Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    membangun persma dalam LPM

    admin
    admin
    Admin
    Admin


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 688
    Join date : 19.03.10
    Age : 36
    Lokasi : Malang-Indonesia

    membangun persma dalam LPM Empty membangun persma dalam LPM

    Post by admin Wed May 19, 2010 2:51 pm

    Membangun Persma Dalam Bentuk LPM


    Oleh : Agus Budiono





    Awal Pemikiran


    Dipandang secara ideal, persma lahir dengan berbagai
    alasan untuk sebuah arah perjuangan menuju perubahan besar di masyarakat.
    Persma, layaknya pers umum, sebanrnya mampu menjadi pembentuk opini pada suatu
    komunitas, media transformasi sebuah nilai dan sarana komunikasi. Namun
    permasalahan mulai muncul di saat persma tidak dapat memancing perhatian
    masyarakat pembacanya sendiri karena persma tidak populer dikalangan mahasiswa.
    Pertanyaannya adalah persma sudah tidak dapat memenuhi tugas yang seharusnya
    dikerjakan.


    Pilihan yang kemudian muncul adalah apakah tetap
    mempertahankan persma utnuk tetap ada dan ikut mewarnai kehidupan demokratisasi
    kampus dengan konsekuensi mengubah dan membenahi infrastruktur yang ada.
    Pilihan kedua yaitu membubarkan persma dengan dalih sudah tak ada lagi pilihan
    karena persma komunitas pembaca tidak terlalu menghiraukan kehadirannya.


    Pragmatisme yang kini muncul di setiap corak hasil
    terbitan dan kegiatan persma sebagai lembaga semakin tinggi. Kondisi ini
    diperparah dengan masih banyaknya prosentase mahasiswa yang berpikiran
    pragmatis pula.


    Kalau dilihat dari definisi yang ada pers mahasiswa
    dapat dikatakan sebagai hasil hubungan mesra antara tradisi ilmiah kampus
    dengan tradisi jurnalisme[1].
    Dari definisi ini kiranya dapat dikatakan bahwa pers mahasiswa dalam melakukan
    kehidupan sehari-harinya menggunakan metodologi ilmiah untuk mencari dan
    menganalisis data yang didapat dan menampilkannya dengan kemasan jurnalistik
    dengan berbagai style.





    Pers Mahasiswa dalam Sebuah Organisasi


    Proses
    pembatasan gerak pers mahasiswa oleh penguasa melaui NKK/BKK yang diberlakukan
    seiring pembekuan dewan mahasiswa menempatkan persma dalam sebuah lembaga UKM
    (unit kegiatan mahasiswa) di golongkan sebagai sebuah perkumpulan sesama
    penghobi kegiatan jurnalistik dikampus. Misi dan bentuk persma yang ideal
    memang sejak itu sudah sengaja dimatikan.


    Dengan
    bentuk seperti sebuah organisasi minat dan bakat, maka persma yang ada
    dibentuknya dalam sebuah Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang mekanisme dan pola
    hubungna kerjanya sangat dibatasi hanya sebatas terbitan yang dijalankan oleh
    mahasiswa. Melalui UU Pokok pers, UU no. 21 tahun 1982[2]
    disebutkan bahwa pers mahsiswa bukan lagi sebuah wadah untuk proses
    ideologisasi mahasiswa yagn ada dikampus tapi lebih hanya pada proses untuk
    menghasilkan sebuah terbitan.


    Dari
    hirarki tanggung jawab, persma (menurut definisi UU Pokok tersebut) bertanggung
    jawab secara hukum kepada birokrat kampus dalam hal hasil terbitan, keuangan
    dan sebagainya.Dengan segala aturan yang dipandang mengekang tersebut, gerak
    laju pertumbuhan pers mahasiswa dikampus juga sangat terasa dibatasi.


    Dipandang
    sebagai sebuah organisasi, persma juga teridiri oelh infrastruktur yang membentuknya.
    Infrastruktur yang dimiliki oelh pers mahasiswa adalah infrastruktur
    redaksional dan organisasi. Untuk dapat membangun persma secara keseluruhan,
    maka kita dituntut untuk membangun sebuah infrastruktur yang kuat yang
    menyusunnya.


    Infrastruktur
    redaksional terkait dengan pemahaman mengenai Nilai Dasar Perjuangan Persma
    yang kemudian diturunkan dalam program kerja redaksional dan yang lebih penting
    terkait dengan pola politik redaksional yang dijalankan.


    Dalam
    kondisi seperti sekarang ini, pilihan-pilihan selalu dihadapkan pada kita
    disaat harus mengambil langkah perbaikan infrastruktur yang ada. Mengenai
    infrastruktur mana yang harus didahulukan untuk dibangun masih menjadi
    pertanyaan semua pihak.





    Membangun Infrastruktur LPM


    LPM
    sebagai lembaga formal dikampus berada diantar beberapa lembaga formal
    kemahasiswaan yang lain. Karena dalam berhubungan dengan lembaga formal
    lainnya, maka LPM dituntut untuk sedapat mungkin berhubungan sesuai dengan
    aturan main yang ada. LPM juga dituntut jeli saat dihadapkan pada suatu
    permasalahan yang memaksa diberlakukannnya politik organisasi secara spesifik.


    Secara
    umum LPM terdiri dari dua infrastruktur utama yaitu infrastruktur redaksional
    dan organisasi. Infrastruktur redaksional terkait dengan kerjap-kerja yang menghasilkan
    suatu hasil terbitan. Untuk dapat menghasilkan sebuah hasil sesuai dengan
    politik redaksional dibutuhkan aturan
    mekanisme yang jelas dan SDM yang
    mempuyai kapabilitas.


    Jika
    LPM hanya memperhatikan infrastruktur redaksionalnya saja, maka dapat berakibat
    pada lemahnya mekanisme organisasi yang menaungi kerja-kerja redaksional.
    Implikasi yang muncul kemudian akan sedikit banyak mengganggu kerja-kerja
    redaksional karena masalah keorganisasian yang muncul akan menyita banyak waktu
    para pegiatnya untuk menyelesaikan masalah tersebut.


    Namun
    menjadi sangat tidak lucu ketika LPM lebih mementingkan membangun infrastruktur
    organisasi dengan mengesampingkaninfrastruktur redaksional. Bisa jadi kerja
    redaksional yang dilakukan hanyalah sebuah aktivisme untuk sebuah hobi
    kewartawanan belaka.


    Jadi
    untuk dapat membangun persma yang sudah kadung dimanifestasikan oleh NKK/BKK
    telah menjadi LPM, jawaban yang paling mungkin adalah membangun kedua
    infrastruktur tersebut secara stabil dan simultan. Stabil dalam artian tidak
    berat sebelah dan simultan berarti tetap menjaga konsistensi konsentrasi
    membangun kedua infrastruktur terssebut.


    Pilihan
    dari membangun kedua-duanya adalah bagaimana membuat sebuah sistem kaderisasi
    yang dapat memberikan gambaran mengenai kerja-kerja yang akan dan harus
    dilakukan. Dalam membangun kader dibutuhkan silabus kaderisasi yang jelas
    sehingga dapat dilakukan uji materi dan evaluasi dari setiap metode kaderisasi
    yang dipakai.





    Lakukan Pembacaan Diri


    Untuk
    memulai suatu kerja pembangunan organisasi, dibutuhkan perencanaan menyeluruh
    termasuk juga mengenai pendataan terhadap segala segala aset yang dimiliki oleh
    organisasi tersebut, termasuk didalamnya kemampuan SDM didalamnya.


    Dari
    sekian banyak sumber daya yang dimiliki organisasi, SDM merupakan satu-satu
    sumber daya yang paling berharga. Dilihat dari sifat sebuah organisasi yang
    hanya sebuah benda mati, SDM adalah jawaban pokok mengenai keberlangsungan
    sebuah organisasi. Maka dengan sendirinya, pembacaan terhadap kemampuan SDM
    sangat penting mengenai seberapa besar sumber daya yang dimiliki tiap pegiat
    yang ada.


    Levelisasi
    merupakan langkah awal untuk melihat seberapa jauh sumber daya yang dimiliki
    oleh setiap pegiat yang dimiliki. Levelisasi dapat berjalan dengan baik jika
    kita sudah mempunyai standarisasi yang jelas terhadap tiap level yang dibuat.
    Secara mudah, level person di sebuah organisasi dapat diberikan sebagai berikut
    : simpatisan, anggota, calon kader dan kader.


    Dalam
    membuat levelisasi, standarisasi diberlakukan pada setiap person dengan
    pertimbangan beban kerja dan tanggung jawab. Parameter levelisasi tidak dapat
    menggunakan patokan berkait lamanya seseorang ada dalam organisasi tersebut
    juga bukan pada tingginya tingkat wacana dan pengetahuan yang dimilikinya.
    Pembuatan standarisasi dan parameter harus ketat, hal ini dilakukan untuk
    mempermudah proses kaderisasi organisasi itu sendiri.





    Silabus Sebagai Gambaran Umum Kaderisasi


    Setelah
    pembacaan awal terhadap potensi yang dimiliki oleh tiap anggota dilakukan, maka
    untuk menjalankan proses kaderisasi harus dibuat sebuah acuan kerja yang
    nantinya dipakai dasar melangkah.


    Penyusunan
    silabus hendaknya berpijak pada kerangka awal pembangunan organisasi LPM secara
    menyeluruh. Kalau di LPM dikenal dengan dua infrastruktur organisasi, maka silabus
    juga diarahkan pada pembangunan kedua infrastruktur tersebut. Sedangkan untuk
    membangun infrastruktur organisasi dan redaksional dibutuhkan beberapa
    parameter yang jelas mengenai keduanya.


    Gambaran
    umum silabus yang dibutuhkan nantinya akan diaktualisasikan kedalam beberapa
    proses kaderisasi pada setiap jenjang/level yang ada. Perlu diingat bahwa
    sebuah teori akan menjadi sampah jika tidak diikuti oleh beberapa proses
    penyertanya seperti pengendapan, pendalaman dan yang terpenting adalah
    penerapannya pada tiap kerjap-kerja yang dilakukan. Pengalaman empirik adalah
    guru terbaik dari sebuah pelajaran hidup termasuk juga organisasi.


    Dalam
    kerangka organisasi kemahasiswaan, teori dan praktek menjadi sebuah kesatuan
    utuh yang tidak dapat terpisah atau saling mendahului satu sama lain. Maka
    untuk sebuah proses kaderisasi yang ada, silabus pelatihan juga harus diikuti
    oleh serangkaian kegiatan praksis.


    Selanjutnya
    gambaran mengenai silabus kaderisasi tiap level dapat secara umum terlihat
    seperti di bawah ini :


    A. Simpatisan



    Simpatisan
    dapat didefinisikan sebagai person baik didalam maupun diluar sistem yang
    mempunyai rasa simpati terhadap keberadaan organisasi yang ada. Simpatisan
    dapat berupa simpatisan niat, yaitu hanya bersimpati sebatas dihati. Juga ada
    simpatisan yang ikut larut dalam beberapa dinamika organisasi namun tidak
    mempunyai keterikatan struktural organisasi (keanggotaan).


    Karena
    simpatisan hanya bersifat kerja bakti dan berada di luar sistem, maka untuk
    setiap kerja organisasi, keberadaan simpatisan tidak dapat dan tidak perlu
    diperhitungkan sebagai target tim kerja. Namun perlu diingat, dengan adanya
    simpatisan maka secara tidak langsung eksistensi sebuah organisasi dapat
    diaktakan mendapat pengakuan dari luar sistem orgnisasi. Simpatisan hanya memiliki
    keterikatan emosional yang mungkin karena hubungan perkawanan atau perasaan
    senasib. Agar simpatisan dapat ‘digunakan’ untuk kerja organisasi, dapat
    digunakan cara pendekatan personal dan ajakan bergabung/ikut menyukseskan
    kerja-kerja prganisasi.


    Untuk
    menarik simaptisan masuk kedalam sistem adalah dengan menarik mereka kedalam
    organisasi dengan menjadi anggota. Karena dasar simpatisan adalah simpati
    terhadap organisasi, maka secara otomatis simpatisan akan dapat diproyeksikan
    lebih lanjut.





    B. Anggota



    Orang
    yang dipandang telah memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan organisasi dapat
    dikatakan sebagai anggota. Sistem penyaringan anggota dapat dilakukan dengan
    beberapa mekanisme prasyarat yang jelas dan parameter yang berbeda tiap
    organisasi/LPM. Penentuan parameter untuk dapat menjadi anggota tergantung dari
    kondisi obyektif yang ada di sekitar LPM.


    Modal
    dasar yang harus dimiliki oleh anggota LPM adalah skill dasar jurnalistik dan
    ideologi persma. Skill dasar jurnalistik nantinya akan dipakai modal awal bagi
    anggota untuk berpartisiasi dalam kerja tahap produk buat anggota. Namun untuk
    wawasan ideologi hendaknya diberikan setelah skill dipunyai dan diterapkan
    dalam kerja konkrit, karena paham ideologi persma sendiri akan tidak banyak
    berarti pada anggota baru tanpa adanya pengalaman empirik dalam kerja-kerja di
    persma.


    Sedangkan
    mengenai acuan dasar pembentukan anggota dapat digambarkan dengan beberapa
    silabus di bawah ini :


    1.
    Wawasan


    Ø
    Mengenal macam
    bentuk dan sifat dari tiap terbitan/pers.


    Ø
    Tugas dan tanggungjawab
    pers





    2.
    Manajemen


    Ø
    Manajemen
    redaksional





    3.
    Skill dasar
    jurnalistik


    Ø
    Teknik
    wawancara


    Ø
    Teknik menulis
    berita


    Ø
    Teknik menulis
    opini


    Ø
    Teknik polling


    Ø
    Lay out dan
    artistik


    Ø
    Resensi





    Setelah
    menjalani pelatihan denga materi seperti di atas, maka hendaknya anggota baru
    diebrikan ruang untuk sedikit banyak mengaktualisasikan kemampuan dasarnya
    dalam hal skil jurnalistik. Untuk itu dapat dibuat media tersendiri untuk
    mereka dan diberikan otoritas dalam hal manajemen redaksionalnya.


    Hal
    di atas perlu dilakukan mengingat bahwa anggota baru hendaknya tidak diajak
    berpikir terlalu banyak dulu, api lebih pada penguatan pengalaman empirik dari
    kerja yang sudah dilakukan. Bentuknya dapat berupa buletin dwi mingguan atau
    bulanan yag sifatnya rangkuman berita seputar kampus.









    [1] Lih. “Evaluasi
    dan Eksistensi Penerbitan Mahasiswa Indonesia”
    Eddy Rifai, 1997






    [2] Ibid

      Waktu sekarang Mon Apr 29, 2024 8:18 pm