di batas penantian

Di Batas – Batas Penantian & Pengharapan

….dan daunpun tertunduk dan berdzikir kepadaNya
dengan caranya masing –masing….

Dunia yang indah bertebaran hijaunya dedaunan, birunya laut dan jernihnya air di telaga mengajakku untuk terus menikmatinya tanpa kehendak untuk cepat meninggalkannya. Ingin aku memiliki itu semua dalam genggaman tanganku. Kesemua keindahan itu ternyata hanya bisa merebut sebagian perhatianku akan hakekat alam dalam penciptaanya. Ada yang lebih menarik dari itu semua, nyiur lambaian daun mengusik titik nadzir imanku untuk selalu mendambakan kehadiran, pelukan, kasih sayang, dan selaksa buih –buih cinta dariNya.
Ingin sekali aku mempersembahkan sesuatu yang berarti, bermakna, dan berguna tentunya untuk semua makhluk yang sederajat dan senasib denganku. Aku ingin sekali aku dapat mengakhiri hidupku dengan sebuah karya yang bisa menyelamatkanku dari panasnya api NERAKA, dan menuntunku ke surga yang dihiasi keindahan lambaian daun, beraraknya mega –mega dan sepoinya angin berhembus. Ingin sekali kunikmati harumnya anggur surgawi, sejuknya butiran – butiran air yang membebaskanku dari dahaga yang berkepanjangan.
Akankah sebuah pengharapan itu akan berlanjut menjadi sebuah kenyataan bila tanpa ada suatu usaha untuk meraihnya. Tapi apakah usaha yang maksimal juga akan berarti jika sesuatu itu sudah ditakdirkaan dan tersurat hanya sebegitu batasnya. Masih adakah asa yang memihak aku yang dalam lara ini dalam sebuah garis batas kemampuan dan garis usaha. Aku hanya bisa berteriak dalam suara sumbang dan parau... Tuhan tidak adil ! Tapi benarkah itu ? Banyak orang berteriak bahwa Tuhan itu maha adil, maha hebat dan maha bijaksana serta masih maha-maha yang lain lagi. Apakah kemaha-mahaan itu tidak berfungsi dan berguna untukku ?
Akankah aku terus menunggu keajaiban mendatangiku, ataukah keajaiban pun sudah nggak mau mendatangiku ! Aku sudah bosan untuk menunggu, aku muak dengan hidup ini !
Ketika itu semua menjerit di dalam lubuk hati, aku pun tersadar sekarang aku berada dalam sebuah taman bunga. Taman yang berisi beraneaka ragam bunga, kumbang yang terus mengitarinya, dan semerbak harum pun terus mengusik relung-relung inderawiku. Rumput-rumput seakan menyapaku mengucap selamat datang. Sesimpul senyum dari bibir merah delima menebar menusuk mataku bersamaan dengan ayun semampai laku gadis manis. Sedetik kemudian dia sudah berada di sampingku sambil tetap tersenyum sambil menyapa, “Hai…bolehkah aku ikut bergabung bersamamu ?” Anggukan kecil dariku menjawabnya. Sejurus kemudian kami sudah terbuai dengan obrolan bersamanya. Pertanyaan akan datangnya teman di tengah taman bunga itu seakan terjawab denga kehadiranya. Tutur kata yang ramah penuh norma dan santun pembicaraanya membuatku tak bosan unuk terus mngali apa yang ada dalam benaknya.