Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    memfasilitasi pelatihan partisipatif

    sumanto
    sumanto
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Libra Jumlah posting : 123
    Join date : 03.07.10
    Age : 58
    Lokasi : di belakangmu

    memfasilitasi pelatihan partisipatif Empty memfasilitasi pelatihan partisipatif

    Post by sumanto Wed Jul 07, 2010 7:54 pm

    MEMFASILITASI
    PELATIHAN PARTISIPATIF

    (Pengantar Pendidikan Orang Dewasa)

    Tanggal: Wednesday, 24 May 2006
    Topik: depsos


    PENGANTAR PENDIDIKAN ORANG DEWASA


    Pendahuluan
    Banyak upaya-upaya peningkatan kemampuan Sumber Daya
    Manusia di lingkungan instansi pemerintah melalui berbagai pelatihan. Upaya
    tersebut pada umumnya dilakukan oleh Badan atau Pusat Pendidikan dan Pelatihan
    (PUSDIKLAT) instansi yang bersangkutan. Namun demikian, tidak sedikit pula
    pengembangan Sumber Daya Manusia tersebut dilakukan melalui kegiatan pelatihan
    di dalam kegiatan proyek.





    Pelatihan-pelatihan
    tersebut pada umumnya diikuti oleh staf atau karyawan instansi yang
    bersangkutan. Pada umumnya mereka adalah "orang dewasa" yang telah
    mempunyai berbagai pengalaman baik dalam bidang pekerjaannya maupun pengalaman
    lain dan mempunyai latar belakang yang beragam.





    Tentu
    saja untuk menghadapi peserta pelatihan yang pada umumnya adalah "orang
    dewasa" dibutuhkan suatu strategi dan pendekatan yang berbeda dengan
    "pendidikan dan pelatihan" ala bangku sekolah, atau pendidikan
    tradisional. Pendidikan ala sekolah ini sering disebut dengan pendekatan
    Pedagogis. Seringkali, dalam praktek banyak "pendekatan pedagogis" diterapkan
    dalam pendidikan dan pelatihan bagi aparat pemerintah, yang seringkali tidak
    cocok. Untuk itu, dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih cocok dengan
    "kematangan", "konsep diri" peserta dan "pengalaman
    peserta". Di dalam dunia pendidikan, strategi dan pendekatan ini dikenal
    dengan "Pendidikan Orang
    Dewasa" (Adult Education)
    .









    Pengertian
    Malcolm Knowles
    dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species"
    mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah
    istilah "Andragogi" makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan
    khususnya para ahli pendidikan.





    Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno "aner", dengan akar kata
    andr- yang berarti laki-laki, bukan anak laki-laki atau orang dewasa, dan
    agogos yang berarti membimbing atau membina. Disamping itu, ada istilah lain
    yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah "pedagogi", yang
    ditarik dari kata "paid"
    artinya anak dan "agogos" artinya membimbing atau memimpin. Maka
    dengan demikian secara harafiah "pedagogi" berarti seni atau
    pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak.





    Karena pengertian pedagogi adalah seni atau
    pengetahuan membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah
    pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena
    mengandung makna yang bertentangan. Pada awalnya, bahkan hingga sekarang,
    banyak praktek proses belajar dalam suatu pelatihan yang ditujukan kepada orang
    dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang
    pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi
    pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pelatihan bagi orang
    dewasa.





    Dengan demikian maka kalau ditarik pengertiannya
    sejalan dengan pedagogi, maka andragogi secara harafiah dapat diartikan sebagai
    ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu
    yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi
    yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri
    yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan
    seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner
    Centered Training / Teaching
    )





    Asumsi-Asumsi Pokok
    Malcolm Knowles dalam mengembangkan konsep
    andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:












    Konsep Diri
    Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari
    ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri
    sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain
    dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung
    sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian
    inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai
    manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang
    dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan
    timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan
    penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai
    kebutuhan psikologis yang dalam agar secara umum menjadi mandiri, meskipun
    dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya sementara.

    Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pelatihan, khususnya
    yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan
    serta proses perencanaan pelatihan.






    Peranan Pengalaman
    Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh
    dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu
    mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana
    hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya,
    dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk
    belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi
    pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik
    transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi
    lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal
    dengan "Experiential Learning
    Cycle
    " (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman).

    Hal in menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan
    teknik kepelatihan. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan
    diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan
    praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan
    peranserta atau partisipasi peserta pelatihan.






    Kesiapan Belajar

    Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan
    waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan
    akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan
    perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak
    belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang
    dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus
    menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin
    organisasi.





    Hal
    ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pelatihan
    tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan
    kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.





    Orientasi
    Belajar

    Asumsinya yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah
    ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi
    pembelajaran (Subject Matter
    Centered Orientation
    ). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai
    kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan
    permasalahan yang dihadapi (Problem
    Centered Orientation
    ). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang
    dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang
    dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan
    peranan sosial orang dewasa.


    Selain
    itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif
    waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau
    dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari
    masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada
    kecenderungan pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian
    dan memperoleh sekolah yang lebih tinggi.

    Hal in menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan
    bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis dan
    dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.





    Beberapa Implikasi Untuk Praktek
    Dari uraian tersebut di atas telah diperoleh dan
    disimpulkan beberapa perbedaan teoritis dan asumsi yang mendasari andragogi dan
    pedagogi (konvensional) yang menimbulkan berbagai implikasi dalam praktek.





    Dalam pedagogi atau konvensional, karena
    berpusat pada materi pembelajaran (Subject
    Matter Centered Orientation
    ) maka implikasi yang timbul pada
    umumnya peranan guru, pengajar, pembuat kurikulum, evaluator sangat dominan.
    Pihak murid atau peserta pelatihan lebih banyak bersifat pasif dan menerima. Paulo Freire, menyebutnya
    sebagai "Sistem Bank" (Banking
    System
    ). Hal ini dapat terlihat pada hal-hal sebagai berikut:






    Penentuan mengenai materi pengetahuan dan
    ketrampilan yang perlu disampaikan yang bersifat standard dan kaku.



    Penentuan dan pemilihan prosedur dan mekanisme
    serta alat yang perlu (metoda & teknik) yang paling efisien untuk
    menyampaikan materi pembelajaran.



    Pengembangan rencana dan bentuk urutan (sequence) yang standard dan kaku



    Adanya standard evaluasi yang baku untuk
    menilai tingkat pencapaian hasil belajar dan bersifat kuantitatif yang bersifat
    untuk mengukur tingkat pengetahuan.


    Adanya
    batasan waktu yang demikian ketat dalam "menyelesaikan" suatu proses
    pembelajaran materi pengetahuan dan ketrampilan.


    Dalam
    andragogi, peranan guru, pengajar atau pembimbing yang sering disebut dengan
    fasilitator adalah mempersiapkan perangkat atau prosedur untuk mendorong dan
    melibatkan secara aktif seluruh warga belajar, yang kemudian dikenal dengan
    pendekatan partisipatif, dalam proses belajar yang melibatkan elemen-elemen:






    Menciptakan iklim dan suasana yang mendukung
    proses belajar mandiri.



    Menciptakan mekanisme dan prosedur untuk
    perencanaan bersama dan partisipatif



    Diagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar yang
    spesifik



    Merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi
    kebutuhan-kebutuhan belajar



    Merencanakan pola pengalaman belajar



    Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar
    ini dengan metoda dan teknik yang memadai


    Mengevaluasi
    hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar. Ini adalah
    model proses.


    Oleh
    karena itu dalam memproses interaksi belajar dalam pelatihan orang dewasa
    kegiatan dan peranan fasilitator bukanlah memindahkan pengetahuan dan
    ketrampilan kepada peserta pelatihan. Peranan dan fungsi fasilitator adalah
    mendorong dan melibatkan seluruh peserta dalam proses interaksi belajar
    mandiri, yaitu proses belajar untuk memahami permasalahan nyata yang
    dihadapinya, memahami kebutuhan belajarnya sendiri, dapat merumuskan tujuan
    belajar, dan mendiagnosis kembali kebutuhan belajarnya sesuai dengan
    perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu.





    Dengan begitu maka tugas dan peranan
    fasilitator bukanlah memaksakan program atau kurikulum dari atas, dari
    instansi, dari dinas, yang mereka buat di atas meja terlepas dari kebutuhan dan
    permasalahan yang dihadapi.





    Langkah-Langkah Pokok Dalam Pelatihan Partisipatif
    (Andragogi)
    Berdasarkan pada implikasi andragogi untuk praktek
    dalam proses pembelajaran kegiatan pelatihan, maka perlu ditempuh
    langkah-langkah pokok sebagai berikut:





    Menciptakan Iklim Pembelajaran yang Kondusif
    Ada beberapa hal pokok yang dapat dilakukan dalam upaya menciptakan dan
    mengembangkan iklim dan suasana yang kondusif untuk proses pembelajaran, yaitu:







    Pengaturan Lingkungan Fisik
    Pengaturan lingkungan fisik merupakan salah satu unsur dimana orang dewasa
    merasa terbiasa, aman, nyaman dan mudah. Untuk itu perlu dibuat senyaman
    mungkin:



    Penataan dan peralatan hendaknya disesuaikan
    dengan kondisi orang dewasa



    Alat peraga dengar dan lihat yang dipergunakan
    hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik orang dewasa


    Penataan
    ruangan, pengaturan meja, kursi dan peralatan lainnya hendaknya memungkinkan
    terjadinya interaksi sosial



    Pengaturan Lingkungan Sosial
    dan Psikologis

    Iklim psikologis hendaknya merupakan salah satu faktor yang membuat orang
    dewasa merasa diterima, dihargai dan didukung.



    Fasilitator lebih bersifat membantu dan
    mendukung



    Mengembangkan suasana bersahabat, informal dan
    santai melalui kegiatan Bina Suasana dan berbagai permainan yang sesuai



    Menciptakan suasana demokratis dan kebebasan
    untuk menyatakan pendapat tanpa rasa takut.



    Mengembangkan semangat kebersamaan



    Menghindari adanya pengarahan dari
    "pejabat-pejabat" pemerintah


    Menyusun
    kontrak belajar yang disepakati bersama


    Diagnosis
    Kebutuhan Belajar

    Dalam andragogi tekanan lebih banyak diberikan pada keterlibatan seluruh warga
    belajar atau peserta pelatihan di dalam suatu proses melakukan diagnosis
    kebutuhan belajarnya:






    Melibatkan seluruh pihak terkait (stakeholder) terutama pihak yang
    terkena dampak langsung atas kegiatan itu



    Membangun dan mengembangkan suatu model
    kompetensi atau prestasi ideal yang diharapkan



    Menyediakan berbagai pengalaman yang dibutuhkan


    Lakukan
    perbandingan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada, misalkan
    kompetensi tertentu


    Proses
    Perencanaan






    Dalam perencanaan pelatihan hendaknya
    melibatkan semua pihak terkait, terutama yang akan terkena dampak langsung atas
    kegiatan pelatihan tersebut. Tampaknya ada suatu "hukum" atau setidak
    tidaknya suatu kecenderungan dari sifat manusia bahwa mereka akan merasa
    'committed' terhadap suatu keputusan apabila mereka terlibat dan berperanserta
    dalam pengambilan keputusan:






    Libatkan peserta untuk menyusun rencana
    pelatihan, baik yang menyangkut penentuan materi pembelajaran, penentuan waktu
    dan lain-lain



    Temuilah dan diskusikanlah segala hal dengan
    berbagai pihak terkait menyangkut pelatihan tersebut



    Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah
    diidentifikasi ke dalam tujuan yang diharapkan dan ke dalam materi pelatihan.


    Tentukan
    pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak terkait siapa
    melakukan apa dan kapan.


    Memformulasikan
    Tujuan

    Setelah menganalisis hasil-hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang
    ada, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam
    proses perencanaan partisipatif. Dalam merumuskan tujuan hendaknya dilakukan
    dalam bentuk deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi
    kebutuhan tersebut di atas.





    Mengembangkan Model Umum
    Ini merupakan aspek seni dan arsitektural dari perencanaan pelatihan dimana
    harus disusun secara harmonis antara beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan
    diskusi kelompok besar, kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya.
    Dalam hal ini tentu harus diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas
    satu persoalan dan penetapan waktu yang sesuai.





    Menetapkan Materi dan Teknik Pembelajaran
    Dalam menetapkan materi dan metoda atau teknik pembelajaran hendaknya
    memperhatikan hal-hal sebagai berikut:






    Materi pelatihan atau pembelajaran hendaknya
    ditekankan pada pengalaman-pengalaman nyata dari peserta pelatihan



    Materi pelatihan hendaknya sesuai dengan
    kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis



    Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya
    menghindari teknik yang bersifat pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada
    peserta


    Metoda
    dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun lebih bersifat
    partisipatif.


    Peranan
    Evaluasi






    Pendekatan evaluasi secara konvensional
    (pedagogi) kurang efektif untuk diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu
    pendekatan ini tidak cocok dan tidaklah cukup untuk menilai hasil belajar orang
    dewasa. Ada beberapa pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang
    dewasa yakni:






    Evaluasi hendaknya berorientasi kepada
    pengukuran perubahan perilaku setelah mengikuti proses pembelajaran / pelatihan



    Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui
    pengujian terhadap dan oleh peserta pelatihan itu sendiri (Self Evaluation)



    Perubahan positif perilaku merupakan tolok ukur
    keberhasilan



    Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan
    bersama secara partisipatif" atau berdasarkan kesepakatan bersama seluruh
    pihak terkait yang terlibat.



    Evaluasi ditujukan untuk menilai efektifitas
    dan efisiensi penyelenggaraan program pelatihan yang mencakup kekuatan maupun
    kelemahan program


    Menilai
    efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan
    perilaku.


    Secara terperinci hal-hal tersebut akan dibahas
    dalam bab-bab berikutnya.

    Sumber naskah ; DIKNAS, Pendidikan Luar Sekolah

      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 8:25 pm