Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    menjelajahi keluasan semesta

    ratri
    ratri
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 281
    Join date : 01.04.10
    Age : 36
    Lokasi : di hati si admin

    menjelajahi keluasan semesta Empty menjelajahi keluasan semesta

    Post by ratri Wed May 26, 2010 6:48 pm

    MENJELAJAH KELUASAN
    LANGIT
    MENEMBUS KEDALAMAN AL-QUR'AN



    menjelajahi keluasan semesta Clip_image001





    Memikirkan
    perihal pembentukan, susunan, dan evolusi alam semesta merupakan cara mengenal
    kekuasaan Allah yang pada gilirannya akan memperkuat aqidah. Di dalam surat Ali
    Imran 190-191 Allah menunjukkan setidaknya empat ciri yang harus dipunyai
    seorang Muslim untuk mencapai tingkat ulil albab:



    Sesungguhnya dalam
    penciptaan langit dan bumi (segala fenomena di alam), dan pergantian malam dan
    siang (segala prosesnya), terdapat tanda-tanda bagi para cendekia ('ulil
    albab'); (yaitu:)



    1.
    Mereka yang senantiasa mengingat Allah sambil berdiri,
    duduk, maupun berbaring (dalam segala aktivitasnya);



    2.
    Dan selalu memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
    (tak henti menelaah fenomena alam);



    3.
    (bila dijumpainya suatu kekaguman mereka berkata) "Tuhan
    kami, tiadalah Engkau ciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau."



    4.
    (dan dengan kesadaran bahwapengembaraan intelektualnya
    mungkin sesat, mereka senantiasa memohon kepada Allah) "Dan jauhkanlah
    kami dari siksa neraka"
    .



    Dengan
    mengacu ayat-ayat tersebut saya mencoba mengajak menjelajah sekilas lintas
    keluasan langit sambil menembus kedalaman Al-Qur'an. Namun hal penting yang
    tersirat dari ayat tersebut mengingatkan kita bahwa kemungkinan salah dan sesat
    dalam pengembaraan ilmiah bisa saja terjadi. Ini juga mengingatkan bahwa
    kebenaran ilmu relatif. Hingga dalam memahami kebenaran mutlak dalam Al-Qur'an
    dengan perangkat sains harus kita sadari pula relativitas penafsiran kita.
    Apalagi dengan mengingat bahwa laju kedaluwarsaan sains saat ini semakin cepat.



    Saya
    mulai dengan mengenali bahasa universal dan menggali hakikat langit. Kemudian
    menerawang penciptaan alam semesta dan model teoritiknya. Posisi kita di alam
    raya dan kemungkinan ada tidaknya kehidupan di luar bumi juga akan kita
    telusuri. Akhirnya tinjauan tentang hari kehancuran semesta.






    Hakikat Cahaya




    Cahaya
    adalah satu bagian dari gelombang elektromagnetik (EM). Dalam mekanika quantum
    modern, cahaya dan semua spektrum dalam radiasi gelombang elektromagnetik
    lainnya (radio, infra merah, ultra violet, sinar-X, dan sinar gamma), dapat
    bersifat sebagai partikel dan dalam hal lain bersifat sebagai gelombang. Sifat
    dualisme ini sebelumnya di luar anggapan umum. Namun itulah yang teramati dalam
    eksperimen-eksperimen yang dilakukan. Ini adalah hakikat fisik cahaya.
    Pengetahuan tentang hakikatnya tersebut digunakan untuk mendeteksi, merekam dan
    menafsirkan pesan-pesan yang dibawanya, terutama pesan-pesan dari benda-benda
    langit yang jauh di sana. Hakikat fisik cahaya hanya melihat proses fisika
    sebagai sebab timbulnya atau terpancarkannya cahaya itu. Namun ada hakikat
    lainnya yang kadang-kadang terlupakan, bahwa cahaya adalah pemberian Allah.
    Proses fisika hanyalah caranya.



    Para
    fisikawan pra-Newton menelaah bagaimana kita bisa melihat sesuatu benda. Tetapi
    kini telah difahami bahwa karena adanya cahaya terpancarlah kita bisa melihat
    sesuatu. Dari mana cahaya itu? Dalam Al-Qur'an surat An-Nur : 35 Allah
    menjelaskan bahwa Allah pemberi cahaya bagi langit dan bumi. Cahaya-Nya berlapis-lapis,
    cahaya di atas cahaya. Kemudian ketika Allah memberikan perumpamaan tentang
    kegelapan yang amat sangat hingga tak ada cahaya sedikit pun dinyatakan-Nya,



    "...Bila
    dijulurkannya tangannya ke luar tak akan terlihatlah ia...."



    Lanjutan ayat tersebut
    menegaskan,



    "Siapa
    yang tak diberi cahaya oleh Allah tak akan bercahayalah ia."
    (Q.S. An-Nur:40).


    "Cahaya" dalam ayat ini sering
    ditafsirkan sebagai "cahaya agama" atau hidayah. Namun ini bisa
    difahami dari segi harfiahnya secara umum bahwa Allah pemberi cahaya bagi
    langit dan bumi (Q.S. An-Nur 35) yang bisa berarti cahaya fisik bagi alam
    semesta dan "cahaya agama" atau hidayah bagi manusia. Kalau ini kita
    fahami, ini mengandung makna ketauhidan dalam memahami hakikat cahaya. Secara
    umum, itu menyatakan bahwa Allah yang memberikan cahaya kepada alam semesta
    hingga ia terlihat oleh mata kita atau oleh detektor yang kita buat. Bukan
    sekedar proses fisika yang berlaku.


    Bahasa Universal




    Sebenarnya
    cahaya dan gelombang EM lainnya merupakan bahasa universal yang kita gunakan
    berkomunikasi dengan makhluk yang jauh di alam semesta. Walaupun baru sebatas
    komunikasi satu arah. 'Kisah' tentang keadaan fisik objek langit itu
    (strukturnya, komposisi kimia, temperatur, dsb.) serta proses fisik yang
    terjadi (reaksi fusi nuklir, aliran materi, dsb.) diterima oleh para
    astrofisikawan dalam 'bahasa' gelombang EM tersebut. Tentu saja untuk memahami
    'kisah' dalam 'bahasa' gelombang EM itu para astrofisikawan masih memerlukan
    'juru bahasa' berupa ilmu fisika, kimia, dan matematika.



    Tafakkur
    tentang alam semesta sungguh mengasikkan bila kita menguasai fisika, kimia dan
    matematika sebagai 'juru bahasa' dalam memahami cerita makhluk Allah yang amat
    jauh berupa bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya. Banyak kisah yang
    bisa kita dengar dari benda-benda langit itu. Siapa bilang bintang-bintang itu
    bisu. Mereka bercerita dengan bahasa universal, dengan gelombang EM.
    Embrio-embrio bintang yang masih sangat dingin bercerita dengan gelombang
    radio. Benda-benda yang sangat panas berkisah dengan sinar-X. Galaksi-galaksi
    yang berlari menjauh memberi tahu kita dengan pergeseran spektrumnya ke arah
    merah. Dan banyak kisah lagi bisa kita dengar. Rabbanaa maa kholaqta haadza
    baathila subhanak --Tuhan kami, tidak Engkau ciptakan semua ini sia-sia, Maha
    Suci Engkau dari segala cela.



    Sayangnya,
    sebagian besar (mungkin 90% atau lebih) materi di alam semesta tak memancarkan
    gelombang EM tersebut. Itulah yang dinamakan "dark matter" (materi
    gelap). Allah tak memberikan cahaya kepada mereka. 'Materi gelap' itu mencakup
    objek raksasa yang runtuh ke dalam intinya (misalnya Black Hole atau Lubang
    Hitam yang menyerap semua cahaya), objek seperti bintang namun bermassa kecil
    hingga tak mampu memantik reaksi nuklir di dalamnya (yaitu objek katai coklat),
    atau partikel-partikel subelementer.



    'Materi
    gelap' ini ibarat orang bisu. Kita tak dapat mendengar kisah mereka tetapi kita
    yakin mereka ada dihadapan kita. Kita hanya bisa menangkap isyarat-isyarat yang
    diberikannya. Isyarat-isyarat tak langsung itulah yang ditangkap oleh para
    astrofisikawan untuk mendengar kisah "meteri gelap". Isyarat-isyarat
    itu bisa berupa pancaran sinar-X dari bintang yang berpasangan dengan Black
    Hole atau dari efek gravitasi pada objek di dekatnya.



    Sekedar
    contoh, inilah cara Black Hole bercerita bahwa dirinya ada. Pancaran sinar-X
    yang kuat bisa bercerita bahwa di sana ada obyek yang sangat panas. Dengan
    telaah fisika kemudian diketahui bahwa panas itu terjadi karena ada materi dari
    suatu bintang yang sedang disedot oleh benda yang kecil bermassa sangat besar
    yang menjadi pasangannya. Materi yang jatuh pada bidang yang sempit di sekitar
    benda penyedot itulah menimbulkan panas yang sangat tinggi yang akhirnya
    memancarkan sinar-X. Dari isyarat-isyarat lainnya disimpulkan bahwa penyebab
    perpindahan materi itu adalah sebuah Black Hole yang sedang menyedot materi
    dari bintang pasangannya, seperti teramati pada objek Cygnus X-1.






    Hakikat Langit




    Di
    dalam Al-Qur'an dan hadits sering kita jumpai tentang ungkapan langit,
    khususnya dalam ungkapan 'tujuh langit'. Apakah hakikat langit? Apakah langit
    biru di atas sana?



    Pengetahuan
    saat ini menunjukkan bahwa langit biru hanyalah disebabkan oleh hamburan cahaya
    matahari oleh partikel-partikel atmosfer. Di luar atmosfer bumi warna biru tak
    ada lagi, yang ada hanya titik-titik cahaya bintang, galaksi, dan benda-benda
    langit lainnya. Jadi, langit bukan hanya kubah biru yang di atas sana.



    Di dalam Q.S.
    Al-Baqarah:29 Allah berfirman:



    "...Kemudian
    Dia menuju langit, maka disempurnakannya tujuh langit...."



    Ada dua hal yang
    menarik dalam ayat ini;



    (1) 'maka
    disempurnakannya' (fasawaahunna)



    (2) 'tujuh langit'
    (sab'a samawaati).



    Pertama
    akan dibahas masalah 'tujuh langit'. Pemahaman bilangan 'tujuh' dalam beberapa
    hal di dalam Al-Qur'an tidak selalu menyatakan hitungan eksak dalam sistem
    desimal. Hingga ungkapan 'tujuh langit' yang sering digambarkan sebagai 'tujuh
    lapis langit' oleh para mufassirin lama (apalagi dalam kisah Isra' Mi'raj)
    mesti dikaji ulang. Konsep 'tujuh lapis langit' sering mengacu pada konsep
    geosentrik yang menganggap bumi sebagai pusat alam semesta yang dilingkupi oleh
    lapisan-lapisan langit. Misalnya dalam salah satu tafsir disebutkan bahwa bulan
    berada di langit pertama dan matahari berada di langit ke empat.Di dalam
    Al-Qur'an ungkapan 'tujuh' atau 'tujuh puluh' sering mengacu pada jumlah yang
    tak terhitung. Misalnya, di dalam Q.S. Al-Baqarah:261 Allah menjanjikan:



    "Siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
    ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan tujuh tangkai yang masing-masingnya
    berbuah seratus butir. Allah melipatgandakan pahala orang-orang yang
    dikehendakinya...."



    Juga di dalam Q.S.
    Luqman:27:



    "Jika
    seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi
    tintanya dan ditambahkan tujuh lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat
    Allah...."



    Jadi
    'tujuh langit' lebih mengena bila difahamkan sebagai tatanan benda-benda langit
    yang tak terhitung banyaknya. Langit itu sendiri bermakna sesuatu yang di atas
    kita, hingga semua benda di luar bumi, yang kita pandang berada di atas kita,
    merupakan bagian dari langit.



    Kemudian
    'penyempurnaan langit', mengandung kesan bahwa langit memang 'belum sempurna',
    dalam arti proses pembentukkannya belum berakhir. Saya sengaja memilih kata
    'menyempurnakan' untuk 'fasawaahunna' yang sering diartikan 'menjadikan' yang
    berkesan langsung jadi. Ini mudah difahami bila kita membandingkan Q.S.79:27-30 ("...dan bumi itu --
    sesudah penciptaan langit -- dihamparkan-Nya") dan Q.S.41:9-11
    ("...kemudian menuju penciptaan langit dan langit itu masih berupa
    kabut....").
    Ayat yang pertama mengandung kesan bumi diciptakan
    sesudah langit. Sedangkan pada yang kedua diungkapkan bahwa langit diciptakan
    sesudah bumi. Keduanya tidaklah bertentangan kalau difahami bahwa penciptaan
    langit merupakan proses yang berlanjut. Langit (galaksi-galaksi beserta
    bintang-bintangnya dan segala komponennya) memang lahir lebih dahulu dari pada
    bumi. Tetapi sesudahnya, 'penyempurnaannya' terus berlangsung dengan kelahiran
    bintang-bintang baru. Pengamatan astronomi memang mengungkapkan bahwa kelahiran
    dan kematian bintang-bintang terus terjadi.



    Pengamatan
    dan telaah teoritik mengukuhkan bahwa bintang-bintang lahir di dalam awan
    molekul raksasa, yang dalam Q.S.41:11 disebut 'dukhan' (kabut). Ukuran awan
    antar bintang tersebut sekitar 100 tahun cahaya (1 tahun cahaya adalah jarak
    tempuh cahaya dalam waktu satu tahun = 9,46 trilyun kilometer; bandingkan
    dengan jarak bumi-matahari yang hanya sekitar 8 menit cahaya) dengan massa
    totalnya sekitar sejuta kali massa matahari (massa matahari sendiri sekitar
    300.000 kali massa bumi).



    Dengan
    penjelasan di atas, kita fahami bahwa 'tujuh langit' yang berulang kali
    diungkapkan di dalam Al-Qur'an mengacu pada tatanan benda-benda langit
    (galaksi, bintang, planet, komet, batuan dan gas) yang tak terhitung banyaknya
    yang terus berevolusi: lahir, menjadi tua dan akhirnya mati.






    Evolusi Bintang




    Menarik
    bila kita mengkaji sekilas lintas tentang evolusi atau "kehidupan"
    bintang, sejak lahirnya sampai matinya.



    Di dalam Al-Qur'an
    Allah telah mengisyaratkan bahwa langit tercipta dari dukhan (kabut).



    "....Kemudian menuju
    penciptaan langit dan langit itu masih berupa kabut. Lalu Dia berfirman
    kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
    sukarela atau terpaksa.' Keduanya menjawab:'kami datang dengan suka
    rela.'" (Q.S.41:11).



    Kini
    sudah diyakini kebenaran ayat itu berdasarkan banyak pengamatan secara visual,
    infra merah, maupun radio. Bintang-bintang lahir dari awan molekul. Teori saat
    ini menyatakan kelahiran bintang dimulai dari penggumpalan awan molekul yang.
    Partikel-partikel oleh gaya gravitasi runtuh ke intinya membentuk inti yang
    akan menjadi bintang. Akibat rotasi gumpalan awan molekul itu sebagian materi
    tidak jatuh ke intinya, tetapi ke sekitar inti membentuk piringan. Inti bintang
    itu mulai memanas tetapi masih diselimuti debu dan gas yang tebal dan amat
    dingin, di bawah minus 200 derajat C. Ibarat kepompong, inti bintang itu tak
    terlihat dari luar. Yang teramati hanya selimut debunya. Itu pun hanya pancaran
    infra merah dan radio yang bisa terdeteksi.



    Embusan
    angin bintang lambat laun akan menyingkirkan selimut debu dan gas di sekitar
    bintang itu. Mulanya semburan dari arah kedua kutub bintang itu lalu pancaran
    angin bintang lambat laun akan menyingkirkan debu dan gas yang menyelimutinya.
    Yang tersisa adalah piringan debu dan gas di sekitar ekuatornya. Piringan debu
    dan gas di sekitar bintang itu diyakini sebagai cikal bakal planet.Dengan
    tersibaknya selimut debu inti bintang mulai tampak secara visual, walau masih amat
    redup dan hanya bisa teramati dengan teleskop besar. Kini diketahui banyak
    bintang yang masih mempunyai piringan debu dan gas yang umurnya masih beberapa
    juta tahun. Matahari kita tergolong bintang "remaja" yang baru
    berumur 4,5 milyar tahun.



    Inti
    yang makin panas itu akhirnya akan memantik reaksi fusi nuklir. Reaksi fusi
    nuklir inilah yang menjadi sumber energi bintang --termasuk matahari-- hingga
    bersinar. Angin bintang dan tekanan radiasi akhirnya juga akan menyingkirkan
    debu-debu di piringan. Kalau di piringan itu terbentuk planet-planet, yang
    tersisa adalah planet-planet dan sedikit materi debu-debu antar planet.



    Hasil
    reaksi fusi nuklir di inti bintang adalah unsur-unsur yang lebih berat.
    Akhirnya bintang pun akan mati. Akhir kehidupannya tergantung massa dan keadaan
    fisik bintang. Ada bintang yang mengembang lalu akhirnya melepaskan
    materi-materinnya ke angkasa. Ada pula yang meledak yang disebut supernova.
    Nah, materi-materi yang terlepas ke angkasa itu nantinya akan menjadi bahan
    dasar pembentukan bintang baru. Begitulah Allah mendaur-ulangkan materi di alam
    ini.






    Penciptaan Alam Semesta




    Di
    bagian 2 telah dibahas masalah penciptaan bintang-bintang dari awan antar
    bintang. Kini akan dibahas tentang penciptaan seluruh alam dengan membandingkan
    tinjauan astronomi dan Al-Qur'an.



    Teori
    yang kini banyak pendukungnya menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari
    ledakan besar (Big Bang) sekitar 10-20 milyar tahun yang lalu. Semua materi dan
    energi yang kini ada di alam terkumpul dalam satu titik tak berdimensi yang
    berkerapatan tak berhingga. Tetapi ini jangan dibayangkan seolah-olah titik itu
    berada di suatu tempat di alam yang kita kenal sekarang ini. Yang benar,
    materi,energi, dan ruang yang ditempatinya seluruhnya bervolume amat kecil,
    hanya satu titik tak berdimensi.



    Tidak
    ada suatu titik pun di alam semesta yang dapat dianggap sebagai pusat ledakan.
    Dengan kata lain ledakan besar alam semesta tidak seperti ledakan bom yang
    meledak dari satu titik ke segenap penjuru. Hal ini karena pada hakekatnya seluruh
    alam turut serta dalam ledakan itu. Lebih tepatnya, seluruh alam semesta
    mengembang tiba-tiba secara serentak. Ketika itulah mulainya terbentuk ruang
    dan waktu.



    Radiasi
    yang terpancar pada saat awal pembentukan itu masih berupa cahaya. Namun karena
    alam semesta terus mengembang, panjang gelombang radiasi itu pun makin panjang,
    sesuai dengan efek Doppler, menjadi gelombang radio. Kini radiasi awal itu yang
    dikenal sebagai radiasi latar belakang kosmik (cosmic background radiation)
    dapat dideteksi dengan dengan teleskop radio.



    Peristiwa
    serupa diisyaratkan juga di dalam Al-Qur'an bahwa seluruh materi dan energi di
    langit dan bumi berasal dari satu kesatuan pada awal penciptaannya.



    "Tidakkah
    tahu orang-orang kafir itu bahwa sesungguhnya langit dan bumi berasal dari satu
    kesatuan kemudian Kami pisahkan." (Q.S.21:20)



    Seperti
    telah di bahas terdahulu, langit yang dimaksud di sini adalah seluruh
    benda-benda luar angkasa. Semuanya berasal dari satu materi dasar yang berupa
    hidrogen. Dari reaksi nuklir (fusi) di dalam bintang terbentuklah unsur-unsur
    berat seperti karbon, sampai besi. Kandungan unsur- unsur berat dalam komposisi
    materi bintang merupakan salah satu "akte" lahir bintang.
    Bintang-bintang yang mengandung banyak unsur berat berarti bintang itu
    "generasi muda" yang memanfaatkan materi-materi sisa ledakan
    bintang-bintang tua. Materi pembentuk bumi pun diyakini berasal dari debu dan
    gas antar bintang yang berasal dari ledakan bintang di masa lalu.



    Jadi, seisi alam ini
    memang berasal dari satu kesatuan.






    Pengembangan Alam
    Semesta





    Allah
    menjelaskan bahwa benda-benda langit tidaklah statis, tetapi terus mengembang
    sejak pembentukannya.



    "Dan
    langit Kami bangun dengan kekuasaan Kami. Sungguh Kami kuasa
    meluaskannya." (Q.S. 51:47)



    Memang
    demikianlah yang kini teramati. Spektrum galaksi-galaksi yang jauh sebagian
    besar menunjukkan bergeser ke arah merah yang dikenal sebagai red shift
    (panjang gelombangnya bertambah sesuai dengan efek Doppler). Ini merupakan
    petunjuk bahwa galaksi-galaksi itu saling menjauh. Dengan kata lain, alam
    semesta ini sedang mengembang.



    Sebenarnya
    yang terjadi adalah pengembangan ruang. Galaksi-galaksi itu (dalam ukuran alam
    semesta hanya dianggap seperti partikel-partikel) dapat dikatakan menempati
    kedudukan yang tetap dalam ruang, dan ruang itu sendiri yang sedang
    berekspansi. Kita tidak mengenal adanya ruang di luar alam ini. Oleh karenanya
    kita tidak bisa menanyakan ada apa di luar semesta ini.



    Secara
    sederhana, keadaan awal alam semesta dan pengembangannya itu dapat
    diilustrasikan dengan pembuatan roti. Materi pembentuk roti itu semula
    terkumpul dalam gumpalan kecil. Kemudian mulai mengembang. Dengan kata lain
    ruang roti sedang mengembang. Butir-butir partikel di dalam roti itu (analog
    dengan galaksi di alam semesta) saling menjauh sejalan dengan pengembangan roti
    itu (analog dengan alam).



    Dalam
    ilustrasi tersebut, kita berada di salah satu partikel di dalam roti itu. Di
    luar roti, kita tidak mengenal adanya ruang lain, karena pengetahuan kita, yang
    berada di dalam roti itu, terbatas hanya pada ruang roti itu sendiri. Demikian
    pulalah, kita tidak mengenal alam fisik lain di luar dimensi
    "ruang-waktu" yang kita kenal. Sedangkan informasi alam ghaib sangat
    terbatas.






    Alam Tidak Berawal?




    Walaupun
    tidak terlalu banyak pendukungnya, beberapa pakar kosmologi dan fisikawan
    teoritis "menggugat" bahwa alam ada awalnya. Beberapa teori lain
    menyatakan bahwa tidak ada batas dalam waktu, tidak ada singularitas Big Bang.
    Ini misalnya dikemukakan oleh Maddox (1989) dan Levy-Leblond(1989) serta dalam
    buku populer Hawking (1989). Mereka berpendapat bahwa tidak ada batas waktu
    yang dapat disebut sebagai awal penciptaan alam semesta. Hawking dalam buku
    "A Brief History of Time" menyebutnya "No-boundary
    conditions". Model matematis itu menyatakan bahwa alam semesta berhingga
    ukurannya tetapi tanpa batas dalam ruang dan waktu.



    Dengan
    menggunakan keadaan tak berbatas (no-boundary conditions) ini, Hawking
    menyatakan bahwa alam semesta mulai hanya dengan keacakan minimum yang memenuhi
    Prinsip Ketidakpastian. Kemudian alam semesta mulai mengembang dengan pesat.
    Dengan Prinsip Ketidakpastian ini, dinyatakan bahwa alam semesta tak mungkin
    sepenuhnya seragam, karena di sana sini pasti didapati ketidakpastian posisi
    dan kecepatan partikel-partikel. Dalam alam semesta yang sedang mengembang ini
    kerapatan (density) suatu tempat akan berbeda dengan tempat lainnya. Gravitasi
    menyebabkan daerah yang berkerapatan tinggi makin lambat mengembang dan mulai
    memampat (berkontraksi). Pemampatan inilah yang akhirnya membentuk galaksi-galaksi,
    bintang-bintang, dan semua benda-benda langit.



    Berdasarkan
    model tersebut Hawking menyatakan, "Sejauh anggapan bahwa alam semesta
    bermula, kita mengganggap ada Sang Pencipta. Tetapi jika alam semesta
    sesungguhnya ada dengan sendirinya, tak berbatas tak bertepi, tanpa awal dan
    akhir, lalu di manakah peran Sang Pencipta."



    Tentunya
    bagi ilmuwan Muslim yang penalarannya berdasarkan iman tak mungkin
    mempertanyakan peran Allah Rabbul'alamin. Kita meyakini bahwa Dia adalah
    Pencipta semesta ini. Tetapi cara Allah menciptakan alam semesta ini tak
    mungkin sama dengan apa yang manusia gambarkan sebagai pencipta.



    "Tak
    ada suatu pun yang menyamai-Nya."(Q.S.Al-Ikhlas:4)



    Kalau
    kita cermati penalaran Hawking, dikatakannya bahwa alam mulai hanya dengan
    "keacakan minimum". Sebenarnya adanya syarat 'keacakan' itu dan
    berbagai hukum dalam sains (termasuk "Prinsip Ketidakpastian" yang
    menjadi asal 'keacakan') cukup menjadi bukti bahwa semua itu ada penciptanya,
    Allah Rabbul'alamin. Allah "bekerja" dengan caranya, yang mungkin tak
    bisa ditelusur dengan sains.






    Model Alam Semesta




    Dengan
    hanya mengandalkan pengamatan, kita tidak mungkin menggambarkan bagaimana ujud
    alam semesta ini. Maka diperlukanlah suatu model matematis yang dapat
    menjelaskan "bentuk" alam semesta ini termasuk evolusinya. Di bagian
    terdahulu telah dibahas sekilas tentang model alam semesta, khususnya tentang
    penciptaanya dan pengembangannya. Kini akan dibahas tentang
    "geometri" alam semesta.



    Dengan
    menggunakan solusi kosmologis persamaan Einstein dan Prinsip Kosmologis yang
    menganggap bahwa alam semesta homogen di mana pun dan isotropik di setiap titik
    di alam, didapatkan dua model alam semesta:



    1.
    "terbuka"
    atau tak berhingga;



    2.
    "tertutup"
    atau berhingga tak berbatas.



    Prinsip Kosmologis
    tersebut didasarkan hasil pengamatan bahwa alam semesta nampaknya homogen dan
    isotropik (galaksi-galaksi nampak tersebar seragam ke segala arah).



    Untuk
    menentukan model mana yang benar diperlukan informasi tentang massa total alam
    semesta ini. Seandainya seluruh materi di alam ini tidak cukup banyak untuk
    mengerem pengembangan maka alam semesta akan terus mengembang dan berarti alam
    semesta ini "terbuka" atau tak berhingga. Tetapi jika massanya cukup
    besar, maka pengembangan alam semesta akan direm, akhirnya berhenti dan mulai
    mengerut lagi. Kalau ini yang terbukti berarti alam semesta
    "tertutup" atau bersifat "berhingga tak berbatas".



    Sifat
    alam semesta "berhingga tak berbatas" itu dapat diilustrasikan dalam
    dua dimensi pada bola bumi (sesungguhnya alam berdimensi empat, tiga dimensi
    ruang dan satu dimensi waktu). Bola itu berhingga ukurannya namun tak berbatas,
    tak bertepi. Garis-garis lintang analog dengan "ruang" alam semesta
    ini dan garis-garis bujur analog dengan "waktu". Perjalanan
    "ruang-waktu" alam ini bermula dari kutub utara menuju kutub selatan.
    Kita menelusuri garis bujur. Dengan bertambah jauh kita menelusurinya (atau
    bertambah "waktu"-nya) kita akan jumpai lingkaran-lingkaran lintang
    yang bertambah besar (atau "ruang" alam semesta mengembang). Setelah
    mencapai maksimum di khatulistiwa, kemudian lingkaran lintang pun mulai
    mengecil lagi. Seperti itu pula alam semesta mulai mengerut. Bila kita berjalan
    sepanjang garis lintang, kita akan kembali ke titik semula. Sama halnya dengan
    sifat "ruang" alam semesta yang tak berbatas itu. Cahaya yang kita
    pancarkan ke arah mana pun, pada prinsipnya, akan kembali lagi dari arah
    belakang kita. Bila model ini benar, pada prinsipnya, kita akan bisa melihat
    galaksi Bima Sakti (galaksi kita) berada di antara galaksi-galaksi yang jauh
    (galaksi luar).



    Sampai
    saat ini belum dapat diputuskan model mana yang benar karena belum adanya bukti
    observasi yang betul-betul meyakinkan. Pengamatan Deuterium yang dilakukan
    satelit Copernicus pada tahun 1973 menghasilkan jumlah Deuterium 0.00002 kali
    jumlah Hidrogen. Sebenarnya ini merupakan alasan terkuat yang mendukung model
    alam "tak berhingga". Tetapi banyak yang meragukan kecermatan
    pengukurannya. Maka sampai saat ini kedua kemungkinan itu masih terbuka. Kita
    masih menantikan observasi yang lebih cermat dan teori yang lebih baik untuk
    menafsirkannya.



    Bagaimanakah
    konsep Al-Qur'an dalam model alam semesta ini? Nampaknya sangat mirip dengan
    model alam semesta "tertutup". Alam semesta akan berhenti mengembang
    dan mulai mengerut. Hal ini akan dibahas dalam bagian mendatang dalam bahasan
    hari kehancuran alam.






    Posisi Kita di Alam
    Semesta





    Kita
    mulai meninjau posisi kita di alam semesta bukan dari diri manusia yang kadang
    merasa besar dengan kesombongannya, tetapi dari bumi kita. Kita akan menyadari kekecilan
    planet kita ini bila kita membandingkannya dengan keluasan alam semesta. Dan
    pada gilirannya kita akan menyadari kelemahan manusia di hadapan Allah Yang
    Maha Kuasa.



    Kini
    telah diyakini bahwa bumi kita bukanlah pusat alam semesta yang di kelilingi
    oleh lapisan-lapisan langit. Bumi kita hanyalah satu planet kecil di tata
    surya. Empat planet (Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus) berukuran jauh lebih
    besar dari pada planet kita. Jupiter bermassa sekitar 300 kali massa bumi.
    Tetapi matahari yang merupakan bintang terdekat dan induk tata surya bermassa
    jauh lebih besar lagi, sekitar 300.000 kali massa bumi, dan berukuran lebih
    dari sejuta kali besar bumi. Gaya gravitasinya mampu menahan semua anggota tata
    surya yang terdiri dari sedikitnya 9 planet, sekitar 42 satelit, ratusan ribu
    asteroid (planet kecil), milyaran komet, dan tak berhingga bongkahan batuan,
    logam, atau es yang di sebut meteoroid yang bertebaran di ruang antar planet.



    Sedangkan
    matahari sendiri hanyalah bintang kuning berukuran sedang. Ribuan bintang lagi
    bisa kita lihat di langit dan jutaan lagi yang bisa kita lihat dengan teleskop.
    Di antaranya bintang-bintang raksasa yang besarnya ratusan kali besar matahari.
    Semuanya merupakan anggota dari ratusan milyar bintang yang menghuni galaksi kita,
    Bima Sakti.



    Galaksi
    kita digolongkan sebagai galaksi spiral, berbentuk seperti huruf S dengan
    lengan tunggal atau majemuk. Diameternya sekitar 100.000 tahun cahaya, artinya
    dari ujung ke ujung akan ditempuh oleh cahaya dalam waktu sekitar 100.000 tahun.
    Tata surya kita berjarak sekitar 30.000 tahun cahaya dari pusatnya dan
    mengorbit dengan kecepatan sekitar 200-300 km per detik sekali dalam 200 juta
    tahun.



    Mungkin
    sekali di antara ratusan milyar bintang anggota Bima Sakti ada bintang yang
    mempunyai tata planet. Namun karena jaraknya yang amat jauh, sulit untuk
    menemukan tata planet tersebut. Dengan teropong besar pun bintang-bintang itu
    hanya tampak sebagai titik-titik cahaya. Namun akhir-akhir ini telah dijumpai
    bintang-bintang yang dikelilingi oleh piringan debu yang diduga mempunyai tata
    planet atau setidaknya dalam evolusi membentuk tata planet. Dengan teleskop
    optik yang dilengkapi alat khusus, piringan materi di sekitar bintang Beta
    Pictoris dapat di amati. Piringan materi itu di duga dalam masa awal
    pembentukan tata planet, seperti keadaan tata surya kita sekitar 4,5 milyar
    tahun yang lalu atau merupakan awan komet seperti yang ada di tepi tata surya
    kita.



    Kalau
    kita menembus kedalaman langit lebih jauh lagi, kita akan jumpai jutaan,
    mungkin milyaran, galaksi-galaksi lain. Galaksi-galaksi itu bagaikan
    pulau-pulau yang saling berjauhan yang berpenghuni milyaran bintang pula.
    Beberapa galaksi membentuk gugusan galaksi. Kemudian gugusan-gugusan itu dan
    galaksi-galaksi mandiri lainnya mengelompok dalam gugusan besar yang disebut
    super cluster.



    Bima Sakti merupakan
    anggota dari gugusan galaksi yang disebut Local Group yang beranggota sekitar
    dua puluh galaksi dan berdiameter sekitar 3 juta tahun cahaya. Di luar Local
    Group yang terpisah sejauh puluhan atau ratusan juta tahun cahaya dijumpai pula
    banyak super cluster yang terdiri ratusan atau ribuan galaksi.Keluasan langit
    yang baru saja dijelaskan diungkapkan di dalam Al-Qu'an:



    "Allah
    yang menciptakan tujuh langit dan bumi sebanyak itu pula. Dia turunkan
    perintah-Nya pada keduanya agar kamu tahu bahwa Allah berkuasa atas segala
    sesuatu dan sungguh pengetahuan Allah mencakup
    segalanya."(Q.S.Ath-Thalaq:12)



    'Tujuh
    langit' bermakna benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya (lihat bagian
    2), mencakup awan antar bintang, meteoroid, asteroid, komet, planet, bintang,
    galaksi sampai super cluster yang menghimpun banyak galaksi. Sedangkan 'tujuh
    bumi' mengisyaratkan banyaknya planet lain di luar tata surya kita yang mirip
    dengan planet bumi. Mungkin pula di sana ada kehidupan.






    Adakah Kehidupan di
    Luar Bumi?





    Mengacu
    pada Q.S. Ath-Thalaq:12 pada bagian yang lalu terkandung isyarat adanya banyak
    planet yang mirip dengan bumi yang mungkin pula dihuni oleh makhluk hidup.
    Isyarat lebih nyata dapat kita jumpai dalam Q.S. Asy-Syura:29:



    "Dan
    diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi dan makhluk
    hidup yang ditebarkan di antara keduanya. Dan Dia berkuasa mengumpulkannya bila
    dikehendaki."



    Usaha
    pencarian makhluk hidup di luar bumi pernah dilakukan, khususnya mencari
    makhluk-makhluk cerdas. Maka muncullah SETI (Search for Extra Terrestrial
    Intelligence) dan lahirlah cabang ilmu baru, Bioastronomi, hasil perkawinan
    Astronomi dan Biologi. International Astronomical Union pun kini mempunyai
    komisi khusus yang menangani Bioastronomi ini.



    Sebenarnya
    kemungkinan adanya kehidupan di luar bumi, baik kehidupan primitif secara
    biologi maupun kehidupan tingkat tinggi, sudah banyak difikirkan oleh para
    ilmuwan dan juga orang awam sejak berabad-abad yang lalu. Baru dalam tiga
    dasawarsa belakangan ini para ilmuwan mulai memasuki tahap eksperimental dalam
    usaha mencari kehidupan di luar bumi.



    Beberapa
    pesawat antariksa, seperti Apollo, Viking, dan Venera, dikirimkan untuk
    mengidentifikasi kemungkinan ada tidaknya kehidupan primitif di bulan dan
    planet lain di tata surya. Namun sejauh ini belum dijumpai adanya tanda-tanda
    kehidupan itu. Walaupun demikian, data-data yang terkumpul, antara lain
    senyawa-senyawa organik bagian unsur kehidupan, amat berharga dalam memahami
    evolusi tata surya serta kondisi yang memungkinkannya layak bagi kehidupan.



    Beberapa
    pesawat diantaranya, Voyager dan Pioneer, dilepas ke luar tata surya memasuki
    ruang antar bintang setelah menjenguk beberapa planet. Mereka dibekali pesan
    bumi, berisi informasi tentang posisi bumi, kehidupan di bumi, serta rekaman
    suara alamnya. Diharapkan di suatu tempat di luar bumi pesawat itu bertemu
    dengan makhluk cerdas yang mampu menafsirkan pesan itu. Mungkin nantinya akan
    ada hubungan antar peradaban, bukan lagi antar bangsa.



    Di
    samping pengiriman pesawat antariksa, pencarian juga dilakukan dengan
    menggunakan teleskop radio. Seperti dibicarakan di bagian pertama, gelombang
    radio juga merupakan bahasa universal yang diharapkan membawa pesan dari
    peradaban lain di galaksi kita. Pada prinsipnya, kalau memang ada peradaban
    lain di luar bumi, kita bisa berkomunikasi dengan mereka dengan bahasa
    universal itu, gelombang radio. Walau tidak harus berarti komunikasi dua arah.






    Akhir Alam Semesta




    Pengetahuan
    tentang hari kiamat hanya Allah yang mengetahuinya. Manusia hanya diberi ilmu
    yang sedikit. Al-Qur'an hanya memberikan beberapa isyarat tentang hari
    kehancuran alam semesta ini. Bagian ini akan membahas beberapa mekanisme hari
    kehancuran yang digambarkan oleh Al-Qur'an dan tinjauan astronomisnya, sebatas
    perkembangan pengetahuan sampai saat ini.



    Ketika menggambarkan
    Hari Qiyamat Allah menyatakan:



    "Ketika lautan bergolak
    mendidih...."(Q.S.81:6)



    Kata
    'sujjirat' pada ayat itu berarti bergolak, (mendidih) terbakar, dan kering.
    Bisa jadi hal ini terjadi ketika matahari kita membengkak menjadi bintang
    raksasa merah. Menurut teori evolusi bintang, matahari kita akan membesar
    menjadi bintang raksasa merah menjelang kematiannya. Pada saat itu matahari
    bersinar sedemikian terangnya hingga lautan akan mendidih dan kering, batuan
    akan meleleh, dan kehidupan pun akan punah. Kemudian matahari akan terus
    bertambah besar hingga planet-planet disekitarnya, Merkurius, Venus, Bumi dan
    Bulan, serta Mars, masuk ke dalam bola gas matahari. Barangkali kejadian inilah
    yang diisyaratkan di dalam Al-Qur'an sebagai bersatunya matahari dan bulan.



    "Ketika
    pemandangan telah kacau balau, dan bulan hilang cahayanya; matahari dan bulan
    disatukan...."(Q.S.75:7-9)



    Kita
    tidak bisa bicara tentang rentang waktu tibanya peristiwa ini sampai akhirnya
    kehancuran total alam semesta. Karena, walaupun secara teoritik dapat
    diperkirakan kapan matahari akan menjadi bintang raksasa merah, terlalu besar
    ketidakpastiannya. Dan memang ilmu tentang saat kiamat hanya Allah yang tahu.



    Kehancuran
    total nampaknya bermula dari mulai berkontraksinya alam semesta. Kontraksi atau
    pengerutan alam semesta yang digambarkan dalam model alam semesta
    "tertutup" (Bagian 4) mirip dengan gambaran Al-Qur'an tentang hari
    kehancuran semesta.



    "Ketikamataharidigulung
    danbintang-bintang berjatuhan....(Q.S.81:1-2)



    Mungkin
    ini menggambarkan ketika alam semesta mulai mengerut. Ketika itulah
    galaksi-galaksi mulai saling mendekat dan bintang-bintang, termasuk tata surya,
    saling bertumbukan atau dengan kata lain 'jatuh' satu terhadap yang lain. Alam
    semesta makin mengecil ukurannya. Dan akhirnya semua materi di alam semesta
    akan runtuh kembali menjadi satu kesatuan seperti pada awal penciptaannya.
    Inilah yang disebut Big Crunch (keruntuhan besar) sebagai kebalikan dari Big
    Bang, ledakan besar saat penciptaan alam semesta. Kejadian inilah yang
    nampaknya digambarkan di dalam surat Al-Anbiyya:104 dengan mengumpamakan
    pengerutan alam semesta seperti makin mampatnya lembaran kertas yang digulung.



    "Pada
    hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran buku, sebagaimana Kami
    mulai awal penciptaannya akan Kami ulangi seperti itu."
    (Q.S.21:104)





    Penutup




    Satu
    hal yang kita tunggu pembuktiannya adalah tentang model alam semesta. Dari dua
    alternatif model, "terbuka" (alam akan terus mengembang selamanya)
    dan "tertutup" (alam mengembang sampai waktu tertentu kemudian
    mengembang), sementara ini belum dapat dipastikan mana yang paling kuat
    bukti-bukti observasinya. Bahkan sampai kini ini merupakan salah satu masalah
    tak terpecahkan dalam astronomi, karena sulitnya mendapatkan bukti
    observasional. Sementara itu nampaknya Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa alam
    semesta mengembang kemudian akan runtuh seperti digambarkan dalam model
    "tertutup". Kita tunggu bukti-bukti itu.



    Apa
    yang sudah saya bahas di atas menunjukkan bagaimana sains membantu kita
    memahami ayat-ayat Al-Qur'an. Namun sebagaimana disinggung pada pendahuluan,
    penafsiran Al-Qur'an yang kebenarannya mutlak dengan perangkat sains yang
    kebenarannya relatif perlu kehati-hatian. Saya beristighfar kepada Allah atas
    kemungkinan keliru dalam pembahasan ini.

      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 9:24 am