Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    demokrasi dalam islam

    admin
    admin
    Admin
    Admin


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 688
    Join date : 19.03.10
    Age : 36
    Lokasi : Malang-Indonesia

    demokrasi dalam islam Empty demokrasi dalam islam

    Post by admin Fri Dec 31, 2010 8:22 pm

    DEMOKRASI DALAM ISLAM

    PANDANGAN ISLAM
    Sistem ini berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Islam. Dalam Islam tidak pada tempatnya manusia coba-coba mengambil alih peran Tuhan sebagai Pembuat aturan yang Mahaadil dan Mahabijaksana. Meskipun mereka melakukannya atas nama suara mayoritas. Maka idiom vox populi vox dei, adalah jargon yang absurd, bahkan cenderung syrik. Karena menyetarakan posisi manusia dengan Tuhan. Bagi umat muslim, hanya Allah yang memiliki otoritas membuat aturan. Islam telah mengikat setiap Muslim, untuk tunduk dengan ketentuan Allah Swt dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt:
    “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan (hukum), akan ada bagi mereka pilihan (hukum yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (TQS. al-Ahzab [33]: 36)

    Dengan demikian, kemungkinan terjadinya perbedaan pandangan tentang hukum telah dikikis habis sejak dini. Semua orang merujuk kepada nash Al-Quran maupun As-Sunnah. Apalagi perkara-perkara yang menyangkut pemeliharaan eksistensi nyawa, kehormatan, harta benda, keturunan, agama, akal manusia, ketaatan terhadap khalifah/pemimpin, diatur di dalam hukum hudud (yang jenis dan bentuk sanksinya ditetapkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya). Tidak ada ijtihad dalam hukum hudud. Sehingga tidak memungkinkan munculnya perdebatan pada perkara-perkara yang paling mendasar. Sebab Allah Swt telah memberikan bentuk dan jenis hukum atas perkara-perkara tersebut. Adapun terjadinya perbedaan yang bersifat ikhtilafiyyah – menyangkut masalah cabang – maka umat harus tunduk kepada pendapat yang paling rajih (kuat). Disinilah 'kehebatan' argumentasi kaum Muslim diuji berdasarkan pemahamannya terhadap sumber hukum, yaitu nash al-Quran dan as-Sunnah.
    Dalam sejarah Islam, terdapat kisah yang amat populer yang membuktikan penguasa pun tunduk pada hukum syara'. Yakni saat terjadi khalifah Ali bin Abi Thalib ra, mendakwa seorang yahudi telah mencuri baju zirahnya. Tetapi, karena beliau tidak bisa menghadirkan saksi yang cukup, dakwaannya ditolak oleh qadli/hakim Syuraih. Jadi, siapapun harus tunduk –termasuk khalifah Ali bin Abi Thalib ra- kepada keputusan syar'iy, yang merujuk kepada wahyu berupa al-Quran dan as-Sunnah.
    Namun demikian, mungkin saja di dalam Daulah Islamiyah terjadi perselisihan antara khalifah dengan majlis al-ummah. Jika terjadi perselisihan antara kepala negara (khalifah) dengan majlis al-ummah, maka ada mekanisme hukum yang wajib ditaati bersama. Ada keadaan atau perkara-perkara, dimana khalifah harus mengikuti pendapat majlis al-ummah, dan menanggalkan pendapatnya sendiri. Ada pula keadaan atau perkara-perkara tertentu, dimana perselisihan tersebut diserahkan kepada mekanisme peradilan khusus yang disebut Mahkamah Madzalim, yang akan memutuskan masalah (lagi-lagi) hanya dengan hukum syara'. Keputusan Mahkamah Madzalim ini bersifat final dan harus ditaati oleh semua pihak yang berselisih.
    “Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. an-Nisâ' [4]:59).

    Islam dengan tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan syariat, tidak di tangan rakyat maupun penguasa. Syariatlah yang berhak menentukan hukum, sistem, dan aturan bagi mereka. Mereka tinggal melaksanakannya. Allah Swt. berfirman:
    Sesungguhnya menetapkan hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (TQS Yusuf [12]: 40).

    Dalam ayat tersebut, Allah menjelaskan bahwa menentukan hukum (kedaulatan) hanya milik Allah. Artinya, kedaulatan berada di tangan syariat. Allah juga melarang manusia untuk menghambakan diri kepada selain Dia. Penghambaan kepada selain Allah ini dapat terjadi ketika manusia memberikan hak menentukan atau membuat hukum kepada selain Allah. Sebab, itu berarti manusia telah menyekutukan Allah. Ini jelas sikap yang sangat lancang. Sikap demikian tidak layak ditunjukkan oleh kaum Muslim yang beriman kepada Allah dan bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah. Kita semua adalah orang-orang yang beriman dengan sepenuhnya kepada Allah dan tidak akan menyekutukan-Nya. Jadi, tidak layak jika terjadi penuhanan terhadap rakyat dengan cara memberikan otoritas kepada mereka untuk membuat hukum.
    Dengan demikian, demokrasi bertentangan sama sekali dengan Islam. Memang, banyak kalangan yang menyamakan demokrasi dengan konsep syura (musyawarah) dalam Islam. Padahal sesungguhnya syura sangat berbeda dan bahkan bertolak belakang dengan demokrasi. Islam memang mensyariatkan syura. Dalam Islam, syura hukumnya sunnah. Syura menurut Islam adalah meminta pendapat orang yang diajak bermusyawarah dalam perkara-perkara yang mubah. Hak syura merupakan hak seluruh kaum Muslim terhadap Khalifah (kepala pemerintahan Islam). Kaum Muslim memiliki hak terhadap Khalifah agar Khalifah dalam banyak persoalan merujuk kepada mereka untuk meminta pendapat mereka. Untuk melaksanakan hal ini, rakyat memilih wakil-wakil mereka yang akan menjadi anggota majelis umat. Dengan demikian, majelis umat merupakan majelis yang terdiri dari orang-orang yang mewakili kaum Muslim. Tujuannya adalah agar aspirasi mereka menjadi bahan pertimbangan Khalifah dan majelis umat sendiri menjadi tempat Khalifah untuk meminta masukan dalam urusan-urusan kaum Muslim. Keberadaan majelis umat disyariatkan oleh Islam.
    Wewenang majelis umat ini antara lain: Pertama, memberi masukan kepada Khalifah dalam aktivitas dan perkara praktis yang tidak memerlukan penelitian dan analisis seperti masalah pendidikan, kesehatan, ekonomi, perdagangan, dsb. Pendapat majelis dalam perkara ini bersifat mengikat dan harus dilaksanakan oleh Khalifah. Coba bandingkan dengan sistem demokrasi yang dalam berbagai urusan itu suara wakil rakyat yang katanya memiliki kedaulatan ternyata tidak serta-merta mengikat pemerintah. Sebaliknya, dalam masalah yang memerlukan penelitian dan analisis serta keahlian/ilmu tertentu Khalifah boleh merujuk majelis, namun pendapat majelis tidak mengikat.
    Kedua, Khalifah boleh menyodorkan rancangan hukum dan undang-undang syariah yang hendak diadopsi kepada majelis dan anggota majelis yang Muslim berhak memberi masukan mana yang benar dan mana yang salah menurut dalil syar’i (al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qiyas Syar’i).
    Ketiga, majelis berhak untuk mengoreksi seluruh tindakan Khalifah. Jika masalah yang dikoreksi merupakan masalah dimana suara mayoritas mengikat maka koreksi majelis mengikat Khalifah/pemimpin.
    Keempat, majelis sebagai representasi aspirasi rakyat boleh menampakkan ketidakridhaan kepada pembantu Khalifah (mu’awin), gubernur (wali), dan amil (setingkat bupati). Jika ini terjadi, Khalifah harus memenuhi suara majelis dan mengganti pejabat tersebut. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Rasulullah ketika mengganti al-Ala’ bin al-Hadhrami karena ketidakridhaan wakil penduduk Bahrain. Yang seperti ini tidak terjadi dalam sistem demokrasi. Ketentuan ini sangat berbeda dengan sistem demokrasi. Kasus perselisihan DPRD beberapa daerah dengan pemerintah pusat mengenai pengangkatan dan pencopotan gubernur atau walikota beberapa waktu lalu menjadi contoh buruk sistem demokrasi dan menunjukkan keunggulan sistem Islam.
    Kelima, kaum Muslim yang menjadi anggota majelis umat berhak membatasi calon yang akan dipilih menjadi khalifah. Pemilihan khalifah dilakukan langsung oleh rakyat atau oleh anggota Majelis Umat yang muslim sebagai representasi dari kaum Muslim. Selanjutnya calon yang memenangkan pemilu di baiat menjadi Khalifah yang akan menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw.
    Ini hanya sebagian dari ketentuan sistem Islam berkait dengan majelis umat. Dari sini tampak keadilan sistem Islam yang menempatkan kedaulatan ada di tangan syariat dan kekuasaan ada di tangan umat.

    PEMERINTAHAN DALAM SYARIAH ISLAMI

    Pemerintahan Islam kebalikan dari sistim demokrasi (tidak ada kekacauan dalam segala hal), mengapa ? Sebab di dalam pemerintahan Islam adanya tali pengikat sebagai syarat penghubung persatuan sesama dan sebagai pelindung atau benteng bagi muslimin dan non muslim (dibawah kekuasaan pemerintahan Islam ) dari kebodohan, dari kemunafikan, dari para pengacau (makar) kejahatan/keamanan, dari luar & dalam Negara itu.
    Semua ini disebabkan oleh adanya hukum/peraturan yang telah ada, yaitu UU dalam pemerintahan Islam bukan buatan dari segolongan manusia, tetapi hukum mutlak dari Allah swt dan Sunnah Rasulul-Nya dan para Khulafaur Rasyidin, yang disebut Syariah Islam. Dalam syariah islam tercantum didalamnya peraturan-peraturan/hukum yang sempurna, dari permasalahan yang sepele hingga permasalahan yg besar dan rumit.
    Dalam pemerintahan Islam adanya kebebasan. Dari kebebasan ini adalah sebagai tali pengikat dan penghubung sesama, yang berpedoman pada syariah Islam, agar tak hancurnya prinsip hidup dan kehidupan manusia yang memang adalah kodrat insan dari khaliknya.
    Kebebasan itu misalnya "la dharar wa la dhiraar" (kami contohkan dalam masalah kecil). La dharar, misal, sesuatu yang tak diharamkan/dilarang dalam agama jika merugikan diri sendiri itu dalam syariah Islam tidak boleh (haram). Semua hal yang merugikan pada seseorang , umum atau pada bumi Allah dalam syariah islam hukumnya haram. Didalam syariah islam ini tidak adanya kehancuran, melainkan adanya pembangunan dan pelestarian.

    PEMILIHAN PEMIMPIN DALAM PEMERINTAHAN ISLAM

    Dalam pemerintahan Islam pemilihan pemimpin/pemerintah rakyat yang memilih dengan memberikan persyaratan kepada calon pemimpin yaitu menjalankan syariah Islam. Dan tak mungkin terjadi bagi pemimpin/pemerintah untuk melanggar syariah Islam sebab adalah syarat wajib dan mutlak bagi setiap pemimpin/pemerintah untuk menjalankannya. Sebaliknya dalam demokrasi yang memberi persyaratan adalah si calon pemimipin dengan berkampanye bahwa partai mereka bercirikan keadilan atau sebagainya. Dan rakyat memilih secara terpaksa dikarnakan tak ada yang sesuai dengan kehendaknya dengan kata lain partai-partai yang ada hanya mencirikan beberapa kepentingan saja yang tak mencakup kepentingan secara menyeluruh.

    MAJLIS SYURA/PARLEMEN

    Orang-orang yang duduk dalam parlemen ini adalah para pakar ilmuwan dari segala bidang, para pelindung negara yang memahami syariah Islam. Tugas mereka adalah mengawasi pemimpin dalam menjalakan pemerintahan bukan tempat membuat peraturan atau UU. Tempat bermusyawarah dalam segala hal baik dalam pemerintan dengan segala permasalahanya, tempat bermusyawarah dan berencana dalam segala bidang, baik pembangunan dan perekonomian serta kesejahteraan. "wa amrukum syura baenakum".
    Di dalam majlis syura tak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainya, tak ada yang satu mempunyai nama atas yang lainya (kedudukan tinggi), semua sama dan saling mendengar pendapat satu sama lainya.Lain halnya dengan demokrasi yang kuat dia yang punya suara.

    KESIMPULAN DARI HUKUM SYARIAT ISLAM/PEMERINTAHAN ISLAM

    1. Syariah Allah adalah hukum yang sempurna dari masalah yang sekecil-kecilnya hingga pada masalah yang besar dan rumit, ada pada syariah islam sebagai UU pemerintahan islam. Tak mungkin ditambah atau diganti sebab semua telah tercakup di dalamnya.
    2. Adanya persamaan hak, dari yg jelata hingga pemerintah, dari yg muslim maupun yg non muslim.
    3. Berlakunya hukum bagi smua golongan ,baik yg kaya & yg miskin, pada penguasa maupun rakyat biasa.
    4. Melindungi bagi semua penduduk dari ganguan kejahatan manusia lainya.

    Dari kesimpulan tersebut diatas dalam pemerintahan islam adalah : adanya ketentraman, adanya persamaan hak dan saling menghargai. Mengangkat manusia kederajat yang tinggi disebabkan akhlak pada masing-masing ummat berasaskan ajaran Allah semata. Nah kepada ukhuan muslimin setelah mengkaji dari kesimpulan diatas bahwasanya syariah Islam itu memang sempurna dan dipertegaskan lagi oleh kalimat Allah yang tersebut di atas bahwa agama Islam adalah sempurna sesempurnanya agama.

    UNTUK BAHAN RENUNGAN

    1. Mengapa kita memakai dan berbangga atas hukum yang duniawi dan tak sempurna? sedang kita telah diberkahi hukum dan peraturan yang sempurna.
    2. Mengapa kita harus belajar menerapkan hukum dari buatan dan rekayasa manusia? sedang kita mempunyainya dan jelas kebenarannya serta diridhoi oleh Allah swt.

    Kepada yang non muslim tak perlu takut tak mendapatkan haknya. Semua patuh kepada syariah islam. Tak ada yang akan mengambil hak dari seseorang untuk seseorang yang lain. Coba buka kembali sejarah dimana masa pemerintahan khilafah islam berjaya, muslim & non muslim, hidup aman tentram & sejahtera.
    Bagi saudara seiman sedikit banyak pasti telah tahu dan jika kurang faham, kita mempunyai ulama untuk tempat bertanya dalam segala masalah tentang islam dan syariah Islam. Begitu juga bagi yang non muslim mereka para ulama akan menjelaskan sejelas-jelasnya. Dari kesemua sistim pemerintahan yang ada sekarang ini (yang telah diuraikan diatas), kalau kita perbandingkan sistim pemerintahan satu sama lainya yang terbaik dan dapat mengatur dan memerintah dari semua golongan dimuka bumi adalah pemerintahan Islam, mengapa?
    Sebab demokrasi, dari ciri yang telah diuraikan diatas bahwa demokrasi hanya menguntungkan buat golongan tertentu saja, dan jelas banyak merugikan bagi diri manusia dan bukan sebagai pelindung bagi alam semesta ini beserta isinya. Sistem demokrasi termasuk sistem dictator yang terselubung. Renungkan sejenak, apakah kita bebas berpendapat sesuai kehendak atas pemerintahan saat ini ? tidak mungkin ! kita hanya boleh bebas berkehendak selama tak mengusik pemerintah yang berkuasa. Pemerintahan yang mutlak/militer sama dengan pemerintahan diktator.



    CONTOH PAKAR SEJARAH NON MUSLIM
    Seorang pakar dalam sejarah dunia dari British (Inggris ) Arnold Twiempy (non muslim) pernah mengatakan bahwa, "Modernisasi dan teknologi bagai perahu yang berlayar tanpa nakhoda, dan yang mampu mengendalikannya hanyalah syariah Islam dan yang mampu memimpin alam ini hanyalah syariah Islam".

    BAHAYA SEKULERISME
    Sekularisme yang diusung oleh para penjajah kolonialis Barat kedunia Islam telah menimbulkan bahaya serius bagi Islam dan kaum muslimin. Mereka mencabut hukum-hukum Islam dalam bidang politik, pemerintahan dan ekonomi, lalu mereka ganti dengan hukum-hukum Barat sekuler. Mereka mengintroduksikan hukum sipil perkawinan untuk membuka jalan bagi proses pemurtadan kaum muslimin melalui modus perkawinan. Mereka membiarkan hukum-hukum Islam dalam peribadatan sebagai strategi memasung kehidupan keislaman kaum muslimin sehingga terbatas dalam masalah-masalah ritual.
    Setiap upaya mengembalikan Islam ke arena kehidupan kenegeraan dicegat oleh kolonialis dan para kader pelanjut mereka. Kasus perdebatan panjang pada saat menjelang kemerdekaan Indonesia yang diakhiri dengan kompromi pelaksanaan syari'at Islam secara terbatas (Piagam Jakarta) menunjukkan betapa kaum sekuler yang merupakan kader-kader kolonialis penjajah menentang Islam.
    Untuk menjauhkan Islam dari kehidupan dan panggung kenegaraan, berbagai rekayasa dan manuver politik digunakan. Kasus-kasus seperti Komando Jihad, Lampung, Priok , dan lain-lain pada masa Orba dekade 1980-an disinyalir sebagai bagian dari upaya mengikis habis peranan politik Islam. Tatkala kaum muslimin berhasil melakukan mobilisasi vertikal dengan hadirnya ICMI di sekitar pusat kekuasaan pada dekade 1990-an, suara-suara Islam fundamentalis, Islam Sektarian, Islam Politik, dan sebagainya dikumandangkan untuk mendobrak pengaruh mereka di kekuasaan. Bahkan tatkala militer Aljazair membubarkan FIS, partai pemenang pemilu, pada tahun 1991, dikabarkan Gus Dur menulis surat kepada Presiden Soeharto memperingatkan bahaya fundamentalisme di negeri ini di masa mendatang. Dan tatkala Gus Dur dipilih MPR menjadi presiden, Emha Ainun Najib menulis bahwa Gus Dur telah menyetop laju pertumbuhan fundamentalisme.
    Sungguh sekulerisme sangat berbahaya bagi Islam dan Umat Islam. Islam bakal diubah dari warna dan gambar aslinya, yakni hanya sebagai agama ritual belaka. Dengan demikian, ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits-hadits Nabi saw. sebagai sumber utama hukum Islam akan dipangkas hingga sebatas teks-teks yang berkaitan dengan ibadat semata. Ayat-ayat dan hadits-hadits tentang hukum, politik, pemerintahan, ekonomi, pertahanan, keamanan, politik luar negeri, jihad fi sabilillah, amar makruf nahi mungkar, dan hukum-hukum pidana akan dimusnahkan, atau dimasukkan dalam museum.
    Islam pun dimintai harus bertanggung jawab terhadap berbagai konflik dan kerusuhan yang dilakukan oleh umat Islam --baik di tingkat elit maupun di tingkat awam-- yang telah tersekularkan, yang tidak mengerti lagi bagaimana caranya bertindak dan berbuat --di luar urusan ibadah-- menurut ajaran Islam. Padahal mereka berbuat tidak menurut ajaran Islam sekalipun mengaku Islam dan mengusung simbol-simbol Islam.
    Bahaya bagi umat Islam secara aqidah, mereka jatuh pada keraguan kepada kesucian agama mereka sendiri dan menganggap agama mereka sudah tidak relevan dan tidak mampu memecahkan persoalan-persoalan kehidupan. Mereka lebih percaya dan mantap kepada ucapan dan teori para sekularis kafir Barat dalam menjawab tantangan-tantangan hidup. Mereka mengaku muslim, tapi keyakinan mereka sudah tidak seperti layaknya orang beriman kepada Islam. Terhadap ayat-ayat Allah SWT, mereka menerima sebagian ayat al-Quran, tetapi menolak sebagian ayat yang lain. Padahal penolakan satu saja ayat al-Quran bisa menjerumuskan yang bersangkutan pada status menolak seluruh ayat al-Quran. Sebagaimana penolakan kepada sebagian perkara keimanan, menjadikan yang bersangkutan ditolak seluruh keimanannya. Dan tidak bakal berani melakukan hal itu kecuali orang-orang bodoh di antara orang-orang kafir. Allah SWT berfirman:
    "Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir)" (QS. an-Nisa' 150)
    .
    Imam al Qurthuby dalam tafsirnya menyebut bahwa pihak yang menyebut "kami beriman kepada sebagian dan kufur (menolak) sebagian" adalah para tokoh agama Yahudi kepada kalangan awam mereka. Mereka beriman kepada Nabi Musa a.s. tetapi kafir alias menolak kebenaran Nabi Isa a.s dan Nabi Muhammad saw. Maksud di balik pernyataan mereka tersebut adalah mengambil jalan antara percaya dan menolak sebagai pembentukan agama baru antara agama Yahudi dan Islam. Sedangkan Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa pihak yang beriman kepada sebagian dan kafir kepada sebagian itu adalah orang Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Yahudi beriman kepada Nabi Musa a.s. tapi kafir kepada Nabi Isa a.s. dan Nabi Muhammad saw.. Sedangkan orang-orang Nasrani beriman kepada Nabi Musa a.s. dan Isa a.s. tapi kafir kepada Nabi Muhammad saw..
    Akibat mengikuti sekularisme dan demokrasi yang konsekwensinya adalah tidak percaya kepada ajaran Islam secara kaffah, kaum muslimin bakal sengsara dunia akhirat. Allah SWT memperingatkan hal itu --sebagaimana dia memperingatkan kaum Yahudi-- dalam firman-Nya:
    "Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu,melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat." (QS. al Baqarah 85).


    ISLAM SOLUSI, BUKAN POLUSI

    Islam adalah solusi. Islam menjawab masalah-masalah pemerintahan dengan hukum-hukumnya yang khas, yang berbeda dengan demokrasi. Islam memberikan wewenang mutlak kepada kepala negara yang telah dipilih oleh rakyat secara suka rela untuk menjalankan amanat Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Jika rakyat sudah mengangkat, mereka tak punya wewenang untuk menurunkannya. Yang berhak memecatnya hanyalah keputusan Mahkamah Mazhalim yang menilai bahwa kepala negara telah jauh melampaui batas-batas hukum Islam dan tidak mungkin diluruskan kembali. Jika Mahkamah tidak berfungsi, rakyat akan melakukan gerakan amar ma'ruf nahi munkar dan bila perlu gerakan fisik, khususnya jika terjadi kekufuran yang nyata dilakukan penguasa. Jika belum sampai kondisi yang sangat buruk itu, rakyat tetap harus taat selama penguasa memerintahkan perkara-perkara yang bukan maksiat kepada Allah SWT. Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. Nabi saw. bersabda:
    "Mendengar dan taat (kepada khalifah/penguasa penerap hukum Islam) wajib atas seorang muslim baik pada perkara yang dia sukai maupun benci, selama tidak diperintah melakukan perbuatan maksiat (melanggar aturan Allah SWT). Jika dia diperintah bermaksiat, maka tidak boleh mendengar dan taat".

    Islam mewajibkan kepala negara agar menjamin kesejahteraan warga negara, bukan sebagian golongan minoritas. Islam mewajibkan negara menjamin kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) warga negara tanpa terkecuali. Islam mewajibkan negara menjamin agar kebutuhan kolektif rakyat, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan, dapat diperoleh rakyat secara gratis. Untuk itu pemerintah sebagai wakil seluruh umat (bukan partai tertentu) harus mengelola bumi, air, udara dan kekayaan alam guna memenuhi kebutuhan kolektif tersebut. Sedangkan kebutuhan pokok, pemerintah menjamin stoknya, menyediakan lapangan kerja agar rakyat berpenghasilan, dan menjadi pintu terakhir bagi mereka yang miskin dan terlantar.
    Islam membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kezhaliman yang dilakukan oleh para pejabat, orang-orang kuat, dan penguasa. Islam mewajibkan negara senantiasa menegakkan hukum Islam yang berlaku sama bagi seluruh warga negara baik muslim maupun non muslim. Jika ada seorang muslim mencuri di toko orang Kong Hu Cu, dia tetap dihukum potong tangan, Allah berfirman:
    "Laki-laki pencuri dan perempuan pencuri potonglah tangan keduanya" (QS. Al Maidah 38).

    Jika ada seorang gadis non muslim berzina dengan seorang non muslim, maka keduanya akan dicambuk 100 kali, Allah berfirman:
    "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah setiap dari keduanya seratus kali dera" (QS. An Nuur 2).

    Anak pejabat yang mencambuk seorang rakyat jelata, pasti akan dikenai hukum qishas, yakni balas cambuk, atau membayar tebusan (diat) dimana hak pilihan hukum itu ada pada korban, bukan pada hakim atau pihak lain. Sementara itu, negara menggerakkan jihad fi sabilillah untuk menaklukkan berbagai negeri kafir untuk membebaskan rakyat mereka dari kezhaliman sistem dan penguasa kufur di sana.
    Islam memberdayakan seluruh umat agar tidak terpedaya oleh kelompok elit tertentu. Islam memberikan kemerdekaan berbicara sebatas kebenaran yang hakiki. Siapapun yang diam atas kebenaran yang harus dia ucapkan, maka orang itu dikategorikan sebagai setan bisu. Tentu saja bicara melebihi batas kebenaran, bicara bohong, palsu dan batil, adalah sejawat setan pembisik. Dengan ketentuan seperti ini, orang yang kampung sekalipun berani berbicara tajam kepada kepala negara. Ketika seorang Baduwi berkata bakal hendak meluruskan (bukan menjatuhkan) Khalifah Umar bin Khaththab r.a. dengan pedangnya, beliau malah mengucapkan alhamdulillah masih ada orang yang akan meluruskan Umar.

    PENUTUP

    Tampak jelas di hadapan kita bahwa sistem demokrasi hanyalah ilusi dan khayalan yang membius. Dalam pelaksanaannya, demokrasi hanyalah formalisasi dari berbagai kepentingan. Substansi demokrasi tidak mendatangkan kemaslahatan bagi kita semua, namun hanya menjadikan kita sebagai “obyek”-an dari pihak-pihak tertentu demi kepentingan mereka sendiri, bukan untuk kepentingan dan kemaslahatan kita semua.
    Kita semua adalah pewaris sistem yang agung ini. Kita adalah pewaris sistem yang dituntun oleh wahyu dari Allah yang Mahabenar ini. Kita adalah kaum yang secara penuh beriman kepada Allah yang Mahabenar dan Mahabijaksana. Oleh karena itu, tidak ada yang layak diterapkan oleh kita sekalian kecuali sistem Islam. Tidak layak kita merendahkan diri dengan menerapkan sistem lain yang bertentangan dengan sistem yang agung ini. Sistem demokrasi yang memberikan kedaulatan kepada rakyat tidak layak untuk kita ikuti. Sistem itu justru menempatkan rakyat sebagai sekutu bagi Allah, Tuhan kita. Na‘ûdzu billâh min dzâlik. Oleh karena itu, wahai kaum Muslim, sudah saatnya kita melepaskan sistem buruk itu dan kita terapkan sistem Islam yang agung ini.

    Walhasil, berharap dapat tidur nyenyak dengan mempercayai sistem demokrasi, sama saja dengan menegakkan benang basah. Bangunan demokrasi itu sendiri telah sarat dengan muatan konflik dan beragam vested interest antar kelompok, maupun individu. Lagipula disadari atau tidak, konflik yang kini melanda tanah air sebenarnya tidak lebih dari konflik antar institusi pemerintah, tanpa melibatkan publik. Secara umum masyarakat telah kelelahan mengikuti konflik yang telah berlarut-larut. Bahkan konflik tersebut berdampak besar terhadap kian sulitnya pemenuhan hajat hidup masyarakat. Seperti kata pepatah; gajah sama berkelahi, pelanduk mati di tengah-tengah. Jadi, satu-satunya jalan untuk menghilangkan konflik politik maupun sosial yang berkepanjangan harus dilakukan dengan mencampakkan demokrasi. Menggantinya dengan sistem yang telah jelas kebenarannya: Islam.

    Kini jelaslah bahwa demokrasi dasarnya adalah sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan. Konsekwensinya, jika masyarakat ingin demokratis, maka harus mensekulerkan seluruh kehidupannya sebagaimana dikatakan Gus Dur. Artinya, jika masyarakat kaum muslimin ingin hidup secara demokratis, maka mereka harus memisahkan agama Islam yang mereka yakini dalam seluruh kehidupan mereka.
    Persoalannya, sudikah umat ini menanggalkan agama yang suci ini untuk hidup hina dan ternoda dengan sistem kufur? Inilah yang harus dijawab segera oleh umat ini dengan gerakan dan tindakan!

    Sudah nyata demokratisasi memberikan implikasi sangat buruk kepada kaum muslimin, baik ekonomi, politik, sosial, keamanan, bahkan keyakinan. Orientasi politik ekonomi keduniaan semata yang diajarkan oleh ideologi demokrasi telah mengesampingkan orientasi dunia akhirat sehingga yang terjadi kerusakan semata.
    Jika sudah demikian, masihkah kita berharap kepada demokrasi buatan manusia dan melupakan sistem peraturan Ilahi? Mari kita renungkan peringatan Allah SWT.
    "Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (QS. Thaha 124).

    Jelaslah betapa mahal harga proses demokratisasi yang dialami bangsa muslim terbesar di dunia ini. Setiap manusia yang berpikir secara positip, syariah Islam adalah cara yang benar dengan segala kebenarannya. Setiap manusia yang berpikir positip dialah manusia yang shaleh.
    Semoga tulisan ini berguna bagi saudara pembaca (muslim dan non muslim), sebagai bahan perbandingan dan semoga dapat mengenali dengan jelas arti demokrasi serta isi yang sesungguhnya dari sistim pemerintahan yang satu ini, yang menjadi dambaan hampir semua manusia di bumi ini. Harapan saya, agar kita lebih waspada lagi dalam berpandangan atas sistim demokrasi.


      Waktu sekarang Sat Apr 27, 2024 10:15 pm