Kebijakan (Me) Rakyat
Negara kesejahteraan (wefare state), faham berbangsa yang terasa masih
telanjang. Adalah gotong-royong spirit tulen
Indonesia dalam berbangsa ditengah nasionalisme kebhinekaan (plular
nationalism) atau kini bersama kita (bersama kita bisa ala Sby). Akankah nilai
tersebut menjadi modal pembangunan sosial dan ekonomi gotong-royong diantara
perseteruan kepentingan bangsa (nation interes) dan kepentingan diri/kelompok
(private/group interes) dalam ekonomi.
Sekadar mengingat kembali konstitusi yang
digagas para founding father, Pasal 33 dan Pasal 34, UUD 1945 dengan gamblangnya memuat flatform “kesejahteraan
social”. Sistem ekonomi gotong-royong/demokrasi ekonomi --ekonomi yang dilaksanakan secara
gotong-royong untuk kepentingan bersama (koperasi)-- dan sistem pembangunan social –-jaminan pemenuhan
kebutuhan dasar dan hak warga negara-- menjadi pilihan Indonesia dalam
mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state), DR. Suharto (2005)
merumuskan sejatinya Indonesia merupakan berfaham negara kesejahteraan (welfare
state) dengan model negara kesejahteraan partisipatif (partisipatory
welfare state).
Antara
Penegakan dan Korupsi
Prioritas tahun 2006 pemerintahan
Sby-Kalla adalah wajib belajar 9 tahun dan 20% anggaran untuk pendidikan, bebas
biaya pendidikan untuk keluarga miskin dan tidak mampu, melebarkan lapangan
kerja (kompas 20/10/2005). Tujuan
kebijakan yang saya piker cerdas, sangat berjiwa kerakyatan sebagaimana spicker
berteori bahwa negara kesejahteraan (welfare state) merupakan sistem
kesejahteraan social (social welfare system) , dimana peran terpenting
negara (pemerintah) mengalokasikan dan mendistribusikan dana publik untuk
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) rakyat.
Kesejahteraan
social dapat tercapai melalui penegakan kebijakan
(policy) negara guna memenuhi
pelayanan kebutuhan dan hak dasar rakyat. Toh penegakan kebijakan selama 15
bulan pemerintahan hasil pilihan langsung dan demokratis ini terlihat lemah.
Bayangkan, sector ekonomi dan kesejahteraan
social merupakan bidang yang paling rendah dirasakan perbaikannya oleh rakyat (Kompas/23/01/06). Kenaikan
BBM tanggal 1 oktober 2005 menjadi
pukulan telak yang menyakitkan wong cilik untuk mampu bertahan dan mencukupi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mereka yang tidak diuntungkan (disadvantaged)
dari kebijkan itu adalah kaum marhaen buruh, marhaen tani, penganggur serta
kelompok usaha kecil yang tergolong
miskin yang juga berperan berperan penting dalam perekonomian nasional. Kebijakan yang dirasa
pahit buat pemerintah ternyata lebih pahit dirasakan rakyat. Secara
kuantitatif, keluarga miskin yang jumlahnya
15 juta lebih, berarti kaum du’afa dan fakir miskin (kaum
musthadh’afin) berjumlah 60 juta jiwa yang semula tidak beruntung (disadvantaged)
dipersepsikan menjadi kaum yang
beruntung (advantaged) dengan menerima Bantuan Langsung Tunai pasca
naiknya BBM..
Kejahatan kebijakan terselubung (Hiddens
Crime Policy) yang jadi branded
kebijakan ala orba menjadi problem krusial bangsa yang tak terjawab ditengah
polemik arah kebijakan pemerintah. Kebijakan yang menumbalkan kelompok marginal
(mustadh’afin), menyisakan pemiskinan dan pengangguran, yang dengan
mudah kita dapati di negeri ini. Kejahatan kebijakan (crime policy) negara tak lain adalah
bentuk ancaman dehumanisasi terhadap masyarakat sipil (civil society). Jeratan liberalisasi pasar yang selalu menghantui
setiap kebijakan pemerintah sebagaimana halnya kenaikan BBM, rencana impor
beras, gula, kenaikan Tarif Dasar Listrik
dan entah apalagi.
Deviasi kebijakan bukan terletak pada tidak
populisnya pilihan, adalah pada keuntungan kebijakan (safety policy),
liberalisasi kebijakan yang “menguntungkan
diri” sector privat yang tidak lain adalah pasar dan kelompok kepentingan
yang bernafsu meraup dan menguasai sumber negara (state resource). Sebuah langkah yang tidak mengurangi
kemiskinan, pengangguran, apalagi hutang
koruptor yang dibebankan pada rakyat.
Tidak bukan adalah gawat korupsi ditingkat kebijakan yang sungguh
mengancam kehidupan. berbangsa. Kebijakan merupakan dasar negara memberi
jaminan dan pelayanan bagi rakyat, disitulah terbuka kesempatan melakukan
korupsi dan kejahatan yang berarti
kebijakan anti rakyat menjadi alat sah mendzolimi hak rakyat. Hal yang
mengakibatkan wong cilik tidak bersekolah, kekurangan gizi, kelaparan,
ditengah kondisi kemiskinan dan
pengangguran yang terus berangsur membengkak, seperti bengkaknya perut rakyat
yang mengalami busung lapar.
Modal
Kerakyatan
Mendambakan negara kesejahteraan partisipatoris bagi bangsa yang pernah
besar bukanlah hal utopis. Memang kekecewaan dan dipersalahkannya pancasila
serasa bangsa ini kehilangan identitas dan kebanggaan. Sulit membedakan pancasila dengan kegagalan dan korupsi
kebijakan orde baru dengan pembangunanisme yang orientasinya terarah pada
kemajuan ekonomi yang tidak lain adalah materi dan finansial sebagai
tujuan terpenting. Pada sisi lain akhirnya kita memandang miring pancasila yang dijadikan jargon sacral tertulis dan
symbol penjaga nilai yang tiada tanding.
Budaya
unggul adalah modal social rakyat itu sendiri, modal yang kini telah habis
terampas oleh negara. Kebijakan gotong-royong merupakan modal yang harus
kembali menjadi milik rakyat guna mewujudkan negara kesejahteraan yang
partisipatif. Gotong royong (kalau kita
tidak malu mengakuinya) merupakan kehidupan dalam kebersamaan (dalam bersama
kita bisa), dan kekitaan (meminjam istilah emil salim) untuk menunjukan
intregitas kebangsaaan kita sebagai bangsa berdaulat dan beradab. Sebaik-baiknya kebijakan selagi menjadi
dominasi negara (pemerintah) tanpa adanya rembugan dan mewadahi kepentingan rakyat banyak (stake holders) akan mengingkari spirit
demokrasi, transparansi dan Civil
Society.
Kesejahteraan rakyat tidak sebatas fenomena
ekonomi belaka yang diukur dari materi dan finansial, butuh proses reorganisasi
dan reorientasi terhadap kebijakan pembangunan demokrasi ekonomi yang pro
kerakyatan dan kebijakan pembangunan social yang berlandaskan gotong-royong (kebersamaan)dan
kekitaan kita. Ayo perjuangkan
kesejahteraan, klo nggak
kita, siapa lagi?
Negara kesejahteraan (wefare state), faham berbangsa yang terasa masih
telanjang. Adalah gotong-royong spirit tulen
Indonesia dalam berbangsa ditengah nasionalisme kebhinekaan (plular
nationalism) atau kini bersama kita (bersama kita bisa ala Sby). Akankah nilai
tersebut menjadi modal pembangunan sosial dan ekonomi gotong-royong diantara
perseteruan kepentingan bangsa (nation interes) dan kepentingan diri/kelompok
(private/group interes) dalam ekonomi.
Sekadar mengingat kembali konstitusi yang
digagas para founding father, Pasal 33 dan Pasal 34, UUD 1945 dengan gamblangnya memuat flatform “kesejahteraan
social”. Sistem ekonomi gotong-royong/demokrasi ekonomi --ekonomi yang dilaksanakan secara
gotong-royong untuk kepentingan bersama (koperasi)-- dan sistem pembangunan social –-jaminan pemenuhan
kebutuhan dasar dan hak warga negara-- menjadi pilihan Indonesia dalam
mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state), DR. Suharto (2005)
merumuskan sejatinya Indonesia merupakan berfaham negara kesejahteraan (welfare
state) dengan model negara kesejahteraan partisipatif (partisipatory
welfare state).
Antara
Penegakan dan Korupsi
Prioritas tahun 2006 pemerintahan
Sby-Kalla adalah wajib belajar 9 tahun dan 20% anggaran untuk pendidikan, bebas
biaya pendidikan untuk keluarga miskin dan tidak mampu, melebarkan lapangan
kerja (kompas 20/10/2005). Tujuan
kebijakan yang saya piker cerdas, sangat berjiwa kerakyatan sebagaimana spicker
berteori bahwa negara kesejahteraan (welfare state) merupakan sistem
kesejahteraan social (social welfare system) , dimana peran terpenting
negara (pemerintah) mengalokasikan dan mendistribusikan dana publik untuk
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) rakyat.
Kesejahteraan
social dapat tercapai melalui penegakan kebijakan
(policy) negara guna memenuhi
pelayanan kebutuhan dan hak dasar rakyat. Toh penegakan kebijakan selama 15
bulan pemerintahan hasil pilihan langsung dan demokratis ini terlihat lemah.
Bayangkan, sector ekonomi dan kesejahteraan
social merupakan bidang yang paling rendah dirasakan perbaikannya oleh rakyat (Kompas/23/01/06). Kenaikan
BBM tanggal 1 oktober 2005 menjadi
pukulan telak yang menyakitkan wong cilik untuk mampu bertahan dan mencukupi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mereka yang tidak diuntungkan (disadvantaged)
dari kebijkan itu adalah kaum marhaen buruh, marhaen tani, penganggur serta
kelompok usaha kecil yang tergolong
miskin yang juga berperan berperan penting dalam perekonomian nasional. Kebijakan yang dirasa
pahit buat pemerintah ternyata lebih pahit dirasakan rakyat. Secara
kuantitatif, keluarga miskin yang jumlahnya
15 juta lebih, berarti kaum du’afa dan fakir miskin (kaum
musthadh’afin) berjumlah 60 juta jiwa yang semula tidak beruntung (disadvantaged)
dipersepsikan menjadi kaum yang
beruntung (advantaged) dengan menerima Bantuan Langsung Tunai pasca
naiknya BBM..
Kejahatan kebijakan terselubung (Hiddens
Crime Policy) yang jadi branded
kebijakan ala orba menjadi problem krusial bangsa yang tak terjawab ditengah
polemik arah kebijakan pemerintah. Kebijakan yang menumbalkan kelompok marginal
(mustadh’afin), menyisakan pemiskinan dan pengangguran, yang dengan
mudah kita dapati di negeri ini. Kejahatan kebijakan (crime policy) negara tak lain adalah
bentuk ancaman dehumanisasi terhadap masyarakat sipil (civil society). Jeratan liberalisasi pasar yang selalu menghantui
setiap kebijakan pemerintah sebagaimana halnya kenaikan BBM, rencana impor
beras, gula, kenaikan Tarif Dasar Listrik
dan entah apalagi.
Deviasi kebijakan bukan terletak pada tidak
populisnya pilihan, adalah pada keuntungan kebijakan (safety policy),
liberalisasi kebijakan yang “menguntungkan
diri” sector privat yang tidak lain adalah pasar dan kelompok kepentingan
yang bernafsu meraup dan menguasai sumber negara (state resource). Sebuah langkah yang tidak mengurangi
kemiskinan, pengangguran, apalagi hutang
koruptor yang dibebankan pada rakyat.
Tidak bukan adalah gawat korupsi ditingkat kebijakan yang sungguh
mengancam kehidupan. berbangsa. Kebijakan merupakan dasar negara memberi
jaminan dan pelayanan bagi rakyat, disitulah terbuka kesempatan melakukan
korupsi dan kejahatan yang berarti
kebijakan anti rakyat menjadi alat sah mendzolimi hak rakyat. Hal yang
mengakibatkan wong cilik tidak bersekolah, kekurangan gizi, kelaparan,
ditengah kondisi kemiskinan dan
pengangguran yang terus berangsur membengkak, seperti bengkaknya perut rakyat
yang mengalami busung lapar.
Modal
Kerakyatan
Mendambakan negara kesejahteraan partisipatoris bagi bangsa yang pernah
besar bukanlah hal utopis. Memang kekecewaan dan dipersalahkannya pancasila
serasa bangsa ini kehilangan identitas dan kebanggaan. Sulit membedakan pancasila dengan kegagalan dan korupsi
kebijakan orde baru dengan pembangunanisme yang orientasinya terarah pada
kemajuan ekonomi yang tidak lain adalah materi dan finansial sebagai
tujuan terpenting. Pada sisi lain akhirnya kita memandang miring pancasila yang dijadikan jargon sacral tertulis dan
symbol penjaga nilai yang tiada tanding.
Budaya
unggul adalah modal social rakyat itu sendiri, modal yang kini telah habis
terampas oleh negara. Kebijakan gotong-royong merupakan modal yang harus
kembali menjadi milik rakyat guna mewujudkan negara kesejahteraan yang
partisipatif. Gotong royong (kalau kita
tidak malu mengakuinya) merupakan kehidupan dalam kebersamaan (dalam bersama
kita bisa), dan kekitaan (meminjam istilah emil salim) untuk menunjukan
intregitas kebangsaaan kita sebagai bangsa berdaulat dan beradab. Sebaik-baiknya kebijakan selagi menjadi
dominasi negara (pemerintah) tanpa adanya rembugan dan mewadahi kepentingan rakyat banyak (stake holders) akan mengingkari spirit
demokrasi, transparansi dan Civil
Society.
Kesejahteraan rakyat tidak sebatas fenomena
ekonomi belaka yang diukur dari materi dan finansial, butuh proses reorganisasi
dan reorientasi terhadap kebijakan pembangunan demokrasi ekonomi yang pro
kerakyatan dan kebijakan pembangunan social yang berlandaskan gotong-royong (kebersamaan)dan
kekitaan kita. Ayo perjuangkan
kesejahteraan, klo nggak
kita, siapa lagi?
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as