Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    makna zuhud

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 36
    Lokasi : rahasia

    makna zuhud Empty makna zuhud

    Post by kutubuku Thu Jun 24, 2010 4:39 pm

    MAKNA ZUHUD
    Mukadimah
    Kata zuhud sering disebut-sebut ketika kita mendengar nasehat dan seruan agar
    mengekang ketamakan terhadap dunia dan mengejar kenikmatannya yang fana dan
    pasti sirna, dan agar jangan melupakan kehidupan akhirat yang hakiki setelah
    kematian. Hal ini sebagaimana peringatan Allah tentang kehidupan dunia yang penuh
    dengan fatamorgana dan berbagai keindahan yang melalaikan dari hakikat kehidupan
    yang sebenarnya.
    Allah berfirman,
    “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan
    suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
    berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-
    tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan
    kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada
    azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia
    ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)
    Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu,
    batil, dan sekadar permainan. Yang dimaksud sekadar permainan adalah sesuatu yang
    tiada bermanfaat dan melalaikan. Ayat ini juga menunjukkan bahwa dunia adalah
    perhiasan, dan orang-orang yang terfitnah dengan dunia menjadikannya sebagai
    perhiasannya dan tempat untuk saling bermegah-megahan dengan kenikmatan yang
    ada padanya berupa anak-anak, harta-benda, kedudukan dan yang lainnya sehingga
    lalai dan tidak beramal untuk akhiratnya.
    Allah menyerupakan kehancuran dunia dan kefanaannya yang begitu cepat dengan
    hujan yang turun ke permukaan bumi. Ia menumbuhkan tanaman yang menghijau lalu
    kemudian berubah menjadi layu, kering dan pada akhirnya mati. Demikianlah
    kenikmatan dunia, yang pasti pada saatnya akan punah dan binasa. Maka barangsiapa
    mengambil pelajaran dari permisalan yang disebutkan di atas, akan mengetahui bahwa
    dunia ibarat es yang semakin lama semakin mencair dan pada akhirnya akan hilang
    dan sirna. Sedangkan segala apa yang ada di sisi Allah adalah lebih kekal, dan akhirat
    itu lebih baik dan utama sebagaimana lebih indah dan kekalnya permata dibandingkan
    dengan es. Apabila seseorang mengetahui dengan yakin akan perbedaan antara dunia
    dan akhirat dan dapat membandingkan keduanya, maka akan timbul tekad yang kuat
    untuk menggapai kebahagian dunia akhirat.

    Definisi Zuhud
    Banyak sekali penjelasan ulama tentang makna zuhud. Umumnya mengarah kepada
    makna yang hampir sama. Di sini akan disampaikan sebagian dari pendapat tersebut.
    Makna secara bahasa: Zuhud menurut bahasa berarti berpaling dari sesuatu karena hinanya sesuatu tersebut
    dan karena (seseorang) tidak memerlukannya. Dalam bahasa Arab terdapat ungkapan
    “syaiun zahidun” yang berarti “sesuatu yang rendah dan hina”.
    Makna secara istilah:
    Ibnu Taimiyah mengatakan – sebagaimana dinukil oleh muridnya, Ibnu al-Qayyim -
    bahwa zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan
    akhirat.
    Al-Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa zuhud itu bukanlah mengharamkan yang
    halal atau menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih
    mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu.
    Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan tidak adalah sama saja, sebagaimana
    sama saja di matamu antara orang yang memujimu dengan yang mencelamu dalam
    kebenaran.
    Di sini zuhud ditafsirkan dengan tiga perkara yang semuanya berkaitan dengan
    perbuatan hati:
    1. Bagi seorang hamba yang zuhud, apa yang ada di sisi Allah lebih dia percayai
    daripada apa yang ada di tangannya sendiri. Hal ini timbul dari keyakinannya
    yang kuat dan lurus terhadap kekuasaan Allah. Abu Hazim az-Zahid pernah
    ditanya, “Berupa apakah hartamu?” Beliau menjawab, “Dua macam. Aku
    tidak pernah takut miskin karena percaya kepada Allah, dan tidak pernah
    mengharapkan apa yang ada di tangan manusia.” Kemudian beliau ditanya
    lagi, “Engkau tidak takut miskin?” Beliau menjawab, “(Mengapa) aku harus
    takut miskin, sedangkan Rabb-ku adalah pemilik langit, bumi serta apa yang
    berada di antara keduanya.”
    2. Apabila terkena musibah, baik itu kehilangan harta, kematian anak atau yang
    lainnya, dia lebih mengharapkan pahala karenanya daripada mengharapkan
    kembalinya harta atau anaknya tersebut. Hal ini juga timbul karena
    keyakinannya yang sempurna kepada Allah.
    3. Baginya orang yang memuji atau yang mencelanya ketika ia berada di atas
    kebenaran adalah sama saja. Karena kalau seseorang menganggap dunia itu
    besar, maka dia akan lebih memilih pujian daripada celaan. Hal itu akan
    mendorongnya untuk meninggalkan kebenaran karena khawatir dicela atau
    dijauhi (oleh manusia), atau bisa jadi dia melakukan kebatilan karena
    mengharapkan pujian. Jadi, apabila seorang hamba telah menganggap sama
    kedudukan antara orang yang memuji atau yang mencelanya, berarti
    menunjukkan bahwa kedudukan makhluk di hatinya adalah rendah, dan
    hatinya dipenuhi dengan rasa cinta kepada kebenaran.
    Hakekat zuhud itu berada di dalam hati, yaitu dengan keluarnya rasa cinta dan
    ketamakan terhadap dunia dari hati seorang hamba. Ia jadikan dunia (hanya) di
    tangannya, sementara hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah dan akhirat.
    Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia secara total dan menjauhinya. Lihatlah
    Nabi, teladan bagi orang-orang yang zuhud, beliau mempunyai sembilan istri.
    Demikian juga Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman, sebagai seorang penguasa mempunyai kekuasaan yang luas sebagaimana yang disebutkan oleh Allah dalam Al-
    Qur’an. Para Shahabat, juga mempunyai istri-istri dan harta kekayaan, yang di antara
    mereka ada yang kaya raya. Semuanya ini tidaklah mengeluarkan mereka dari hakekat
    zuhud yang sebenarnya.
    Tingkatan zuhud
    Ada beberapa tingkatan zuhud sesuai dengan keadaan setiap orang yang
    melakukannya, yaitu:
    1. Berusaha untuk hidup zuhud di dunia; sementara ia menghendaki (dunia
    tersebut), hati condong kepadanya dan selalu menoleh ke arahnya, akan tetapi
    ia berusaha melawan dan mencegahnya.
    2. Orang yang meninggalkan dunia dengan suka rela, karena di matanya dunia
    itu rendah dan hina, meskipun ada kecenderungan kepadanya. Dan ia
    meninggalkan dunia tersebut (untuk akhirat), bagaikan orang yang
    meninggalkan uang satu dirham untuk mendapatkan uang dua dirham
    (maksudnya balasan akhirat itu lebih besar daripada balasan dunia).
    3. Orang yang zuhud dan meninggalkan dunia dengan hati yang lapang. Ia tidak
    melihat bahwa dirinya meninggalkan sesuatu apapun. Orang seperti ini
    bagaikan seseorang yang hendak masuk ke istana raja, terhalangi oleh anjing
    yang menjaga pintu, lalu ia melemparkan sepotong roti ke arah anjing tersebut
    sehingga membuat anjing tersebut sibuk (dengan roti tadi), dan ia pun dapat
    masuk (ke istana) untuk menemui sang Raja dan mendapatkan kedekatan
    darinya. Anjing di sini diumpamakan sebagai syaitan yang berdiri di depan
    pintu (kerajaan/surga) Allah, yang menghalangi manusia untuk masuk ke
    dalamnya, sementara pintu tersebut dalam keadaan terbuka. Adapun roti
    diumpamakan sebagai dunia, maka barangsiapa meninggalkannya niscaya
    akan memperoleh kedekatan dari Allah.

    Hal-Hal Yang Mendorong Untuk Hidup Zuhud
    1. Keimanan yang kuat dan selalu ingat bagaimana ia berdiri di hadapan Allah pada
    hari kiamat guna mempertanggung-jawabkan segala amalnya, yang besar maupun
    yang kecil, yang tampak ataupun yang tersembunyi. Ingat! betapa dahsyatnya
    peristiwa datangnya hari kiamat kelak. Hal itu akan membuat kecintaannya terhadap
    dunia dan kelezatannya menjadi hilang dalam hatinya, kemudian meninggalkannya
    dan merasa cukup dengan hidup sederhana.
    2. Merasakan bahwa dunia itu membuat hati terganggu dalam berhubungan dengan
    Allah, dan membuat seseorang merasa jauh dari kedudukan yang tinggi di akhirat
    kelak, dimana dia akan ditanya tentang kenikmatan dunia yang telah ia peroleh,
    sebagaimana firman Allah,
    “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
    megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takaatsur: 6)
    Perasaan seperti ini akan mendorong seorang hamba untuk hidup zuhud. 3. Dunia hanya akan didapatkan dengan susah payah dan kerja keras, mengorbankan
    tenaga dan pikiran yang sangat banyak, dan kadang-kadang terpaksa harus bergaul
    dengan orang-orang yang berperangai jahat dan buruk. Berbeda halnya jika
    menyibukkan diri dengan berbagai macam ibadah; jiwa menjadi tentram dan hati
    merasa sejuk, menerima takdir Allah dengan tulus dan sabar, ditambah akan
    menerima balasan di akhirat. Dua hal di atas jelas berbeda dan (setiap orang) tentu
    akan memilih yang lebih baik dan kekal.
    4. Merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an yang banyak menyebutkan tentang kehinaan dan
    kerendahan dunia serta kenikmatannya yang menipu (manusia). Dunia hanyalah tipu
    daya, permainaan dan kesia-siaan belaka. Allah mencela orang-orang yang
    mengutamakan kehidupan dunia yang fana ini daripada kehidupan akhirat,
    sebagaimana dalam firman-Nya,
    “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,
    maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Naaziat: 37-39)
    Dalam ayat yang lainnya Allah berfirman,
    “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan
    akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’laa: 16-17)
    Semua dalil-dalil, baik dari Al-Qur’an maupun as-Sunnah, mendorong seorang yang
    beriman untuk tidak terlalu bergantung kepada dunia dan lebih mengharapkan akhirat
    yang lebih baik dan lebih kekal.

    Zuhud yang Bermanfaat dan Sesuai Dengan Syariat
    Zuhud yang disyariatkan dan bermanfaat bagi orang yang menjalaninya adalah zuhud
    yang dicintai oleh Allah dan rasul-Nya, yaitu meninggalkan segala sesuatu yang tidak
    bermanfaat demi menggapai kehidupan akhirat. Adapun sesuatu yang memberi
    manfaat bagi kehidupan akhirat dan membantu untuk menggapainya, maka termasuk
    salah satu jenis ibadah dan ketaatan. Sehingga berpaling dari sesuatu yang bermanfaat
    merupakan kejahilan dan kesesatan sebagaimana sabda Nabi,
    “Carilah apa yang bermanfaat bagi dirimu dan mintalah pertolongan kepada Allah
    dan jangan lemah.” (HR. Muslim hadits no. 4816)
    Yang bermanfaat bagi seorang hamba adalah beribadah kepada Allah, menjalankan
    ketaatan kepada-Nya dan kepada rasul-Nya. Dan semua yang menghalangi hal ini
    adalah perkara yang mendatangkan kemudharatan dan tidak bermanfaat. Yang paling
    berguna bagi seorang hamba adalah mengikhlaskan seluruh amalnya karena Allah.
    Orang yang tidak memperhatikan segala yang dicintai dan dibenci oleh Allah dan
    rasul-Nya akan banyak menyia-nyiakan kewajiban dan jatuh ke dalam perkara yang
    diharamkan; meninggalkan sesuatu yang merupakan kebutuhannya seperti makan dan
    minum; memakan sesuatu yang dapat merusak akalnya sehingga tidak mampu
    menjalankan kewajiban; meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar; meningalkan jihad
    di jalan Allah karena dianggap mengganggu dan merugikan orang lain. Pada akhirnya, orang-orang kafir dan orang-orang jahat mampu menguasai negeri mereka
    dikarenakan meninggalkan jihad dan amar ma’ruf -tanpa ada maslahat yang nyata-.
    Allah berfirman,
    “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah,
    ‘Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari
    jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir
    penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah
    lebih besar (dosanya) daripada membunuh.’” (QS. Al-Baqarah: 217)
    Allah menjelaskan dalam ayat ini, walaupun membunuh jiwa itu merupakan
    keburukan, akan tetapi fitnah yang ditimbulkan oleh kekufuran, kezaliman dan
    berkuasanya mereka (orang-orang kafir) lebih berbahaya dari membunuh jiwa.
    Sehingga menghindari keburukan yang lebih besar dengan melakukan keburukan
    yang lebih ringan adalah lebih diutamakan. Seumpama orang yang tidak mau
    menyembelih hewan dengan dalih bahwa perbuatan tersebut termasuk aniaya terhadap
    hewan. Orang seperti ini adalah jahil, karena hewan tersebut pasti akan mati.
    Disembelihnya hewan tersebut untuk kepentingan manusia adalah lebih baik daripada
    mati tanpa mendatangkan manfaat bagi seorang pun. Manusia lebih sempurna dari
    hewan, dan suatu kebaikan tidak mungkin bisa sempurna untuk manusia kecuali
    dengan memanfaatkannya, baik untuk dimakan, dijadikan sebagai kendaraan atau
    yang lainya. Yang dilarang oleh Nabi adalah menyiksanya dan tidak menunaikan hak-
    haknya yang telah tetapkan oleh Allah.
    Nabi bersabda,
    “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik atas segala sesuatu, maka
    jikalau kalian membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kalian menyembelih maka
    sembelihlah dengan baik, hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan
    pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim hadits no. 3615)

    Zuhud yang Bid’ah dan Menyelisihi Syari’at
    Zuhud yang menyelisihi Sunnah tidak ada kebaikan sama sekali di dalamnya. Karena
    ia menganiaya hati dan membutakannya, membuat agama menjadi buruk dan hilang
    nilai-nilai kebaikannya yang diridhai oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya, menjauhkan
    manusia dari agama Allah, menghancurkan peradaban, dan memberi kesempatan bagi
    musuh-musuh Islam untuk menguasai mereka; merendahkan kemuliaan seseorang
    serta menjadikan seorang hamba menyembah kepada selain Allah. Berikut ini
    beberapa perkataan para penyeru zuhud yang menyelisihi petunjuk Nabi.
    Perkataan Junaid, salah seorang penyeru zuhud yang menyelisihi syariat, “Saya
    senang kalau seorang pemula dalam kezuhudan tidak menyibukkan diri dengan tiga
    perkara agar tidak berubah keadaannya, yaitu bekerja untuk mendapatkan rezeki,
    menuntut ilmu hadist, dan menikah. Dan lebih aku senangi jika seorang sufi tidak
    membaca dan menulis agar niatnya lebih terarah.” (Kitab Quatul-Qulub 3/135, kitab
    karya Junaid). Perkataan Abu Sulaiman ad-Darani, “Jika seseorang telah menuntut ilmu, pergi
    mencari rezeki atau menikah, maka dia telah bersandar kepada dunia.” (Kitab Al-
    Futuhat Al-Makiyah, 1/37).
    Padahal telah dimaklumi bahwa semua peradaban di dunia ini tidak mungkin tegak
    dan berkembang kecuali dengan tiga perkara, yaitu dengan bekerja, mencari ilmu, dan
    menikah demi meneruskan keturunan manusia. Rasulullah sendiri telah
    memerintahkan kita bekerja mencari rezeki sebagaimana dalam sabda beliau,
    “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada hasil kerja
    tangannya sendiri. Sesungguhnya nabi Allah, Dawud, makan dari hasil kerja
    tangannya.” (HR. Bukhari, III/8 hadits no. 1930)
    Dan Rasulullah telah memerintahkan umatnya untuk menikah. Beliau bersabda,
    “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mempunyai
    kemampuan (lahir dan batin) untuk menikah, maka hendaklah dia menikah.
    Sesungguhnya pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan menjaga
    kehormatan. Sedangkan untuk yang tidak mampu, hendaklah berpuasa karena puasa
    itu dapat menjaganya (yaitu benteng nafsu).” (HR. Bukhari, VI/117).
    Beliau juga memerintahkan kaum muslimin menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun
    dunia, sebagaimana sabdanya,
    “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim.” (Ibnu Majah hadits no. 220. Hadist
    Sahih, lihat Kitab Al-Jami’ As-Shahih no. 3808 karya Al-Bani)
    Wajib di sini adalah dalam menuntut ilmu agama. Adapun ilmu duniawi, tidak ada
    seorang pun yang berselisih tentang pentingnya ilmu tersebut, baik berupa ilmu
    kesehatan, ilmu perencanaan maupun ilmu lainnya yang manusia tidak mungkin
    terlepas darinya. Terpuruknya kaum muslimin ke dalam jurang kehinaan dan
    kemunduran pada masa sekarang ini tidak lain akibat kelalaian mereka dalam
    menuntut ilmu agama yang benar, merasa cukup dengan ilmu duniawi yang mereka
    ambil dari musuh-musuh mereka dalam berbagai macam aspek kehidupan, baik yang
    besar maupun yang kecil, banyak maupun sedikit, yang semuanya berujung kepada
    kebinasaan, hilangnya agama, akhlak, dan hal-hal utama lainnya.

    Khatimah
    Sebagai penutup tulisan ini, marilah kita lihat bagaimana kehidupan generasi pertama
    dan terbaik dari umat ini, generasi sahabat yang hidup di bawah naungan wahyu Ilahi
    dan didikan Nabi. Salah seorang tokoh generasi tabi’in, Imam al-Hasan al-Bashri
    berkata, “Aku telah menjumpai suatu kaum dan berteman dengan mereka. Tidaklah
    mereka itu merasa gembira karena sesuatu yang mereka dapatkan dari perkara
    dunia, juga tidak bersedih dengan hilangnya sesuatu itu. Dunia di mata mereka lebih
    hina daripada tanah. Salah seorang di antara mereka hidup satu atau dua tahun
    dengan baju yang tidak pernah terlipat, tidak pernah meletakkan panci di atas
    perapian, tidak pernah meletakkan sesuatu antara badan mereka dengan tanah (beralas) dan tidak pernah memerintahkan orang lain membuatkan makanan untuk
    mereka. Bila malam tiba, mereka berdiri di atas kaki mereka, meletakkan wajah-
    wajah mereka dalam sujud dengan air mata bercucuran di pipi-pipi mereka dan
    bermunajat kepada Allah agar melepaskan diri mereka dari perbudakan dunia.
    Ketika beramal kebaikan, mereka bersungguh-sungguh dengan memohon kepada
    Allah untuk menerimanya. Apabila berbuat keburukan, mereka bersedih dan
    bersegera meminta ampunan kepada Allah. Mereka senantiasa dalam keadaan
    demikian. Demi Allah, tidaklah mereka itu selamat dari dosa kecuali dengan
    ampunan Allah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada mereka.”
    Wallahu A’lam.
    Referensi:
    1. Qawaid wa Fawaid min Al-Arbaina An-Nawawiyah, karya Nazim Mohammad
    Sulthan ; cet. Ke-2. 1410; Dar-Alhijrah, Riyadh, KSA.
    2. Makarimul-Akhlaq, karya Syakhul-Islam Ibn Taimiyah ; cet. Ke-1. 1313 ; Dar-
    alkhair, Bairut, Libanon.
    3. Tazkiyatun-Nufus, karya Doktor Ahmad Farid ; Dar- Alqalam, Bairut,
    Libanon.
    4. Mukhtashar Minhajul-Qashidin, karya Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisy,
    Maktabah Dar Al-Bayan, Damsiq, Suria.
    (Diambil dari majalah Fatawa)

      Similar topics

      -

      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 6:22 am