Amanah
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Rasulullah saw. bersabda, "Laa iimaana liman laa amaanata lahu wala
diina liman laa 'ahda lahu"(Tidak ada iman orang yang tidak beramanat
dan tidak ada agama orang yang tidak ada berjanji).
Engkau wahai Rasulullah, bila engkau mengambil
janji, engkau akan memberikan janji itu. Semua janjimu adalah jaminan dipenuhi.
Bila engkau marah, kemarahanmu pun adalah kemarahan terhadap kebaikan, tanpa
dengki dan permusuhan.
Selawat dan salam semoga terlimpahkan kepada beliau, keluarga, dan para
sahabatnya yang telah didik di atas kelurusan, akhlak, dan prinsip-prinsip
Islam yang benar. Mereka tidak mengenal rasa dengki, iri, benci, permusuhan,
dan menumpahkan darah. Mereka tidak mengenal khamr, judi, dan riba. Namun, yang
mereka kenal adalah bagaimana membebaskan negara dan para hamba, bagaimana
menolong Islam dan mengangkat bendera keimanan. Sikap mereka tetap, tidak ada
kemnunafikan, perampasan, kezaliman, kesia-siaan, dan permainan. Inilah akidah,
inilah Islam, inilah Alquran. Mereka adalah kaum lelaki yang dididik dalam
hamparan Ar-Rahman bukan dalam tempat kesia-sian dan di pinggir pantai. Mereka
juga tidak dididk di ruangan yang di dalamnya bercampur antara laki-laki dan
perempuan ataupun tempat perkumpulan para pemuda. Namun, mereka didik di
rumah-rumah yang Allah mengizinkan di dalamnya disebut dan ditinggikan
nama-nama-Nya di pagi dan sore hari, yaitu masjid. Mereka adalah laki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingati Allah, mendirikan
salat, dan membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi goncang.
Ya Allah, hidupkanlah kami dalam keadaan muslim, matikanlah kami dalam keadaan
muslim pula, kumpulkanlah kami dalam keadaan mukmin, dan jadikanlah kami berada
di bawah bendera Rasulullah saw. , wahai Rab pemilik alam!
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Mungkin timbul pertanyaan, mengapa Rasulullah saw.
meninggalkan Ali tetap tinggal di tempat tidurnya? Mengapa beliau
meninggalkannya saat beliau hijrah ke Madinah? Mengapa pula Ali datang sedikit
terlambat ketika berhijrah ke Madinah? Jawaban atas semua pertanyaan itu adalah
karena Rasulullah saw. masih memiliki amanat dan titipan dari orang Quraisy,
penduduk Mekah. Mereka adalah orang musyrik kafir kepada Allah, tetapi mereka
tidak mendapatkan seorang pun yang dapat dipercaya di Mekah, kecuali Rasulullah
saw. seorang. Mereka terhadap Rasulullah saw. kafir, tetapi terhadap keamanahan
Rasulullah saw. mereka percaya. Karena itu, Rasulullah saw. tidak rela untuk
hijrah ke Madinah, sementara amanat masih ada di tanganya. Beliau kemudian
memerintahkan kepada Ali untuk sejenak berada di Mekah guna mengembalikan
amanat kepada pemiliknya.
Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya, "Kapankah kiamat itu
tiba? Kapankah bumi bergoncang dan gunung berserakan itu terjadi? Rasulullah
menjawab, "Bila
amanat telah lenyap, maka tunggulah datangnya kiamat."
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Ada empat hal yang bila empat hal itu terdapat dalam
diri kalian, janganlah kalian menghiraukan dunia yang hilang. Keempat hal itu
adalah menjaga amanat, berkata benar (jujur), berakhlak baik, dan kesucian
makanan.
Marilah kita sejenak merenungi firman Allah SWT yang
artinya, "Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh." (Al-Ahzab: 72).
Amanat adalah ketaatan kepada Allah. Hal ini sesuai dengan bunyi ayat
sebelumnya yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan, barang siapa menaati
Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
(Al-Ahzab:70--71).
Sesungguhnya keengganan gunung di atas bukanlah keenggaan untuk menyampaikan
amanat, tetapi keengganan di atas adalah keenngganan untuk memikul amanat.
Jadi, ada perbedaan antara melaksanakan amanat dengan memikul amanat.
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Pada hari kiamat kelak, orang yang menghianati
titipan akan datang menjumpai Allah, maka Allah berkata kepadanya,
"Tunaikan amanat itu kepada si fulan, sampaikan titipan yang ada padamu
itu kepada pemiliknya. Orang tersebut kemudian bertanya, "Dunia telah
hancur, semuanya telah lenyap, (lantas) di manakah barang titipan itu sekarang
berada? Allah berfiman kepada penjaga Jahannam, "Bawalah mereka ke sumur
ini. Maka, mereka pun kemudian dibawa ke sumur yang dimaksud. Lalu, dikatakan
kepada orang itu, "Lihatlah dasarnya." Orang itu lalu melihat ke
dasarnya dan mendapati barang titipan itu ada di dalamnya. Dikatakan kepada
orang itu, "Turunlah ke sumur itu dan sampaikan amanat kepada
pemiliknya." Ia pun kemudian dilempar dengan amanat itu selama 70 musim
rontok.
Semoga Allah merahmati seorang hamba yang bermurah hati dalam menjual, membeli,
melaksanakan, dan menuntut. Inilah akhlak Islam dan beginilah muamalah kaum
muslimin.
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Kami tidak ingin mengatakan bahwa amanat telah
hilang dari masyarakat kita, seperti halnya seseorang yang berkata, "Saya
mencari amanat dan aku temukan ia telah berada di dalam kain kafan. Saya pun
bertanya kepada masyarakat, di mankah amant itu, mereka menjawab, "Semoga
Allah membesarkan pahalamu di dalam amanah. Saya bertanya, di manakah amanat
itu? Ia menjawab, "Sesungguhnya amanat itu berada di pintu terakhir, saya
kemudian pergi untuk mengunjunginya, dan ternyata ia telah berada di atas kasur
kematian, saya pun melantukan syahadat untuknya. Saya kemudian mengira ia akan
berada di antara kita, tetapi ia berkata kepadaku, "Saya titipkan kalian
kepada Allah yang titipannya tidak akan hilang, sesungguhanya kita milik Allah
dan sesungguhnya kita akan kembali kepadanya."
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Marilah sejenak kita mendengarkan kisah dari Kufah,
yaitu kisah tentang Tsabit bin Ibrahim yang tengah berjalan-jalan di kota
Kufah. Dalam jalan-jalannya itu, ia kemudian melewati pohon apel dan mendapati
salah satu buahnya telah jatuh di luar pagar pohon. Ia kemudian memungut apel
itu dan memakannya. Ketika apel itu telah dimakan setengah, ia tersentak dan berkata,
"Apel ini bukan apelku, mengapa aku memakannya." Sisa apel yang
setengah itu masih ia pegang, kemudian ia pergi ke penjaga kebun dan berkata,
"Wahai hamba Allah, saya telah memakan setengah dari apel ini, maukah Anda
mendermakan apel yang telah saya makan itu? Penjaga kebun menjawab, "Saya
tidak berhak mendermakannya, karena ia bukan milikku." Lelaki tersebut
bertanya, "Lantas di manakah pemilik apel ini?" Ia menjawab, "Ia
berada lima mil dari sini."
Tsabit lalu pergi menuju pemilik apel, setelah sampai di depan rumahnya, ia
lalu mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Pemilik rumah menjawab salam dan
datang menghampirinya. Dengan rasa gelisah masih menyelimuti dirinya, ia
berkata, "Wahai hamba Allah, tahukah engkau mengapa saya datang kemari?"
Ia menjawab, "Tidak." Tsabit berkata, "Saya datang kepadamu agar
engkau mendermakan setengah buah apel milikmu yang terlanjur saya makan, dan
inilah setengah sisanya. Pemilik apel berkata, "Demi Allah, saya tidak
akan mendermakannya kepadamu, kecuali bila engkau menerima syarat dariku."
Tsabit bertanya, "Apa syarat itu wahai Abdullah?" Ia menjawab,
"Syaratnya adalah engkau menikahi anak gadisku." Tsabit berkata,
"Apakah ini dianggap sebagai syarat, engkau mendermakan apel itu dan saya
menikahi anakmu, tentu saja ini adalah karunia yang besar." Pemilik kebun
berkata, "Apabila engkau menikahinya, aku akan mendermakan apel itu.
Tsabit berkata, "Saya akan menikahinya." Pemilik kebun berkata,
"Biar aku tidak menipumu, maka aku beri tahukan kepadamu bahwa anak
gadisku ini adalah tuli: tidak mendengar, buta: tidak melihat, bisu: tidak
berbicara, dan lumpuh: tidak mampu berdiri. Laa
ilaaha illallah , tuli, buta, bisu, dan lumpuh. Tsabit lalu berkata,
"Aku akan menikahinya atas dasar mencari keberkahan Allah dan Rasul-Nya. Maka,
dilakukanlah akad dan berkatalah ayah gadis itu, "Bila engkau mau
datanglah setelah salat Isya untuk menemui isterimu." Maka, datanglah
Tsabit untuk menemui gadis yang buta, tuli, bisu, dan lumpuh itu. Ia merasa
seakan-akan dirinya akan memasuki medan peperangan. Manakala telah sampai di
depan kamarnya, ia mengucapkan salam dan ternyata gadis tersebut menjawab
salamnya, berdiri, dan menjabat tangannya. Tsabit merasa heran, lalu berkata,
"Apa ini? Mengapa ayahmu memberitahukan kepadaku tentangmu begini dan
begini? Gadis itu lalu bertanya, "Apa yang diberitahukan ayahku
kepadamu." Ia berkata, "Ayahmu memberitahukan kepadaku, bila kamu itu
buta." Ia menjawab, "Demi Allah, ayahku tidak dusta, saya memang
buta, saya tidak pernah melihat sesuatu yang dimurkai Allah. Ayahmu
memberitahukan kepadaku bahwa kamu tuli. Ia berkata, "Ayah saya benar,
demi Allah saya tidak mengucapkan kalimat yang dibenci Allah." Ayahmu
memberitahukan kepadaku bahwa kamu tuli. Ia berkata, "Ia benar, demi Allah
saya tidak mendengar, kecuali apa yang diridai Allah." Ia memberitahukan
kepadaku bahwa kamu lumpuh. Ia berkata, "Ya, karena saya tidak berjalan
dengan kakiku, kecuali kepada sesuatu yang diridai Allah, saya tidak berjalan
ke tempat yang dimurkai-Nya." Dan, manakala Tsabit melihat wajah perempuan
itu, ia mendapatinya bagaikan potongan bulan.
Beberapa saat setelah keduanya menikah, lahirlah seorang hamba yang takwa,
saleh, wara, dan khusyu kepada Allah. Seorang hamba yang mengisi dunia ini
dengan ilmu, ibadah, dan amal. Tahukah kalian--wahai kaum muslimin-- siapakah
hamba itu? Dia adalah Imam besar Abu Hanifah an-Nu'man, semoga Allah
meridainya.
Hari ini tidak ada wanita kita yang sebuta, setuli, sebisu, dan selumpuh wanita
itu. Oh, seandainya wanita kita seperti dia, niscaya para wanita itu akan
melebihi kaum lelakinya.
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Allah Tabaraka wa Taala berfirman, yang artinya, "Dan,
orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan
orang-orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di
dalamnya." (Al-Mukminuun: 8--11).
Berdoalah kalian kepada Allah dan yakinlah bahwa doa kalian akan
dikabulkan-Nya!
Wallahu a'alam.
Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi
Islam Indonesia
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Rasulullah saw. bersabda, "Laa iimaana liman laa amaanata lahu wala
diina liman laa 'ahda lahu"(Tidak ada iman orang yang tidak beramanat
dan tidak ada agama orang yang tidak ada berjanji).
Engkau wahai Rasulullah, bila engkau mengambil
janji, engkau akan memberikan janji itu. Semua janjimu adalah jaminan dipenuhi.
Bila engkau marah, kemarahanmu pun adalah kemarahan terhadap kebaikan, tanpa
dengki dan permusuhan.
Selawat dan salam semoga terlimpahkan kepada beliau, keluarga, dan para
sahabatnya yang telah didik di atas kelurusan, akhlak, dan prinsip-prinsip
Islam yang benar. Mereka tidak mengenal rasa dengki, iri, benci, permusuhan,
dan menumpahkan darah. Mereka tidak mengenal khamr, judi, dan riba. Namun, yang
mereka kenal adalah bagaimana membebaskan negara dan para hamba, bagaimana
menolong Islam dan mengangkat bendera keimanan. Sikap mereka tetap, tidak ada
kemnunafikan, perampasan, kezaliman, kesia-siaan, dan permainan. Inilah akidah,
inilah Islam, inilah Alquran. Mereka adalah kaum lelaki yang dididik dalam
hamparan Ar-Rahman bukan dalam tempat kesia-sian dan di pinggir pantai. Mereka
juga tidak dididk di ruangan yang di dalamnya bercampur antara laki-laki dan
perempuan ataupun tempat perkumpulan para pemuda. Namun, mereka didik di
rumah-rumah yang Allah mengizinkan di dalamnya disebut dan ditinggikan
nama-nama-Nya di pagi dan sore hari, yaitu masjid. Mereka adalah laki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingati Allah, mendirikan
salat, dan membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi goncang.
Ya Allah, hidupkanlah kami dalam keadaan muslim, matikanlah kami dalam keadaan
muslim pula, kumpulkanlah kami dalam keadaan mukmin, dan jadikanlah kami berada
di bawah bendera Rasulullah saw. , wahai Rab pemilik alam!
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Mungkin timbul pertanyaan, mengapa Rasulullah saw.
meninggalkan Ali tetap tinggal di tempat tidurnya? Mengapa beliau
meninggalkannya saat beliau hijrah ke Madinah? Mengapa pula Ali datang sedikit
terlambat ketika berhijrah ke Madinah? Jawaban atas semua pertanyaan itu adalah
karena Rasulullah saw. masih memiliki amanat dan titipan dari orang Quraisy,
penduduk Mekah. Mereka adalah orang musyrik kafir kepada Allah, tetapi mereka
tidak mendapatkan seorang pun yang dapat dipercaya di Mekah, kecuali Rasulullah
saw. seorang. Mereka terhadap Rasulullah saw. kafir, tetapi terhadap keamanahan
Rasulullah saw. mereka percaya. Karena itu, Rasulullah saw. tidak rela untuk
hijrah ke Madinah, sementara amanat masih ada di tanganya. Beliau kemudian
memerintahkan kepada Ali untuk sejenak berada di Mekah guna mengembalikan
amanat kepada pemiliknya.
Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya, "Kapankah kiamat itu
tiba? Kapankah bumi bergoncang dan gunung berserakan itu terjadi? Rasulullah
menjawab, "Bila
amanat telah lenyap, maka tunggulah datangnya kiamat."
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Ada empat hal yang bila empat hal itu terdapat dalam
diri kalian, janganlah kalian menghiraukan dunia yang hilang. Keempat hal itu
adalah menjaga amanat, berkata benar (jujur), berakhlak baik, dan kesucian
makanan.
Marilah kita sejenak merenungi firman Allah SWT yang
artinya, "Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh." (Al-Ahzab: 72).
Amanat adalah ketaatan kepada Allah. Hal ini sesuai dengan bunyi ayat
sebelumnya yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan, barang siapa menaati
Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
(Al-Ahzab:70--71).
Sesungguhnya keengganan gunung di atas bukanlah keenggaan untuk menyampaikan
amanat, tetapi keengganan di atas adalah keenngganan untuk memikul amanat.
Jadi, ada perbedaan antara melaksanakan amanat dengan memikul amanat.
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Pada hari kiamat kelak, orang yang menghianati
titipan akan datang menjumpai Allah, maka Allah berkata kepadanya,
"Tunaikan amanat itu kepada si fulan, sampaikan titipan yang ada padamu
itu kepada pemiliknya. Orang tersebut kemudian bertanya, "Dunia telah
hancur, semuanya telah lenyap, (lantas) di manakah barang titipan itu sekarang
berada? Allah berfiman kepada penjaga Jahannam, "Bawalah mereka ke sumur
ini. Maka, mereka pun kemudian dibawa ke sumur yang dimaksud. Lalu, dikatakan
kepada orang itu, "Lihatlah dasarnya." Orang itu lalu melihat ke
dasarnya dan mendapati barang titipan itu ada di dalamnya. Dikatakan kepada
orang itu, "Turunlah ke sumur itu dan sampaikan amanat kepada
pemiliknya." Ia pun kemudian dilempar dengan amanat itu selama 70 musim
rontok.
Semoga Allah merahmati seorang hamba yang bermurah hati dalam menjual, membeli,
melaksanakan, dan menuntut. Inilah akhlak Islam dan beginilah muamalah kaum
muslimin.
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Kami tidak ingin mengatakan bahwa amanat telah
hilang dari masyarakat kita, seperti halnya seseorang yang berkata, "Saya
mencari amanat dan aku temukan ia telah berada di dalam kain kafan. Saya pun
bertanya kepada masyarakat, di mankah amant itu, mereka menjawab, "Semoga
Allah membesarkan pahalamu di dalam amanah. Saya bertanya, di manakah amanat
itu? Ia menjawab, "Sesungguhnya amanat itu berada di pintu terakhir, saya
kemudian pergi untuk mengunjunginya, dan ternyata ia telah berada di atas kasur
kematian, saya pun melantukan syahadat untuknya. Saya kemudian mengira ia akan
berada di antara kita, tetapi ia berkata kepadaku, "Saya titipkan kalian
kepada Allah yang titipannya tidak akan hilang, sesungguhanya kita milik Allah
dan sesungguhnya kita akan kembali kepadanya."
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Marilah sejenak kita mendengarkan kisah dari Kufah,
yaitu kisah tentang Tsabit bin Ibrahim yang tengah berjalan-jalan di kota
Kufah. Dalam jalan-jalannya itu, ia kemudian melewati pohon apel dan mendapati
salah satu buahnya telah jatuh di luar pagar pohon. Ia kemudian memungut apel
itu dan memakannya. Ketika apel itu telah dimakan setengah, ia tersentak dan berkata,
"Apel ini bukan apelku, mengapa aku memakannya." Sisa apel yang
setengah itu masih ia pegang, kemudian ia pergi ke penjaga kebun dan berkata,
"Wahai hamba Allah, saya telah memakan setengah dari apel ini, maukah Anda
mendermakan apel yang telah saya makan itu? Penjaga kebun menjawab, "Saya
tidak berhak mendermakannya, karena ia bukan milikku." Lelaki tersebut
bertanya, "Lantas di manakah pemilik apel ini?" Ia menjawab, "Ia
berada lima mil dari sini."
Tsabit lalu pergi menuju pemilik apel, setelah sampai di depan rumahnya, ia
lalu mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Pemilik rumah menjawab salam dan
datang menghampirinya. Dengan rasa gelisah masih menyelimuti dirinya, ia
berkata, "Wahai hamba Allah, tahukah engkau mengapa saya datang kemari?"
Ia menjawab, "Tidak." Tsabit berkata, "Saya datang kepadamu agar
engkau mendermakan setengah buah apel milikmu yang terlanjur saya makan, dan
inilah setengah sisanya. Pemilik apel berkata, "Demi Allah, saya tidak
akan mendermakannya kepadamu, kecuali bila engkau menerima syarat dariku."
Tsabit bertanya, "Apa syarat itu wahai Abdullah?" Ia menjawab,
"Syaratnya adalah engkau menikahi anak gadisku." Tsabit berkata,
"Apakah ini dianggap sebagai syarat, engkau mendermakan apel itu dan saya
menikahi anakmu, tentu saja ini adalah karunia yang besar." Pemilik kebun
berkata, "Apabila engkau menikahinya, aku akan mendermakan apel itu.
Tsabit berkata, "Saya akan menikahinya." Pemilik kebun berkata,
"Biar aku tidak menipumu, maka aku beri tahukan kepadamu bahwa anak
gadisku ini adalah tuli: tidak mendengar, buta: tidak melihat, bisu: tidak
berbicara, dan lumpuh: tidak mampu berdiri. Laa
ilaaha illallah , tuli, buta, bisu, dan lumpuh. Tsabit lalu berkata,
"Aku akan menikahinya atas dasar mencari keberkahan Allah dan Rasul-Nya. Maka,
dilakukanlah akad dan berkatalah ayah gadis itu, "Bila engkau mau
datanglah setelah salat Isya untuk menemui isterimu." Maka, datanglah
Tsabit untuk menemui gadis yang buta, tuli, bisu, dan lumpuh itu. Ia merasa
seakan-akan dirinya akan memasuki medan peperangan. Manakala telah sampai di
depan kamarnya, ia mengucapkan salam dan ternyata gadis tersebut menjawab
salamnya, berdiri, dan menjabat tangannya. Tsabit merasa heran, lalu berkata,
"Apa ini? Mengapa ayahmu memberitahukan kepadaku tentangmu begini dan
begini? Gadis itu lalu bertanya, "Apa yang diberitahukan ayahku
kepadamu." Ia berkata, "Ayahmu memberitahukan kepadaku, bila kamu itu
buta." Ia menjawab, "Demi Allah, ayahku tidak dusta, saya memang
buta, saya tidak pernah melihat sesuatu yang dimurkai Allah. Ayahmu
memberitahukan kepadaku bahwa kamu tuli. Ia berkata, "Ayah saya benar,
demi Allah saya tidak mengucapkan kalimat yang dibenci Allah." Ayahmu
memberitahukan kepadaku bahwa kamu tuli. Ia berkata, "Ia benar, demi Allah
saya tidak mendengar, kecuali apa yang diridai Allah." Ia memberitahukan
kepadaku bahwa kamu lumpuh. Ia berkata, "Ya, karena saya tidak berjalan
dengan kakiku, kecuali kepada sesuatu yang diridai Allah, saya tidak berjalan
ke tempat yang dimurkai-Nya." Dan, manakala Tsabit melihat wajah perempuan
itu, ia mendapatinya bagaikan potongan bulan.
Beberapa saat setelah keduanya menikah, lahirlah seorang hamba yang takwa,
saleh, wara, dan khusyu kepada Allah. Seorang hamba yang mengisi dunia ini
dengan ilmu, ibadah, dan amal. Tahukah kalian--wahai kaum muslimin-- siapakah
hamba itu? Dia adalah Imam besar Abu Hanifah an-Nu'man, semoga Allah
meridainya.
Hari ini tidak ada wanita kita yang sebuta, setuli, sebisu, dan selumpuh wanita
itu. Oh, seandainya wanita kita seperti dia, niscaya para wanita itu akan
melebihi kaum lelakinya.
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Allah Tabaraka wa Taala berfirman, yang artinya, "Dan,
orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan
orang-orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di
dalamnya." (Al-Mukminuun: 8--11).
Berdoalah kalian kepada Allah dan yakinlah bahwa doa kalian akan
dikabulkan-Nya!
Wallahu a'alam.
Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi
Islam Indonesia
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as