalam album Spaghetti Incident-nya Guns 'N Roses. Hari
benar-benar masih pagi. Hal yang tak lazim bagi anak semanis Ogi untuk mendengarkan
'ceramahnya' para pengusung musik heavy metal itu. Lantunan syair yang
dibawakan Axl Roses dan kelompok Bedil Karo Kembang-nya ibarat doa-doa indah
yang manjur dalam telinga Ogi. Tak terasa bibirnya mengikuti bait-bait lagu
itu. "I don't have anything. And I don't have hopes and dreams. I don't
have anything. Since I don't have you..." Enak didengar? Lumayan. Maklum
mantan vokalis grup band. Jadi nyetel aja ngikutin tembang kayak begituan mah.
Namun, omong-omong, kenapa Ogi bisa begitu sentimentil? Jangan-jangan ada udang
di balik bakwan nih. Soal, nggak biasanya begitu sedih. Ogi masih menggenggam
secarik kertas putih yang sudah belepotan dengan tulisan tangan yang rapi.
Surat yang ia dapatkan dari pengurus rohis dua hari yang lalu. Sesekali ia
membaca surat itu. Surat yang ternyata membuat gemuruh di dadanya semakin
kencang dan tak tertahankan. Tersenyum, tapi lantas wajahnya tak bisa
disembunyikan dari rasa kecewa.
"Jadi juga kamu pergi, Leony!" Ogi setengah bergumam. Lalu ia
menyandarkan kepalanya pada lipatan kedua tangannya. Ia berbaring di kasur.
Kupingnya tetap mendengarkan jeritan sindennya kelompok Bedil Karo Kembang, Axl
Rose membawakan Since I Don't have You. Weleh, weleh. Ternyata surat yang ada
dalam genggaman Ogi adalah surat dari Leony. Tapi, kok kenapa bikin Ogi jadi
begitu? Ada yang aneh dalam suratnya Leony?
Ya, Leony ternyata harus kembali mengembara mengikuti tugas bapaknya ke luar
jawa. Maklum, karir bapaknya sedang naik. Itu pun katanya sebagai syarat untuk
promosi jabatannya. Leony terpaksa harus ikut, karena konon bapaknya nggak tega
kalo anak perempuan semata wayangnya harus ditinggalin di Jakarta sendirian.
Tapi apa hubungannya dengan Ogi? Bukankah surat tersebut adalah surat kepada
semua anggota rohis sebagai ucapan perpisahan karena nggak bisa berjuang
bersama dalam waktu dan tempat yang sama? Dan surat itu kan surat biasa,
ungkapan dari seseorang yang tidak hanya menganggap anak-anak rohis sebagai
bilangan, tetapi juga diperhitungkan. Jadi, wajar kan kalo curahan hatinya
dituangkan dalam surat kepada rekan-rekan seperjuangannya. Kedengarannya memang
heroik dan bahkan romantis. Itu lah isi surat Leony kepada rekan-rekannya yang
aktif di rohis.
"Kamu belum tahu apa yang sebenarnya ada di hatiku," Ogi kembali
ngomong sendiri. "Hari-hari yang indah bersamamu, meski tak pernah
mengungkapkan kata cinta, sangat membekas dalam diriku, Leony. Sepertinya
terlalu manis untuk dilupakan. Aku membutuhkanmu, justeru di saat aku
melupakanmu" ucapnya pelan. "Sebenarnya aku mencintaimu. Namun, kamu
belum mendengar kata itu diucapkan dari bibirku," Ogi seolah menyesal. O,
itu toh yang membuat Ogi jadi murung, dan mukanya tampak masam, persis nasi
uduk yang udah nggak dimakan selama empat hari? Masam banget! Ternyata Ogi
diam-diam mencintai Leony.
Hari minggu yang cerah. Matahari sebenarnya sudah mulai beranjak dari kaki
langit. Mulai merayap seiring dengan berubahnya waktu. Sinarnya begitu hangat
untuk mengusir embun yang sejak malam tadi menggelayut di dedaunan. Betul-betul
suasana yang menyenangkan. Namun tidak untuk Ogi. Ogi kemudian menatap VCD yang
ada di hadapannya. Sebuah film romantis, namun tragis, Message in a Bottle yang
diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Nicholas Sparks. Ia tersenyum
sendiri. "Ah, kadang-kadang memang kita harus menjalani hidup seperti
dalam sebuah film. Ternyata cinta tak selamanya harus berakhir bahagia."
Aksi diamnya Ogi itu tak ada yang memprotes, soalnya papa dan mamanya sedang ke
luar kota. Kalo pembantunya, Bi Iyam, nggak bakalan berani mengusik posisinya.
Ogi benar-benar jadi pemuda melankolis pagi ini.
Senin pagi yang cerah. Dan hari pertama Leony resmi meninggalkan anak-anak
rohis SMU Jingga. Kegalauan dalam hati Ogi semakin menjadi-jadi, ketika ia
melewati tempat bersejarah saat ia harus berlama-lama ngerumpi bareng Jamil
soal Leony. Sebuah bangku di sisi taman sebelah utara, yang biasa dipakai Ogi
dan Jamil untuk ngetem sambil ngerumpi.
Ia duduk sendiri. Wajahnya menatap kosong pohon kembang kertas yang mulai
tumbuh subur. Ogi belum bisa menghapus bayangan indah tentang Leony.
"Gi!" suara jelek yang sangat akrab di telinganya membuyarkan lamunan
Ogi. "Mil, bilang salam dulu, kek. Bikin kaget aku aja!" Ogi setengah
protes pada sahabat karibnya. "Sori. Sori. Kalo aku ternyata membuatmu
terkaget-kaget. Tenang sobat!" Jamil menenangkan suasana. "Eh, Gi.
Kayaknya enak juga nih kalo dengerin lagu ini. Cocok buat kamu!" Jamil
menyodorkan walkman nyentriknya pada Ogi."Tumben kamu Mil, pake
membawa-bawa benda keramat ini. Ngomong-ngomong sumbunya udah dipasang belum
nih?" Ogi malah ngeguyonin."Enak aja, emangnya kompor?" Jamil
mendelik. Ogi segera menekan tombol play walkman-nya Jamil. Tapi sebentar
kemudian Ogi melepaskan earphone-nya.
"Wah, kamu ngeledek, ya? Makin membuat aku terlena dong? Kamu tahu aja
suasana hatiku. Pantesnya lagu Tommy Page ini dengernya malam-malam. Supaya
bisa curhat." Ogi mengomentari lagu Shoulder to Cry On-nya Tommy Page di
kaset Jamil. "Tuh, kan. Benar juga tebakanku. Pasti kamu lagi mikirin Leony.
Terang saja selama ini kamu kan sniper ulung, cuma sayang belum teruji, karena
belum pernah melepaskan tembakan jitu ke dalam relung hatinya. Baru sebatas
ngincer doang!" Jamil tetap menggoda sambil tertawa terkekeh.
"Hush, sembarangan! Jangan kenceng-kenceng, Mil!" Ogi mendelik. Lalu
sejenak kemudian, keduanya tertawa lebar sambil tunjuk-tunjuk hidung.
***
Kata orang, cinta itu memang indah. Cinta adalah energi yang mampu memberikan
kekuatan yang dahsyat. Dalam tataran cinta antar lawan jenis, sering kali cinta
membuat pelakunya tertawa sekaligus menangis. Cinta memang unik. Datang tanpa
diundang dan pergi pun tanpa diminta. Tiba-tiba ada dan mengalir dalam jiwa.
Kita pun hanyut dalam menikmatinya. Makanya nggak salah-salah amat kalau
akhirnya Ebiet G. Ade, seniman yang puisinya sering dimusikalisasi ini
bertanya: "Apakah ada bedanya, saat kita bertemu dengan saat kita
berpisah?" Jawabnya, masih dalam lagu yang sama, sama-sama nikmat! Percaya
atu tidak, terserah.
Kalau api cinta sudah membara kadang kala sulit untuk dipadamkan. Sam yang
diperankan Tom Hanks yang begitu kesepian gara-gara ditinggal mati oleh istri
tercintanya, mendadak jatuh hati kepada seorang wanita cantik dan keibuan yang
berhasil diperankan dengan mantap oleh Meg Ryan dalam film Sleepless In
Seattle. Munculnya pun sederhana saja. Anaknya Sam menelepon sebuah stasiun
radio yang sedang menyiarkan acara semacam dari hati ke hati.
Si anak mengungkapkan bahwa ayahnya tak pernah bisa tidur sejak ditinggal mati
ibunya. Tanpa sengaja, seorang wanita yang berhati lembut yang diperankan
dengan cantik oleh Meg Ryan juga sedang mendengarkan siaran radio tersebut di
mobilnya. Ia terenyuh dengan omongan si anak itu. Akhirnya ia mencari. Bertemu
dan happy ending.
Pun cinta kadangkala tumbuh hanya karena merasa iba dengan curahan hati
seseorang. Seperti Robin Wright Penn yang memerankan Theresa Osborne. Ia yang
kesepian akibat perceraian kemudian jatuh cinta gara-gara menemukan sebuah
botol yang terapung-apung di pantai. Setelah diambil, ia membuka botol dan
didapatinya secarik kertas bertuliskan curahan hati seorang pria dengan begitu
romantis--karena ditinggal mati istrinya--di botol itu hanya tertulis inisial
"G". Yang belakangan ketahuan bahwa pria itu adalah Garret Blake yang
diperankan dengan matang oleh Kevin Costner dalam film Message in a Bottle.
Ogi juga sedang dilanda kegalauan hati gara-gara sang dewi pujaan meninggalkan
dirinya dan semua rekan-rekan rohis di sekolahnya, untuk pindah ke luar jawa.
Yang, entah kapan bisa bertemu kembali. Sangat sulit bagi Ogi untuk
membayangkan perpisahan itu. Maklum, ia punya kisah kasih, meski Leony sendiri
mungkin tak pernah merasakannya. Tentu saja karena Ogi belum memberikan harapan
pada Leony tentang keinginannya. Namun Ogi tetap merasa bahwa jiwanya hampa.
Ogi merasa sudah kehilangan harapan dan mimpi sejak Leony pergi. I Don't Have
Anything, since I don't have you, begitu katanya. Duh, betapa sentimentilnya
Ogi. Love is Blind kata Tiffany. Ya, wajar, anak seumuran Ogi masih pantas
untuk menilai cinta dari sudut egonya.
Jamil sang sohib sempat dibikin pusing dengan tingkah Ogi yang nggak biasanya.
Ogi jadi pemurung. Ibarat pemain sepakbola yang tak punya mental juara, baru
kemasukan satu gol saja sudah pasrah. Ogi benar-benar menjadi tak bergairah.
Ibarat tanaman yang kekurangan air. Lemas dan loyo, meski Jamil selalu
memberikan bodoran-bodoran khasnya. "Ah, aku kayaknya badut yang udah
nggak lucu lagi," kata Jamil frustasi karena bodorannya nggak mampu
membuat teman akrabnya ngakak atau sekadar senyum."Mil, ternyata anak
pengajian juga bisa sakit hati, ya?" Ogi setengah nggak
percaya."He..he.. lha iya. Namanya juga manusia. Pasti dong punya
perasaan. Gimana sih kamu ini? Wajar, Gi!" Jamil ngeledekin. "Berarti
wajar juga kan kalo aku begini?" Ogi mengajukan pembelaan.
"Lho, wajar sih wajar, tapi jangan keterusan sentimentil begitu,"
Jamil kali ini rada serius. "Kamu menuduh aku frustasi?" Ogi menuding
Jamil."Kok, kamu jadi perasa banget, Gi?" Jamil heran.
"Memangnya nggak boleh, kalau aku mencintai seseorang?" Ogi malah
ngelantur. "Boleh-boleh saja. Itu hak kamu. Tapi kita juga mesti tahu
diri, bahwa cinta jangan sampai mematikan akal sehat kita," Jamil kembali
nasihatin Ogi. "Tapi, Mil.." Ogi memotong. "Tapi apa? Tapi aku
nggak bisa melupakan begitu saja soal Leony. Itu kan yang akan kamu
katakan?" Jamil menekan. "Mil, kamu kok bukannya memberikan solusi.
Malah memojokkan aku, sih?" Ogi bingung."Justru aku memberikan yang
terbaik buat kamu," Jamil nggak bisa nahan kekesalannya.
Kali ini dua sahabat itu terlihat tegang. "Ah.. bilang saja bahwa kamu
juga mencintai Leony. Iya kan? Dan kamu berusaha memalingkan aku tentang Leony,
supaya kamu bisa mengejar Leony dengan bebas. Begitu kan?" Ogi malah
tambah ngaco. "Gi, kamu sadar nggak sih dengan apa yang kamu
katakan?" Jamil melotot. Ogi tertegun, ia menelan ludah. Matanya
berkaca-kaca. Matanya menatap kosong pohon kembang kertas yang bunganya mulai
berjatuhan ditiup angin. Pikirannya menerawang menembus mega-mega. Menembus
dimensi ruang dan waktu.
"Gi, kamu memang punya hak untuk mencintai siapa saja, termasuk Leony.
Tapi ingat bahwa Leony pun punya hak untuk mencintai siapapun yang dia
inginkan. Lagi pula kamu ini aneh. Belum mengungkapkan kok sudah menganggap
memiliki Leony. Kamu hanya mengejar bayangan, Gi. Bukan diri Leony!" Jamil
kembali nasihatin Ogi."Tapi ini hanya soal waktu, Mil! Its a matter of
time!" Ogi berargumen."Gi, kamu jangan menipu dirimu. Jangan-jangan
kamu hanya bertepuk sebelah tangan. Cinta itu harus diekspresikan. Harus
diwujudkan dalam tingkah laku. Percuma saja kamu menyatakan cinta, namun tak
diwujudkan dalam tindakan nyata. Cinta itu butuh pengorbanan, Gi. Cinta itu
perjuangan!" Jamil panjang lebar.
"Jadi, kamu menganggap bahwa aku belum berjuang?" Ogi menatap lekat
wajah sahabatnya itu. "Belum! Kamu belum bisa dikatakan telah berjuang.
Kalo sudah berjuang pasti akan berani berkorban dan menghadapi kenyataan,"
"Tapi..." Ogi nggak ngelanjutin bicaranya."Tapi aku belum berani
mengatakannya. Itu kan yang akan kamu sampaikan?" Jamil memotong.
"Mil, tolonglah. Jangan kamu menambah beban," Ogi memelas.
"Gi, kamu nggak pantas melakukan ini. Aku tahu betul gimana kamu. Aku
ngerti suasana hati kamu. Aku berusaha empati terhadapmu. Tapi, tolong kamu
jangan bermain dengan perasaan-perasaan yang cengeng dan konyol seperti itu.
Aku berusaha untuk menolongmu. Asalkan kamu juga mau menolong dirimu
sendiri," "Maksudmu?" "Aku tahu, masalah ini hanya aku dan
kamu yang tahu. Aku sahabatmu, Gi. Aku nggak rela bila sohib sejak masa
jahiliyah sampai udah hijrah ini harus menderita dan selalu menguber bayangan
yang tak pasti. Lagi pula perjalanan kita masih panjang. Masih muda usia.
Perjuangan dakwah juga masih memerlukan orang-orang seperti kita. Kita jangan
hanyut dalam perasaan-perasaan yang justeru akan membuat kewajiban kita tak
terlaksana. Anggap ini sebagai ujian dari Allah. Toh kembang tak hanya setaman,
kan? Lagi pula cinta kepada Allah jauh lebih tinggi nilainya," Jamil
panjang lebar meyakinkan Ogi. Ogi kembali tertegun. Ia melihat ke langit. Matanya
asyik menatap sekawanan burung yang terbang gesit. Licah seperti tak memiliki
beban.
"Gi, kamu bisa kirim surat dan mengatakan terus terang kepadanya,"
Jamil menyadarkan lamunan Ogi. "Aku belum berani!" "Ya, sudah
lupakan!" "Tidak bisa, Mil!" Ogi ngotot.
"Jangan egois. Kamu bisa melupakannya ketika ada bunga lain yang mampu
mencairkan dinding es yang kamu bangun. Aku yakin bahwa suatu saat seiring
dengan perubahan waktu, kamu bisa melupakan Leony. Dan yang terpenting, kamu
kan belum tahu tentang Leony. Siapa tahu ia malah memimpikan bersanding dengan
Arya atau Koko atau arjuna lain di rohis ini. Atau malah ia sudah berencana
dengan teman lamanya ketika di Bandung. Kita nggak tahu kan? Karena dalamnya
lautan masih bisa diselami. Tapi dalamnya hati manusia, nggak ada yang tahu
kecuali Allah. Iya nggak?" Jamil nyeramahin Ogi.
"Tapi aku belum menemukan yang lebih dari dia.." "Bohong! Kamu
sendiri pernah mengatakan kepadaku, bahwa Rosa adalah pilihan kedua kamu!"
Jamil kembali memotong. Ogi tertegun. Ia bahkan tersentak. Ogi menatap lekat
wajah Jamil seolah tak ingin melepaskannya. Dan Jamil pun balas menatap tajam
wajah Ogi. "Gi, kamu pernah bicara bahwa kamu mencintai Rosa. Hanya saja
kamu belum berani mengatakannya. Dan keburu datang Leony yang ternyata
bayangannya mampu mengalahkan pikiran-pikiranmu tentang Rosa," Jamil
nyerocos. "Sudah. Sudah Mil, kita pulang saja! Waktu sudah sore. Sekolahan
sudah sepi," Ogi bangkit.
Jamil menjawab dengan mengangkat kedua bahunya. Akhirnya dua makhluk itu
beranjak meninggalkan taman sekolah yang sejak selesai sholat dhuhur mereka
tempati.
"Mil, boleh nggak sih aku mengkhitbah seseorang saat ini?" Ogi ingin
keyakinan. "Eh, nggak boleh!" suara Jamil di ujung telepon.
"Lho, kok nggak boleh?" Ogi heran."Iya, nggak boleh malah haram
kalau yang kamu khitbah adalah aku," Jamil cengengesan. "Dasar!"
Ogi nahan ketawa. "Boleh-boleh aja. Asal kamu serius mau
menikahinya," Jamil meyakinkan. "Ya, aku mau menikahinya. Tapi nanti
setelah kuliah. Kamu mau bantu?" "Huu....masih lama dong!"
"Tapi kan ini proses, Mil!" Ogi beralasan. "Iya. Tapi
kelamaan!""Aku serius, Mil!" Ogi ngotot. "Bene serius,
nih?" Jamil setengah nggak percaya."Mengapa tidak?" Ogi nantang.
"Leony?" Jamil pendek.
"Tidak. Tekadku sudah bulat: Harus melupakan Leony!" Ogi bertekad
sambil menirukan slogan salah satu parpol peserta pemilu."Wah, hebat kamu,
Gi. Aku nggak sedang bermimpi, kan. Dan aku nggak salah dengar, kan?"
Jamil seolah nggak percaya dengan keputusan sohibnya yang tiba-tiba. "Kamu
nggak mimpi, Mil. Bayangan Leony ingin kuhapus agar tak pernah menghantui
kehidupanku. Mil, kadangkala kita harus mengubur segala keinginan. Keinginan
yang tak tertahankan sekalipun. Aku sadar, bahwa tak selamanya hidup ini bisa
memilih, kadangkala harus menerima apa adanya. Meski pedih sekalipun." Ogi
panjang lebar. "Alhamdulillah!" Jamil bersyukur. "Terima kasih,
Mil. Kamu telah mampu membuka pikiranku tentang hidup, semalaman aku nggak bisa
tidur memikirkan dia dan nasihat-nasihat kamu." "Dia, siapa? Jamil
mengejar. "Ya, Rosa dan Leony. Siapa lagi?" Ogi tertawa. "Jadi
kamu memilih Rosa?" Jamil meyakinkan tebakannya."Begitulah!" Ogi
memantapkan."Mil. Halo, halo?" "Ya, aku masih ada di sini,
Gi!" "Kenapa kamu diam? "Nggak, cuma kaget aja," Jamil
beralasan."Ya, udah. Kalau begitu tolong ya, sampaikan sama Rosa!"
"Hah? Aku?" Jamil keselek. "Lho, kenapa tidak? Kamu kan
sohibku." Ogi kaget.
"Iya, iya. Aku siap bantu kamu, Gi!" Jamil sedikit grogi. "Aku
tunggu kabar baiknya ya, Mil. Yuk Assalamu'alaikum!" Ogi nutup pembicaraan
via teleponnya. "Ya, wa'alaikumsalam. Klik!"
***
Ogi deg-degan menunggu kabar itu dari Jamil. Ogi sudah bulat untuk mengkhitbah
Rosa dan berencana menikahinya setelah lulus sekolah nanti, sambil kuliah. Ya,
paling tidak setahun lagi. Ia berpikir mudah-mudahan bisa menjaga hubungannya
sesuai syariat Islam bila sampai jadi dengan Rosa. Ogi menunggu Jamil di taman
sebelah utara yang biasa dipakai mangkal kalau lagi santai.
Lama juga menunggu Jamil. Ogi gelisah. Maklum Jamil akan membawa keputusan
paling bersejarah dalam hidupnya. Matanya menatap kembang-kembang kertas.
Kadang-kadang berkelebat bayangan Leony. Tapi Ogi berusaha keras untuk
menepisnya. "Gi! Melamun aja kamu!" "Eh, kamu Mil. Ngucapin
salam kenapa sih? Bikin kaget orang saja." Ogi setengah kesal.
"Gimana, berhasil?" Ogi nggak sabar. "Sabar kawan!"
"Ayo dong, Mil!" Ogi makin deg-degan. "Gi, kamu benar-benar mau
melupakan Leony?" Jamil pelan. "Kok, kamu bertanya itu lagi
sih?" Ogi heran. "Baca ini!" Jamil menyodorkan surat dari Rosa.
"Maksudmu, apa?" "Sudah, baca saja!" Jamil bikin penasaran
Ogi. Ogi buru-buru membuka lalu membacanya.
"Yang terhormat, Saudaraku, Ogi Assalamu'alaikum wr. Wb. Alhamdulillah
segala puji hanya milik Allah. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada junjungan kita semua, Nabi Muhammad saw. keluarga, sahabat dan umatnya
yang setia meneladani beliau dalam seluruh aspek kehidupannya. Amin.
Langsung saja. Terus terang Aku kaget dengan ungkapan hatimu yang disampaikan
Jamil. Aku sangat berterima kasih atas niat baikmu terhadapku. Aku merasa
mendapat sesuatu yang sulit untuk digambarkan dengan kata-kata. Sulit
diterjemahkan dalam sebuah rangkaian tulisan. Ogi, Aku sangat gembira mendengar
niatanmu. Dan Aku pun sangat ingin untuk bisa memenuhi itu. Namun, Aku harap kamu
juga mau mengerti perasaan wanita. Kaget, ya? Jadi, begini. Sebagai seorang
wanita Aku sendiri sering merasa kesulitan bila harus menyakiti hati orang
lain, apalagi teman sendiri. Kamu kenal Leony kan? Ia telah mengungkapkan isi
hatinya kepadaku, bahwa ia berharap bisa hidup berdampingan denganmu di masa
yang akan datang."
Glek! Ogi kaget setengah hidup. "Kenapa Gi?" Jamil heran. Tapi Ogi
tak menghiraukan pertanyaan Jamil. Ogi kembali melanjutkan dengan hati makin
deg-degan. Kali ini Jamil pun ikutan baca. "Ya, Leony sangat mencintaimu.
Ia hanya berani mengungkapkan kepadaku. Tentu saja, karena perempuan tak
seberani pria dalam mengungkapkan perasaannya. Lagi pula, aneh bila wanita
duluan yang harus mengungkapkan perasaannya pada pria. Jadi, Aku juga tak ingin
membuatnya menderita. Meski Aku sendiri sebenarnya bahagia menerima pinanganmu.
Tapi menurutmu, kalau cinta harus memilih, pilihlah Leony. Ia berhak merasakan
kebahagiaan itu.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as