Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    metode dan analisis terhadap pemberitaan

    ratri
    ratri
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 281
    Join date : 01.04.10
    Age : 36
    Lokasi : di hati si admin

    metode dan analisis terhadap pemberitaan Empty metode dan analisis terhadap pemberitaan

    Post by ratri Fri Jun 18, 2010 9:00 pm

    Metode dan Analisis terhadap Pemberitaan

    Oleh Ashadi Siregar
    Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan
    dan Penerbitan Yogyakarta-LP3Y



    (1)
    Hubungan sosiologis institusi dan publiknya dalam bingkai etik pada hakekatnya
    bertujuan untuk membangun kredibilitas dan keterhormatan. Inilah raison
    d\\\\\\'etre
    dari keberadaan suatu ombudsman. Fungsi utama ombudsman
    adalah untuk menghadapi persoalan yang muncul dari kekecewaan publik atas
    kinerja suatu institusi. Untuk tujuan jangka pendek adalah mencari jalan yang
    memuaskan bagi publik dan institusi tersebut. Tujuan jangka panjangnya adalah
    mengusahakan shared values atas dasar rasionalitas dan akal sehat
    dalam setiap hubungan sosiologis. Implikasinya adalah menghadirkan institusi secara
    terhormat di tengah publiknya. Lewat upaya obyektif untuk melihat suatu
    persoalan, maka keberadaan institusi di tengah publiknya akan lebih kredibel,
    sebab publik yakin bahwa institusi "yang didukungnya tidak mengecewakannya
    sebab memperhatikan hak-haknya.

    Ketidak-puasan publik atas kinerja dan output institusi pada
    tahap awal diwujudkan dengan keluhan atau pengaduan (complaint)
    terhadap institusi dalam konteks hubungan sosiologis pada bingkai etik. Jika
    publik tidak menempuh jalan ini, tetapi langsung mengajukan somasi (teguran
    dalam bingkai hukum), menunjukkan bahwa kaidah etik profesi tidak diakui atau
    tidak dikenal oleh publik. Dengan kata lain, kaidah etik yang dianut oleh
    profesi pengelola institusi tidak berfungsi sebagai acuan nilai bersama (shared
    values
    ) dengan publik.

    Keberadaan media pers dalam platform kebebasan pers,
    dengan begitu kehadirannya perlu dilihat dengan perspektif hak asasi manusia
    (HAM). Bahwa pers dihadirkan bukan untuk jurnalis, juga bukan untuk kekuasaan
    kekuatan modal (internal dan eksternal) yang menghidupi perusahaan pers, atau
    juga bukan untuk kekuasaan (negara dan kekuatan politik) yang melingkupinya.
    Maka kebebasan pers (freedom of the press) dihayati bukan sebagai hak
    pengelola media pers dan jurnalis, dan juga bukan hak penguasa (ekonomi dan
    politik) untuk menjadikannya sebagai alat untuk menguasai alam pikiran
    masyarakat.

    Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia,
    yaitu hak manusia untuk membentuk pendapatnya secara bebas. (lihat Deklarasi
    Universal Hak Asasi Manusia Pasal 19 dan Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik
    Pasal 19). Istilah kebebasan pers sebenarnya nama generik untuk seluruh hak
    bersifat asasi warga masyarakat, berupa hak untuk memperoleh informasi (right
    to know
    ) yang diperlukan dalam membentuk dan membangun secara bebas
    pemikiran dan pendapatnya di satu pihak, dan hak untuk menyatakan pikiran dan
    pendapat di pihak lain (right to speech). Makna ini berkaitan dengan
    tersedianya informasi secara bebas, baik informasi sosial maupun estetis di tengah
    masyarakat. Dan kiranya kegiatan ini menjadi penyangga bagi terbangun dan
    terpeliharanya peradaban manusia. Media pers dan jurnalis hanya salah satu di
    antara sekian banyak pelaksana bagi kedua hak asasi ini.

    (2)
    Gangguan terhadap kebebasan pers, merupakan urusan setiap pihak, manakala right
    to know
    dan right to express di lingkungan masyarakatnya
    terhalang akibat tekanan kekuasaan. Dari sini dapat diterima pandangan bahwa
    yang perlu dijaga dan didukung bukanlah media pers dan jurnalisnya, melainkan kebebasan
    pers. Soalnya, pers dan jurnalis dapat terjerumus menjadi bagian dari
    "kejahatan" kekuasaan. Sedangkan gangguan terhadap kebebasan pers ini
    kerusakannya tidak hanya dilihat pada lingkungan suatu masyarakat, tetapi lebih
    jauh dapat merugikan pada tataran peradaban.

    Dari sini dapat dibayangkan pentingnya upaya menjaga kebebasan
    pers. "Musuh" yang mengancam kebebasan pers, pertama bersifat
    internal yaitu jurnalis dan pengelola media pers, berupa penyalah-gunaan media
    pers demi kepentingan-kepentingan pragmatis sendiri. Kedua bersifat eksternal
    yaitu kekuasaan (negara dan modal) yang berpretensi menggunakan media pers
    untuk kepentingan sendiri, sehingga media pers bukan sebagai forum bebas bagi
    kebenaran, tetapi hanya menjadi alat untuk merekayasa masyarakat.

    Upaya menjaga dan mengembangkan kebebasan pers ditempuh
    melalui sikap kritis dalam menghadapi keluaran media massa di tengah masyarakat
    di satu pihak, dan memberikan perhatian dan perlindungan bagi jurnalis yang
    menjalankan jurnalisme dalam pers bebas (free press) pada pihak lain.
    Kegiatan ini terdiri atas 2 kelompok besar, pertama berupa langkah pemantauan
    terhadap tampilan media massa (media watch). Dan kedua, perlindungan
    terhadap jurnalis (protect for journalist) dalam menjalankan tugas
    jurnalisme dalam standar profesional.

    (3)
    Pemantauan media biasanya dilakukan dalam tiga tingkat, yaitu oleh dan dari
    media sendiri, oleh lembaga profesi dan oleh masyarakat. Pengawasan oleh media
    sendiri biasanya dilakukan di lingkungan media besar, dengan mengadakan lembaga
    ombudsman yang menjalankan fungsi meneliti setiap penyimpangan yang dilakukan
    oleh pekerja profesional di media bersangkutan. Anggota ombudsman ini adalah
    person yang diminta secara khusus oleh media untuk memeriksa hasil kerja dan
    sekaligus prosedur kerja dari pekerja profesional, jika terjadi komplain atau
    protes dari warga masyarakat mengenai isi/muatan media.

    Yang kedua, instansi yang melakukan pengawasan dari organisasi
    profesi dimana pekerja profesional bergabung. Juga melakukan pengujian atas
    hasil kerja dan prosedur kerja dari anggotanya yang menjadi pekerja profesional
    di suatu media, atas permintaan media manakala ada komplain atau protes warga
    masyarakat atas hasil kerja dari yang bersangkutan. Dengan kata lain, media
    meminta organisasi profesi memeriksa anggotanya yang merugikan warga
    masyarakat.

    Yang ketiga, dilakukan oleh lembaga/institusi dalam masyarakat
    yang melakukan pengamatan terus menerus atas isi/muatan media untuk menjaga hak
    warga masyarakat. Pengamatan ini dilakukan terus-menerus, ada atau tidak ada
    komplain atau protes masyarakat. Berbeda dengan ombudsman bagi media ataupun
    organisasi profesi, institusi media watch dari masyarakat ini tidak
    perlu meneliti standar prosedur kerja dari pekerja profesional. Pengawasan
    dapat dilakukan dengan konsentrasi sepenuhnya atas informasi yang muncul di
    media. Pemeriksaan atas standar prosedur kerja tidak perlu dijalankan, karena
    institusi media watch masyarakat tidak mengeluarkan sanksi, berbeda halnya
    dengan ombudsman dan organisasi profesi yang dalam setiap pengawasannya harus
    mengeluarkan rekomendasi berupa sanksi atau pembebasan.

    Keberadaan lembaga pemantau media sebagai bagian dalam upaya
    menjaga kebebasan pers. Dengan hadirnya media watch, diperlukan juga
    adanya kesadaran dari dalam pengelola media ataupun pengamat media untuk terus
    menerus mencermati/melihat (to watch) fungsi sosial media di
    masyarakat dan jika ditemukan hal-hal yang berisi kegagalan pers menjalankan
    fungsi sosialnya maka selayaknya lembaga media watch ini dapat memberi
    solusi terbaik. Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers menyatakan
    keberadaan lembaga media watch (Pasal 17):
    1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan
    kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.

    2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
    berupa :
    a) memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan
    kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
    b) menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan
    meningkatkan kualitas pers nasional.

    Untuk melaksanakan program media watch tersebut
    diperlukan adanya penguasaan pengetahuan teoritik konseptual dan metodologi
    penelitian analisis isi bagi para media analyst (analis media) dan pelaksana
    monitoring (surveyor), terutama dalam menyusun dan mengaplikasikan instrumen
    monitoring.

    (4)
    Kompetensi penelitian (analisis) isi media (content analysis media)
    dengan menggunakan metode kuantitatif yang bertumpu kepada instrumen
    penelitian. Pilihan metodologi ini dengan pertimbangan bahwa penelitian semacam
    ini dapat dikerjakan oleh tim, dengan kapasitas personel yang disiapkan secara
    khusus untuk tujuan penelitian spesifik. Ini perlu dibedakan dari penelitian
    dengan metodologi kualitatif, semacam metode "grounded" (untuk
    penelitian sosial) dan analisis wacana (untuk penelitian isi media), yang hanya
    dapat dikerjakan oleh peneliti senior karena sangat bertumpu kepada kapasitas
    personal dari peneliti.

    Analisis isi (content analysis) adalah teknik
    penelitian untuk memaparkan isi yang dinyatakan (manifest) secara
    objektif, sistematik, dan kuantitatif, dengan mempertalikan pada makna
    kontekstual. Isi yang manifes sebagai obyek kajian dalam analisis isi,
    sementara isi bersifat implisit hanya dapat dianalisis jika telah ditetapkan
    lebih dulu melalui unit yang bersifat kontekstual atas obyek kajian untuk
    menangkap pesan yang bersifat tersirat tersebut.

    Kajian isi media disebut obyektif jika ketentuan-ketentuan
    dalam instrumen yang digunakan dirumuskan dengan kriteria yang dapat menghindari
    multi interpretasi, sehingga pengkaji berbeda dengan menjalankan instrumen yang
    sama atas obyek yang sama akan memperoleh data dan kesimpulan yang sama, dengan
    derajat eror yang rendah. Dengan kata lain, melalui kriteria kerja,
    interpretasi subyektif dari person-person yang berbeda dapat menghasilkan hal
    yang sama. Sedangkan pengertian sistematik merupakan seleksi dan analisis data
    didasarkan pada langkah-langkah yang terencana dan tidak bias. Sementara unsur
    kuantitatif yang menjadi ciri kajian analisis isi terlihat dari hasilnya yang
    diwujudkan dalam angka, dapat berupa distribusi frekuensi, tabel kontingensi,
    koefisien korelasi, atau lainnya.

    Sisi penting metode analisis isi dapat dilihat dari sifatnya
    yang khas. Pertama, dengan metode ini, pesan media bersifat otonom, sebab
    peneliti tidak bisa mempengaruhi obyek yang dihadapinya. Perhatian peneliti
    hanya pada pesan yang sudah lepas dari penyampainya, karenanya kehadiran
    peneliti tidak menganggu atau berpengaruh terhadap penyampai dalam mengeluarkan
    pesannya. Dengan kata lain, penyampai pada saat mengeluarkan pesan, tidak ada
    hubungannya dengan sang peneliti. Bahkan dalam penelitian yang dilakukan atas
    percakapan yang berlangsung dalam komunikasi antar perorangan, peneliti sebagai
    orang luar yang sama sekali tidak mencampuri mekanisme percakapan yang sedang
    berlangsung. la hanya perlu merekam percakapan tersebut, dan menganalisisnya
    setelah terpisah dari pihak-pihak yang bercakap-cakap.

    Kedua, dengan metode ini materi yang tidak berstruktur dapat diterima,
    tanpa si penyampai harus memformulasikan pesannya sesuai dengan struktur si
    peneliti. Bandingkanlah dengan metode survai misalnya, dengan responden
    "dipaksa" untuk memberikan informasi sesuai dengan struktur materi
    data yang diinginkan oleh peneliti. Dalam metode analisis isi, penyampai telah
    mengeluarkan pernyataannya sesuai dengan strukturnya sendiri. Si penelitilah
    yang harus menyesuaikan diri dengan struktur pesan si penyampai, meskipun tidak
    sesuai dengan struktur metodenya dalam penelitian yang sedang dijalankannya.

    (5)
    Praktik pemantauan media dapat dilakukan dengan mengamati dan menganalisis
    produk media, baik media cetak maupun media elektronik (radio dan televisi)
    dengan berfokus pada aspek-aspek antara lain:
    • Kepentingan kekuasaan politik.
    • Kepentingan kekuasaan ekonomi.
    • Kepentingan kekuasaan budaya/komunalisme.
    • Kepentingan media massa.
    • Kolusi antara media massa dan kekuasaan (politik, ekonomi,
    budaya/komunalisme
    Secara konvensional analisis isi atas media pers/jurnalisme bertolak dari
    kecenderungan antara lain:
    • Sifat fakta / opini atau empiris (factuality).
    • Keseimbangan (balance).
    • Liputan dua pihak (fairness).
    • Tidak berpihak (impartiality).
    Kerangka metode analisis isi dapat dijabarkan (Berelson dalam Krippendorff,
    1980) sebagai berikut:
    • menggambarkan kecenderungan dalam isi media
    • menelusuri perkembangan aliran pemikiran
    • menjembatani perbedaan dalam isi komunikasi
    • membandingkan tingkat pengunaan media
    • melihat isi komunikasi dihadapkan dengan tujuan komunikasi
    • membantu penelitian lain (misal: mengkode jawaban untuk pertanyaan
    terbuka dalam teknik survai)
    • membukakan kecenderungan teknik propaganda
    • mengukur tingkat keterbacaan ("readability") mated
    komunikasi
    • mengidentifikasi gaya tulisan yang khas
    • mengidentifikasi maksud dan sifat lain dari komunikasi
    • menentukan situasi psikologis orang atau kelompok
    • menemukan hakekat propaganda yang resmi (terbuka)
    • tujuan intelejen politik dan militer
    • mengidentifikasi sikap, kepentingan dan nilai (pola kultural) dari
    kelompok-kelompok penduduk
    • membukakan fokus perhatian
    • menggambarkan respon berupa sikap dan perilaku terhadap
    komunikasi.

    Pemaparan hal-hal di atas pada dasarnya ingin
    menggambarkan obyek kajian yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai oleh
    peneliti dalam metode analisis isi. Tujuan penelitian, atau jawaban yang ingin
    diperoleh dari obyek kajiannya, merupakan dua hal tak terpisahkan. Karenanya,
    perencanaan yang secara jelas menggambarkan tujuan yang ingin dipenuhi serta
    obyek yang bakal dijadikan kajian yang menjadi landasan data, menjadi landasan
    dalam metode ini. Dalam pada itu, sebagaimana setiap kegiatan akademik, kaidah
    dalam metodologi yaitu validitas dan reliabilitas merupakan tuntutan yang harus
    dipenuhi

      Waktu sekarang Mon Apr 29, 2024 9:36 pm