SABILI, EDISI 25 TAHUN 2003
Prof. DR. Din Syamsuddin
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia:
"Jangan Pilih PDIP"
Alhamdulillah, Akhirnya jadi juga RUU Sisdiknas (Sistim Pendidikan Nasional)
disahkan menjadi Undang-undang. Tarik ulur sempat mewarnai pengesahan ini.
Kalau dikerucut maka terjadilah dua kubu, mendukung dan menolak, yang
masing-masing diwakili oleh kubu Islam dan Kristen. Ketegangan tidak hanya
terjadi di parlemen tapi juga di luar parlemen. Perang wacana terjadi di
forum seminar, kolom surat kabar dan talk show televisi. Bahkan perang
terjadi juga di jalanan, demonstrasi marak di mana-mana.
Salah seorang yang 'berkeringat' dalam upaya pengesahan ini adalah Prof. DR.
Din Syamsuddin, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia. Pria yang akrab
dipanggil Pak Din, tidak saja sibuk menangkis alasan-alasan mereka yang
tidak setuju tapi juga memimpin langsung 60 Ormas Islam untuk 'menyatroni'
fraksi-fraksi di DPR, termasuk Fraksi PDI Perjuangan. Tapi sayang hingga
sekarang surat permohonan untuk audiensi ke Fraksi tersebut tak mendapat
tanggapan. Karena itu sikap FPDIP yang meminta sosialisasi pada detik-detik
akhir cukup membuat bingung Guru Besar Politik Universitas Islam negeri
Jakarta ini. "Ah, usulan sosialisasi pada detik-detik akhir, usulan yang
mengada-ada saja!" katanya. Usaha Din juga tidak tanggung-tanggung, dialah
yang memimpin langsung demo sejuta umat mendukung pengesahan pada 10/6 lalu.
Demo yang cukup berarti dan signifikan.
Di antara kesibukan tokoh Muhammadiyah ini, Eman Mulyatman yang ditemani
fotografer Arif K berhasil mewawancarainya disebuah ruangan di Universitas
Muhammadiyah, Ciputat, Jakarta. Usai memberikan ceramah pada seminar
bertajuk: Memantapkan Kemandirian untuk Menunjang Kedaulatan Negara Tinjauan
Ekonomi, Din banyak berkomentar. Berikut petikannya:
Penolakan RUU Sisdiknas membuat kita melihat ada semacam fundamentalisme
agama (Kristen)?
Ya, fundamentalisme keagamaan itu sebuah fenomena universal. Dia muncul
dalam setiap episode sejarah dan di semua -atau hampir semua- komunitas
keagamaan, tidak hanya Islam. Fundamentalisme agama, ada pada Hindu, Budha
bahkan Sinto. Istilah fundamentalisme agama muncul pertama kali dalam agama
Kristen. Yang waktu itu menolak secara absolut ilmu pengetahuan yang
bertentangan dengan agama. Karena itu, kalau sekarang ada fundamentalisme
agama, itu terdapat pada semua agama di dunia, tak terkecuali Indonesia. Di
Amerika Serikat, kita tengarai sekarang ini bangkit fundamentalisme Kristen
yang sangat kuat, bahkan berkoalisi dengan fundamentalisme Yahudi yang
disebut dengan Judeo Christian Coalition, dan sangat mempengaruhi Presiden
Bush. Dan kalangan fundamentalisme Yahudi-Kristen inilah yang mendorong
pemerintahan Amerika Serikat untuk menyerang dunia Islam, Irak dan juga
rencana terhadap Iran.
Di Indonesia tidak bisa kita ingkari, fundamentalisme Kristen juga muncul.
Mereka itulah yang mengadakan pertemuan besar-besaran di Istora beberapa
waktu lalu. Bahkan mengajak mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid untuk
berceramah. Lewat vcd, kita lihat Gus Dur diperlakukan semacam 'dibaptis'.
Dibaptis?
Iya, saya mungkin tidak menyatakan sejauh itu, tapi yang bersangkutan mau
dan ikhlas dibegitukan...ha ha ha dibegitukan (semacam dibaptis)! Juga
kelompok-kelompok ini menerbitkan majalah-majalah yang tidak
tanggung-tanggung dengan istilah bahasa Arab. Ada Al-Aqidah Ukhuwwah,
pokoknya istilah-istilah Islam dipakai. Lalu mereka menyelewengkan ayat
al-Qur'an dan istilah Islam tadi untuk kepentingan mereka, ini dilakukan
oleh Kristen fundamentalis. Termasuk oleh pendeta yang pernah diancam
hukuman mati oleh para ulama Bandung, Suradi!
Tapi sayangnya media massa Indonesia tidak mau mengangkat ini sebagai
fundamentalis. Hanya kalau orang Islam, langsung dicap sebagai
fundamentalis.
Soal Gus Dur tadi, apa sudah sampai tingkatan kafir?
Saya belum melihat secara seksama. Tapi bahwa dia diundang ceramah di dalam
forum atau pertemuan akbar kaum Kristiani di Istora dan kemudian beberapa
pendeta, bahkan dari Amerika Serikat dalam bahasa Inggris mendoakan dia.
Saya tidak tahu apa itu dibaptis, diurapi atau sekadar didoakan. Cuma yang
jelas doanya tidak terkabulkan, karena salah satu doanya: "Ya Tuhan, Yesus
Kristus, berilah penyembuhan terhadap orang ini, bukakanlah matanya." Tapi
ternyata tidak makbul.
Tidak hanya Gus Dur yang didekati kan?
Ada segelintir orang Islam, yang berpikir lain, kita tahulah siapa mereka.
Mereka yang lebih memenangkan aspirasi kelompok lain dan sok kritis terhadap
umat Islam sebenarnya mereka juga tidak fair. Apa yang mereka sampaikan juga
tidak ilmiah. Keluar dari konteks, karena mereka ingin pendidikan itu
substansi. Pendidikan tidak cuma lewat jalur sekolah itu betul, lewat
masyarakat dan keluarga. Kita juga setuju itu. Tapi jangan juga menghalangi
ini untuk masuk dalam UU. Mereka tidak fair karena mereka juga tidak
mengritik ada sekolah lain yang menjalankan agama yang bersifat
indoktrinasi. Ini saya kira bukan pandangan ilmiah yang melihat persoalan
secara luas. Tapi lebih karena ingin dipandang sebagai pemikir inklusif.
Mereka beralasan atas dasar asas pluralisme dan HAM?
Dari berbagai segi UU ini sudah memenuhi pluralisme. Itu juga, HAM karena
ada kemerdekaan. Meski demikian saya tidak menuduh bahwa mereka sudah
terkooptasi. Tapi Jangan paksa anak pada usia perkembangan diberi pendidikan
lain. Ya nggak bisa pada anak SD - SMP, diberi pendidikan ilmu perbandingan
agama. kedua, oleh siapa? Kalau lintas agama diberikan oleh guru yang
berbeda keyakinan, sudah tentu tidak obyektif. Pemikir-pemikir yang sok
intelektual ini, tidak memikirkan itu. Kalau mau lintas agama, ok, tapi oleh
guru yang seagama.
Jadi segala cara mereka tempuh, termasuk 'memakai tokoh Islam', dan tokoh
mereka sendiri turun gunung, seperti Radius Prawiro yang mengirim surat
langsung pada Presiden Mega?
O, iya. Saya kira benar mereka all out, bahkan sampai titik-titik terakhir.
Tokoh-tokoh utamanya ikut melobi pimpinan DPR. Memang ada kepentingan besar
dibalik ini yang mengganggu kepentingan Kristiani di Indonesia. Karena
ketika kita berdiskusi di tataran substansi, hampir tidak ada alasan yang
bisa disebut masuk akal untuk menolak RUU Sisdiknas yang menyangkut
pendidikan agama dan tujuan pendidikan nasional. Umpamanya ketika kita
tanyakan; "Apakah pendidikan agama itu tidak baik?" Mereka pasti akan
menjawab baik. Lalu diberikan kepada anak didik sesuai agamanya oleh guru
yang se-akidah kan juga baik. Tapi kenapa ditolak? Kemudian dicoba berdalih
dengan mengemukakan alasan pada kami, bahwa tidak boleh ada intervensi
negara terhadap agama.
Bagaimana dengan ancaman memisahkan diri?
Ah, itu hanya emosi. Kita sayangkan kenapa selalu memakai ancaman seperti
itu. Apa tidak khawatir, bila mayoritas bangsa menyatakan hal yang sama? Itu
saya kira suatu sikap yang kekanak-kanakkan. Punya keinginan kalau
keinginannya tidak terpenuhi dia ngambeg dan ngancam, ngancamnya tinggi.
Sebenarnya ini tidak boleh terulang lagi. Untuk diketahui, gara-gara sikap
kekanak-kanakkan inilah umat Islam bereaksi, kemarin (Selasa 10/6). Jadi
reaksi umat Islam itu belakangan, justru mereka yang memulai. Kita berdemo
karena ada demo penolakan. Ada utusan dari DPRD Sulawesi Utara, dari Ende
datang ke DPR, memberikan ancaman seperti itu. Barulah kalangan Islam
bereaksi.
Dengan disahkannya UU Sisdiknas, Apakah berarti pertarungan sudah selesai?
Saya kira belum. Saya setuju dengan istilah kita menemukan bongkahan es yang
di bawah permukaannya jauh lebih besar. Pertama, ada dua hal mendasar, ada
perbedaan paradigma antara umat Kristiani dan umat Islam, menyangkut
hubungan agama dan negara. Kaum Kristiani menganut paradigma separatisme
beragama dan negara terpisahkan, karena itu jangan ada intervensi negara ke
dalam wilayah kehidupan beragama. Sementara umat Islam memahami paradigma
sebaliknya yaitu, integralisme. Ada penyatuan hubungan antara agama dan
negara. Ini akan terus menjadi kontroversi kalau tidak dicari jalan keluar.
Tapi agak sulit, kecuali ada yang bertoleransi. Kalau seandainya paradigma
kristiani yang dianut, tentu kita tidak setuju. Kalau itu dipaksakan berarti
mengingkari sejarah kebangsaan kita.
Kita lihat seruan-seruan pimpinan mereka baik pimpinan agama, ormas maupun
politik dipatuhi, bagaimana dengan MUI? Apa cukup efektif seruannya?
Alhamdulillah, seruan MUI pada tingkat tertentu disambut. Bahkan pertama
kali begitu masalah ini mencuat, kita instruksikan tidak usah unjuk rasa
dulu, cukup kita intensifkan lobi. Kemudian itu ditaati, tapi begitu
saatnya, mari kita lakukan tekanan-tekanan politik, itu diseluruh Indonesia
bergerak. Itu dipelopori oleh MUI dan ormas-ormas Islam tertentu. Ada
diskusi publik, diberbagai kota di tanah air, bahkan di tingkat Kabupaten.
Lalu ada unjuk rasa besar-besaran, kebetulan saya juga hadir, di Jakarta,
Surabaya dan Solo. Termasuk yang terakhir itu diprakarsai oleh Forum Ukhuwah
Islamiyah di MUI berdasarkan kesepakatan dengan ormas-ormas Islam.
Alhamdulillah ada manfaatnya.
Apakah ini juga didasari oleh memori umat Islam, yang kecewa dengan
'kekalahan' Piagam Jakarta dulu?
Bukan karena itu. Di antara kita juga ada yang tidak serta-merta menyetujui
Piagam Jakarta. Sebagai bunyi seperti itu walau berpegang pada nilai-nilai
Islam. Tapi lebih pada. Pertama, ada akumulasi kekecewaan, karena diktum
soal pendidikan agama diberikan pada peserta didik sesuai dengan agama yang
dianutnya dan oleh guru yang seagama itu sudah ada dalam UU SPN (Sistim
Pendidikan Nasional) tahun 1989 tetapi waktu itu, dimentahkan oleh surat
seorang tokoh Katolik, AW Pranarta yang kemudian mempengaruhi peraturan
pemerintah. Memberikan dispensasi kepada pendidikan khusus, seperti sekolah
Islam, Muhammadiyah, Sekolah Kristen, tidak usah menjalankan amar dari UU
itu. Sementara itu terjadi pemurtadan, jadi ada akumulasi kekecewaan dari
umat Islam. Di situ ditulis kewajiban sekolah. Anak suka atau tidak harus
mengikuti. Sekarang diturunkan, pada UU Sisdiknas itu derajatnya, Hak
peserta didik. Sudah diturunkan kok ada yang protes? Ini faktor kedua yang
mengundang umat Islam bereaksi. Ketiga, kenapa demonstrasi itu keras dan
massif di beberapa daerah, adalah karena ada fakta pemurtadan. Yang banyak
orang mengingkari, ketika ini ditolak oleh kalangan (terutama) Kristiani.
Ini dianggap mereka memang menginginkan pemurtadan itu. Maka bertambahlah
reaksi itu. Keempat, karena adanya partai politik tertentu, PDIP yang berada
pada jalur kepentingan minoritas ini. PDIP dianggap lebih mendengar suara
minoritas dan mengabaikan mayoritas. Ini yang ikut mendorong umat Islam
bereaksi.
Dengan PDIP, yang sampai detik terakhir tidak hadir....
Itu menjadi faktor pemicu dan menjadi catatan penting untuk ke depan. Karena
ada parpol yang tidak mau memperjuangkan aspirasi umat Islam yang mayoritas,
justru mementingkan aspirasi umat lain.
Apa himbauan Anda, sebagai salah seorang pemimpin MUI?
Ya saya kira tokoh umat Islam sudah mengatakannya, kalau begini terus maka
partai itu (PDI Perjuangan, red) jangan dipilih lagi.
Anda ingin mengatakan haram memilih PDIP?
Kita tidak sampai mengeluarkan fatwa dan untuk hal-hal seperti ini kita
tidak perlu fatwa. Sudah dengan sendirinya. Sedangkan untuk menyekolahkan di
sekolah Kristiani, memang ada desakan, untuk mengharamkan. Ini belum
dipertimbangkan oleh MUI Pusat, tapi MUI Yogyakarta, sudah mengeluarkan
fatwa itu. Tidak disebut Kristen. Jangan menyekolahkan anak pada sekolah
yang bisa memurtadkan mereka, begitu.
Sikap PDIP tadi bisa menjadi bumerang bagi PDIP?
Saya kira kalau kita baca statemen resminya, kita memang menangkap sikap
seperti itu. Cenderung menghambat pengesahan UU Sisdiknas, sejak awal,
dengan tidak datang pada rapat akhir Panja RUU Sisdiknas (25/4), itu gelagat
tidak baik. Kemudian berupaya mengulur-ulur waktu. Ketiga, tidak datang baik
pada tanggal 10 maupun 11 Juni. Menurut hemat saya ini sikap yang
mengabaikan demokrasi, tidak gentle dan melecehkan lembaga DPR itu sendiri.
Ada tanda semacan tirani minoritas yang terjadi saat ini?
Itu yang menjadi faktor reaksi umat Islam, karena ada gelagat tirani
minoritas. DPR lebih mendengar meski tidak secara keseluruhan, khususnya
Fraksi PDIP, yang lebih mendengar suara minoritas. Dalam demokrasi ini tidak
bisa seperti itu. Termasuk media-media tertentu. Ada ketidak adilan, yang
kita yakini sebagai tirani minoritas, sebagaimana kita tidak ingin adanya
diktator mayoritas.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as